Fatimah merasa agak terengah-engah setelah berjalan cepat karena menghindari tatapan hujan khas Alex. Ia tak mau lagi dibuat terpesona olehnya.
Sore ini juga ia harus segera pulang ke rumah. Bukan rumah kedua orang tuanya. Tetapi sebuah panti asuhan berbasis pondok pesantren. Sore ini akan ada acara khataman di sana. Dan ia harus mengisi acara. Tampil bersama grup hadroh Al Kautsar. Ia amat bersyukur karena Allah menganugerahinya suara yang lumayan enak didengar. Berkat itulah ia membiayai hidupnya selama 6 tahun penuh __Selain dengan mengirim cerpen ke majalah atau surat kabar__.
Jangan bertanya dimana orang tua Fatimah. Jangan pernah menyinggung soal hal itu. Karena Fatimah telah menguburnya dalam-dalam. Ia tak ingin menguak luka lamanya 6 tahun silam. Cukup begini. Diam dan menikmati kebersamaan bersama anak-anak yatim piatu yang dengan riang menghapal Al Quran bersama. Seolah-olah dia juga merasakan yatim piatu. Padahal sebetulnya tidak. Orang tuanya masih bernapas. Segar-bugar. Hanya saja.....
Cukup membahas soal itu.
Kehadiran Fatimah di pondok disambut riang oleh adik-adik yang telah menunggunya. Salah satu adik kesayangannya adalah Asma'. Gadis super lincah itu cukup sering mengobati lara hatinya.
"Yee Mbak Fatim pulang,,,Aku kira tadi nggak ikut acara khataman. Kan Mbak sibuk"Ujar gadis yang baru duduk di bangku kelas 2 SMP itu.
Sibuk? Fatimah tersenyum pahit.Bukan sibuk dek, hanya berusaha menyamarkan luka hati.Batinnya berujar.
Fatimah segera menuju kamarnya, sebuah ruangan berukuran 3x3 yang ia huni bersama 5 orang gadis usia SMP. Jangan membayangkan bagaimana bisa tidur dalam kondisi sesempit itu, karena semuanya mudah saja Fatimah atasi.
Dengan segera ia melempar Tas begitu saja, terburu-buru karena setengah jam lagi acara Khotmil Quran akan dimulai. Pada kondisi seperti itu, Fatimah bisa saja melupakan segalanya. Masalahnya, Tugas sekolah, Bahkan kenangan pahit masa lalunya. Karena kebahagiaan yang ditawarkan anak-anak begitu manis, Bagaimana tidak? Dengan berbagai kondisi 'yang kurang' anak-anak itu semangat menghapal Al Quran,tetap ceria dan bermain layaknya anak-anak seusia mereka.
Disini adalah Panti Asuhan Quran Al Mubarak. Sebuah rumah bertingkat tiga yang tak terlalu mewah. Menampung dan menyekolahkan anak-anak Yatim, cacat, dan gangguan mental. Hanya saja ada beberapa orang tua yang sengaja menitipkan anaknya di pondok ini. Selain ingin anaknya belajar mendalami agama, Kebanyakkan alasan orang tua itu adalah agar anaknya bersyukur atas kesempurnaan yang Allah berikan pada mereka. Dan terbukti sudah harapan itu, dengan melihat kondisi temannya yang tidak sempurna tapi mempunyai semangat yang tinggi, anak-anak yang mempunyai kondisi sempurna begitu terdorong dan termotivasi untuk menjadi lebih baik.
Tapi, tidak untuk Fatimah. Dia gadis tertua disini. Sebagai santri, Pengajar, dan Pembantu bersih-bersih. Jangan heran, Fatimah amat menikmati hidup ini. Karena meninggalkan semua masalah yang seakan ingin menggorok urat lehernya lebih baik ketimbang terus menerus terbelenggu dan terpuruk dalam kubangan hitam. Ya, Fatimah pergi dari rumah. 6 tahun silam. Dengan membawa hati yang berdarah parah. Menjadi gelandangan, dan akhirnya tinggal di panti ini.
Pukul 15.00 acara khotmil quran dimulai. Semuanya berjalan lancar, anak-anak terlihat lincah dan riang melagukan Al Quran. Mengagumkan. Satu kata yang senantiasa terbesit memenuhi rongga dada Fatimah.
Yah..
Inilah kehidupannya.
Gadis belasan tahun yang hidup sendiri tanpa orang tua.
Hei, Fatimah tidak sendiri.
Ada sepasang mata yang selalu menatapnya cemas-cemas di balik rerimbunan bougenvil di ujung gapura pesantren.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Ali dan Fatimah
Random"Aku mencintainya. Sangat cinta. Tak bisa ku gambarkan betapa aku selalu menempatkannya dalam posisi istimewa dalam beberapa peristiwa di hidupku . Tapi aku faham dan mengerti bahwa cinta ini hanyalah hayal. Maka biarlah ia tetap ku simpan hingga jo...