Sore ini kelima calon saudara dan ayah tiriku akan datang. Aku dan Daniel harus menunggu di depan teras rumah untuk menyambut mereka. Jadi, ini yang kami lakukan. Berusaha tersenyum semanis mungkin ketika mobil biru Mama terlihat di kejauhan.
Akhirnya, mobil berhenti. Mama keluar lebih dulu dari kursi depan. Seorang pria asing selanjutnya keluar. Tak berapa lama, kelima cowok melompat keluar dan memutar untuk mengambil koper di bagasi yang telah dibuka.
"SPENCER INI KOPER GUE!" teriak cowok berbaju merah dengan lambang perdamaian, rambutnya yang berwarna cokelat jatuh dengan halus di atas tengkuknya. Dia merebut koper yang ditarik oleh cowok lain yang kukira bernama Spencer.
Spencer tertawa mengejek, cowok ini memakai kemeja kotak-kotak berwarna putih keren. Pergelangan tangannya penuh oleh gelang-gelang yang terbuat dari kain. "TRUS KENAPA? MASALAH?"
Karena Spencer dan cowok itu terus tarik menarik koper, cowok lain yang tengah berjalan menubruk punggung Spencer. Dia mengaduh, tak berapa lama cowok lain itu menampar punggung Spencer.
"LIAT-LIAT WOI! PUNYA MATA GAK?" Teriak cowok yang tertubruk tadi, toa.
Ini jelas-jelas membuatku melongo.
Senyum manisku pun pudar.
"BIASA AJA KALI," Spencer membalas, masih tarik menarik koper dengan cowok satunya.
"Hei, gue mau ngambil koper. Ngalangin aja," gerutu cowok berkacamata, rambut dan wajahnya persis sama seperti Spencer. Tapi, auranya lebih kalem.
"Kak Arbi!" cowok bersuara imut membuat makhluk berkacamata-kalem-kembaran Spencer(mungkin) itu menoleh.
Jadi, namanya Arbi.
"Kenapa, Rafa?" suara Arbi melembut seraya menunduk.
Aku mengikuti arah pandang Arbi. Ternyata seorang cowok kira-kira berumur lima tahun tengah menghampirinya. Dia membawa robot-robotan. "Kak Arbi, liat batmannya Rafa gak?"
Nama cowok itu Rafa. Tunggu, Rafa? Aku tertawa dalam hati. Seperti nama Sepupuku saja, Rafadinata. Dia pasti akan menaikkan satu alisnya jika aku memberi tahu. Atau mengganti namanya, mungkin.
Kiera juga mungkin akan--Aku jadi mengingat mereka semua. Helaan nafas keluar dari mulutku. Aku belum tahu cara untuk menyatukan Bianca dengan Kiera dkk. Hari ini pun aku tak bertemu Bianca, entahlah. Aku merasa menjadi jauh dari kedua-duanya.
"SPENCER JANGAN MAEM-MAEN," sebuah suara mengejutkan. Aku mengerjap dan berusaha fokus. Mama pasti marah jika aku melamun disaat aku dan Daniel harusnya menyambut tamu.
"BOYS!" suara dalam penuh ketegasan itu membuat kelima cowok yang sibuk sendiri langsung terdiam. Aku mencari asal suara, dan mendapati seorang pria bertubuh atletis dan tampak sehat. Dia bersedekap, "jangan membuat keributan di rumah baru kalian."
"RUMAH BARU?" Spencer mengulang perkataan pria tersebut dengan nada seperti: "Ya Tuhan, besok sudah hari Senin?!"
"Kita sudah membicarakan ini di rumah," pria itu memperingati, membuat Spencer bungkam.
Tepat pada saat itu, mereka berenam melihat aku dan Daniel.
Aku melempar pandangan pada Mama ketika tidak ada kata yang keluar dari mulut kami. Mama yang tadi melongo, langsung sadar dan mengambil alih keadaan.
"Jadi, Jason, ini... anak-anakku," kata Mama, tersenyum pada pria yang ternyata bernama Jason.
Jason paham, dia tersenyum pada kami dan menggiring paksa anak-anaknya. Bayangkan, empat anak remaja labil dan satu batita dengan gender cowok diseret-seret benar-benar menggelikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ST [6] - Teach Me About Love
Fiksi RemajaDisclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [6] : Danies Arta Dinata Karena Danies Arta Dinata harus belajar akting seorang gadis yang sedang jatuh cinta untuk drama p...