E 🌹

513 37 6
                                    

Plakkk

Suara tamparan menggema seisi ruangan.

Korban yang menjadi tamparan barusan hanya diam- tidak menunjukkam gestur atau mimik kesakitan. Ini tidak sakit dibanding perbuatan mereka yang kerap menyiksanya. Alana cukup kebal dan seperti sudah biasa. Jadi tamparan tadi bukanlah apa-apa.

"Bu, tolong tenang. Ini rumah sakit." Tegur salah satu suster disana yang sedari tadi berusaha memperingati Fredika.

Seolah tidak mengindahkan perkataan suster, Fredika tetap menghampiri Alana dengan sorotan tajam. Matanya sembab dan merah akibat nangis. "Kenapa kamu lakuin itu ke anak saya?!"

"Fredika." Zara mencoba menenangkan Fredika yang sedang dilanda emosi. Semuanya tahu bahwa kecelakaan ini memang menuju pada Alana. Tapi jika membahas hal itu sekarang, seluruh penghuni rumah sakit akan terganggu.

"Tante, tolong tenang. Saya yakin pasti ada salah paham."

Fredika tertawa sarkas. Wanita itu berpaling pada Zian dan tampak makin berang. "Kamu belain dia karna dia pacar kamu kan?! Kamu gak mikir kalau nyawa anak saya yang jadi taruhan?!

"Kita semua khawatir sama kondisi Yuli, tapi gak seharusnya Tante nyalahin Alana gitu aja. Polisi juga masih ngusut kejadian ini. Jadi tolong Tante tenang dan nunggu kabar dari polisi." Menghadapi seorang Ibu yang sedang dirasuk amarah memang sangat menyebalkan dan menguras kesabaran. Sedari tadi Zian diam melihat Fredika marah-marah pada Alana, tidak sampai ceweknya ditampar didepan semua orang. Ia bisa saja membalas perlakuan Fredika barusan, namun akal sehatnya berkata tidak. Jika ia melakukannya, suasana akan tambah panas.

"Yang dibilang Zian itu bener. Kita harus tenang dan berdoa buat Yuli. Dokter lagi kerja keras didalam sana. Kalau kamu terus begini, aku gak yakin mereka ijinin kamu ada disini."

Fredika memejamkan mata disertai cairan bening yang seketika menetes.

Saat membuka mata, ia menatap Zara sejenak dan mereka langsung berpelukan. Punggung Fredika dielus pelan agar tangisannya bisa mereda cepat. Seorang Ibu pasti akan cemas dan hampir tidak waras saat tahu anaknya sedang sekarat. Wajar jika mereka lebih sentimen.

Disisi lain, Zian memandangi pipi Alana yang merah karena tamparan Fredika. Mereka duduk bersebrangan. Wajah Alana ditelisik secara detail. Ekspresi sedih, marah, takut dan lainnya tidak ada sama sekali dimuka gadis itu.

Zian mencoba mengingat kembali tentang beberapa hal yang ada dirumahnya saat pesta berlangsung. Dia ingat betul dibalkon hanya ada Alana dan Yuli. Bagaimana bisa Yuli jatuh dengan sendirinya?

Netra gelap tersebut berpusat pada Alana.

Tidak mungkin kan?

***

3 jam menunggu, akhirnya dokter keluar beserta perawat lain yang baru selesai mengoperasi Yuli akibat pendarahan di otak.

Fredika menghampiri dengan tidak sabaran. Matanya memancarkan sorot cemas bercampur harapan besar.

"Operasinya berjalan lancar, tapi anak ibu mengalami koma."

Zara menangkup tubuh Fredika yang hampir oleng karena terperanjat tentang kondisi Yuli. Wanita berpakaian dress hitam itu tidak menyangka dan sangat terkejut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WHITE ROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang