Sejak awal aku tersihir pada bola mata yang pekat
Sehitam malam kelam tak terbintang
Namun anehnya
Aku menemukan manik terang di antara iris kecubungmu
Aku melihat sesuatu yang amat menyala di dingin pandanganmu
Sejak awal aku sudah jujur pada diriku
Ada gejolak yang muncul di kedalaman hati
Mencipta rasa yang begitu indah
Sekaligus menyiksa
Karena..
Sejak awal aku hanya bisa menatap kerlip itu dari kejauhan
Kau bulan, kau bintang
Sedang aku hanya si pungguk
Yang kehilangan bulan
Fatimah melipat kertas memo kecil itu dan meyelipkannya di buku diarynya yang usang, lebih mirip buku telepon dari pada disebut diary. Sampulnya yang hijau tua retak-retak di ujungnya seolah memberikan kesan mistik didalamnya.
Dihirupnya udara di atas pohon ini dengan kuat, lalu dihembuskannya seolah ia benar-benar butuh banyak pasokan udara. Paru-parunya sesak, ditinggalkan sahabatnya.
Rosa... Kamu selalu seperti itu. Bagaimana mungkin aku menceritakan apa yang membuatku gelisah sementara itu adalah hal yang membuatmu bahagia? Mana mungkin aku tega mengatakan kalau aku jatuh cinta pada alex sedangkan kamu jauh lebih lama menantinya? Aku tak ingin.. Kehilangan nyala matamu yang selalu membuatku bersemangat..
Fatimah menorehkan beberapa kata lagi didalam diarynya. Inilah kebiasannya, sebagai anak panti asuhan berbasis pondok pesantren dia selalu merasa sibuk dengan tugasnya,antara tugas sekolah dengan tugas di pondok. Yang selalu dilakukannya saat pening seperti itu sederhana, memanjat 'pohon ajaib' di lapangan belakang sekolahnya yang jarang di datangi orang.
Hening. Hanya semilir angin membelai lamunan. Benar-benar menenangkan.
Mungkin detik ini hanya batinnya yang bersuara, Bagaimana menjelaskan semuanya pada Rosa? Jujur, Ia amat menyayangi sahabatnya itu. Hampir dua tahun mereka berteman baik, Lalu karena hanya merasa tidak di anggap Rosa sebegitu marahnya dengan Fatimah?
Mungkin benar, yang perlu Fatimah lakukan adalah koreksi diri lebih dalam lagi. Kemudian memperbaiki sikapnya, terutama sikapnya pada Rosa yang memang agak tertutup. Bahkan selama ini yang Rosa tahu, Fatimah tinggal di kos, Fatimah hanya bercerita padanya bahwa orang tuanya ada di luar kota. Hanya itu yang Fatimah ceritakan pada Rosa. Tanpa perlu lebih dalam lagi. Karena menurutnya, percaya pada seseorang dengan berlebihan bisa membunuhnya sendiri.
Fatimah memandang perdu di bawah pohon. Ia tengah berfikir keras.
Bagaimana agar persahabatannya dengan Rosa bisa kembali? Apa benar dia harus menceritakan semua yang dia alami? Baginya itu teramat menyakitkan. Fatimah sudah berusaha mengubur kisah kelam itu dalam dalam, namun mengapa kemarin kisah itu terulang lagi?
Tunggu. Ini bukan masalah perasaan Fatimah pada Alex. Ini masalah lain. Yang benar-benar membuat terluka bagi seorang anak perempuan.
******
Rosa menyusuri koridor kelas dengan langkah gontai. Biasanya, dia sedang ngoceh pada Fatimah. Membicarakan kekagumannya pada Alex, menceritakan kegalaunya mengapa bisa jatuh cinta pada orang yang terlampau sulit untuk didapatkan, atau curhat masalah mamah papahnya yang menurutnya egois. Dan biasanya Fatimah hanya tersenyum, mendengarkan dengan antusias, kemudian menanggapi. Walau menurut Rosa gaya Fatimah bicara itu agak di dramatisir, tapi bagaimanapun juga curhat dengan Fatimah bisa membantunya menyelesaikan sebuah masalah. Setidaknya meringankan beban pikiran.
Tapi kini ia sendirian. Merasa sepi tak berteman. Padahal mudah baginya sebagai anak orang terpandang mendapatlkan banyak teman.
Hanya saja Fatimah adalah teman terunik, dia bisa terlihat cuek padahal mengerahkan seluruh perhatiannya kepada kita. Gerak geriknya penuh filosofi.
Jika teringat awal-awal kedekatannya dengan Fatimah memang rasanya indah. Jujur, berkat Fatimah kini Ia lebih banyak berubah. Meski tak sesempurna Fatimah.
Di mata Rosa, Fatimah sosok gadis yang lincah. Aktivis. Tak banyak bicara tapi banyak yang dilakukannya. Hanya saja mengapa dia amat tertutup, bahkan pada Rosa __Sahabatnya.
Memang salah satu kebiasaan Fatimah yang tak bisa Rosa mengerti adalah hilang disaat istirahat. Di kantin tak ada, di perpustakaan tak ada, di Masjid pun tak ada. Ia hanya muncul disaat-saat penting, Rapat misalnya. Jadi untuk bertemu dan mengobrol santai dengan Fatimah rasanya terlalu sulit.
Bahkan Rosa sempat berpikir, Gadis intovert macam Fatimah tapi sibuk di berbagai organisasi? Ah, apa memang betul selama ini Rosa yang kurang memahami Fatimah dengan baik.
Nyatanya begitu, masalah merasa tak di anggap saja Rosa dengan mudah marah pada Fatimah. Sekarang harus bagaimana? Minta maaf .. Duh pasti malu banget.
Saat berjalan dengan pikiran yang kemana-mana, tiba-tiba ia menabrak seseorang.
"Ma.. Maaf"Rosa berkata gugup ketika tahu persis siapa yang di tabraknya. Alex, cowok hits yang sudah dua tahun ditaksirnya.
Entah mengapa jantung Rosa serasa dipompa lebih cepat. Ada perasaan aneh mendesir didalam hatinya. Ia menunggu respon Alex dengan dada berdebar. Namun sayang, Alex hanya pergi begitu saja. Tanpa sepatah kata apapun.
Sampai kapan ia harus tersiksa karena perasaan itu??
****
Bel tua SMA Swasta itu menjerit panjang. Pertanda segala kegiatan belajar-mengajar telah usai. Setelah ini hanya akan ada kegiatan ekstra dan mungkin beberapa kegiatan organisasi. Meski jam sudah menunjukan pukul 15.00 , sekolah masih ramai. Bahkan bisa jadi baru benar-benar sepi selepas adzan maghrib berkumandang.
Ditengah hiruk-pikuk siswa-siswi yang berjubelan ingin segera keluar gerbang sekolah, sedikit langkah ringan agak tergesa menyedot perhatian sebagian siswa.
"Aleex !!"Teriak gadis-gadis yang tengah mengantri jajan siomay.
Alex menoleh ke arah itu. Tak biasanya ia seperti ini. Kalau bukan sedang mencari seseorang, dia tak akan sudi menoleh ke arah gadis centil itu. Dan itu dia ! Akhirnya setelah muter-muter nyari ternyata sedang asyik-asyikkan berduaan sama cewek.
"Aby !"Panggilnya.
Yang di panggil menoleh. Tangannya masih tetap menggenggam tangan gadis yang duduk berdempetan dengannya. Alex melirik sekilas, Frida Apriana. Huh, jangan-jangan ini gadis alim yang akan didekati Aby? Kalau dilihat sekilas, memang tampak kalem. Jilbab putihnya yang disampirkan dikedua bahunya menjadi pertimbangan.
"Udah dapet ya lo?"Tanya Alex dengan memandang sinis pada Aby.
"Udah donk, bukan Aby namanya kalau harus berlama-lama dapet cewek. Nggak alim nggak apa semuanya nyantol deh"Jawab Aby agak berbisik pada Alex. "Lo gimana?"Tanyanya kemudian.
Alex menggeleng perlahan. Kontan Aby tertawa keras.
"Katanya nih ya, lo itu yang paling kece diantara kita bertiga. Tapi kok belum dapet sih? Umar aja udah punya inceran. Hayoo siap-siap lo traktir kita sebulan full yee"Ledeknya.
Alex kalut. Bisa bokek kalau kalah taruhan! Duh gimana gue cari yang alim??Batinnya bertanya kebingungan.
Dengan tergesa ia berlalu meninggalkan Aby yang kembali bermesraan dengan gadis barunya. Tak sengaja ia menabrak seseorang lagi. Tapi kali ini bukan gadis berambut gelombang seperti siang tadi. Ini gadis ... Berjilbab super gede!!
Gadis itu terlihat menunduk. Dengan cekatan ia mengambil bukunya yang berserakan.Lalu berlari, tanpa menoleh sedikitpun pada Alex. Sayangnya ia tak menyadari telah menjatuhkan sepotong kertas berisi puisi yang ia tulis diatas pohon tadi. Alex membacanya sembari berjalan lagi. Jiwa sastranya terusik. Diam-diam Ia mengagumi bait-bait yang ditulis warna-warni itu.
Siapa dia ya??
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Ali dan Fatimah
Random"Aku mencintainya. Sangat cinta. Tak bisa ku gambarkan betapa aku selalu menempatkannya dalam posisi istimewa dalam beberapa peristiwa di hidupku . Tapi aku faham dan mengerti bahwa cinta ini hanyalah hayal. Maka biarlah ia tetap ku simpan hingga jo...