Chapter VII

28 6 1
                                    






"Chopin huh?" gumam Lusie.

Lusie merasakan kesedihan yang begitu mendalam mendengar lagu itu. Lusie menatap Andrews yang begitu menghayati permainannya. Tiba-tiba mata mereka bertemu. Mata Andrews memberikan semua kenangan itu kepada Lusie, Lusie tersentak saat mengetahui kenangan itu.
Andrews menutup permainannya dengan hembusan nafas yang terasa sangat berat. Lusie mendekat perlahan, ia merasa sedih.

"Aku turut menyesal, tentang gadis itu." ujar Lusie pelan. Andrews mengangkat wajahnya dan tersenyum pahit.

"Bagaimana kau tahu?"

"Matamu memberitahuku semuanya"

"Kau bercanda. Aku tidak memberi tahu apa-apa", Andrews tertawa paksa, membuatnya begitu menyedihkan.

"Apa kau keberatan menceritakannya? Kupikir kau butuh teman cerita", Lusie berbicara sangat hati-hati karena ia tahu sangat sensitif membicarakan cinta.

Hening.

"Dia begitu manis. Dan mandiri. Dan baik hati. Aku sangat mencintainya. Sejak kami kecil. Hanya saja aku begitu bodoh membiarkannya terjebak dalam permainan mereka. Aku berpikir, dia akan baik-baik saja." Andrews mengepalkan tangannya seakan siap memukul siapapun dihadapannya. Lusie tetap berdiri diam.

"Mereka bilang ia hanya meminum seloki vodka tapi aku yakin seseorang meracuninya. Damn, andai aku bersamanya." Andrews memukul pahanya berkali-kali. Lusie begitu terlihat sedih walaupun ia tidak pernah patah hati. Hening pun menyelimuti mereka.

"Apa itu vodka?" tanya Lusie tiba-tiba. Andrews menatap Lusie aneh, tidak pernah ada orang yang bertanya apa itu vodka seumur hidupnya.

"Kau bercanda? Vodka minuman keras. Minuman yang mengandung alkohol." jawab Andrews.

"Mengapa mereka meminum itu?"

"Well, aku tidak tahu. Tapi aku meminumnya."

"Oh. Aku tidak pernah menyentuh alkohol"

Andrews menatap Lusie, ia sadar bahwa Lusie adalah freshman. Ia memang tidak mengenal semua siswa di St. Petrus Louis tapi ia sadar tidak pernah melihat wajah Lusie sebelumnya. Dan hampir semua siswa St. Petrus Louis telah 'rusak'

"Berapa umurmu?"

"16. Why?"

"Pantas saja kau tidak tahu apa itu vodka"

"Are you my senior?" Lusie menyadari bahwa Andrews bukanlah seusianya. Bagaimana Andrews bisa meminum vodka jika belum 18+?
Lusie menyesali kebodohannya. Bagaimana kalau Andrews tersinggung dengan perkataannya dari tadi dan melabraknya bersama teman-temannya?

"Im on 11th." Andrews tersenyum. Lusie semakin menyesali kebodohannya.

"Maafkan aku."

"Its okay, Lusie"

Mereka berdua diam. Andrews karena mengingat masa lalunya, Lusie karena kebodohannya.

Bel pun memecah keheningan diantara mereka.

"Well see you Lusie" kata Andrews sambil berjalan keluar. Lusie hanya menjawab dengan senyum kecil.

***

Lusie mengikuti pelajaran dengan tenang. Bukan, ia berusaha terlihat tenang agar Clare tidak curiga. Lusie Alvery sangat amat penasaran dengan Andrews, ia tidak tahu kenapa. Ia bingung mengapa mata Andrews dapat menunjukkan suatu memori kepada Lusie. Atau rasa ketertarikan Lusie dengan kisah Andrews. Ia benar-benar tidak mengerti.

Pelajaran Matematika terasa begitu lama, Lusie ingin segera bertemu dengan Andrews. Ia ingin tahu lebih lanjut.

"Lusie?" ucap Clare sambil menepuk pundak Lusie.

"Yes?"

"Are you going with me?" tanya Clare yang dibalas ekpresi bingung dari Lusie.

"Library, of course. Kita akan mencari materi Sejarah, bukan?" lanjut Clare.

"Oh yeah, you right. But i um- i can't. I want to practice" jawab Lusie ragu. Clare terdiam cukup lama, namun akhirnya menghela nafas dan tersenyum.

"Baiklah, aku akan berada di perpustakaan Lu"

"Okay then." Lusie tersenyum. Tersenyum karena Clare tidak curiga padanya.

Lusie segera melangkah ke teater sedetik setelah bel berbunyi. Ia melangkahkan kakinya masuk ke koridor sepi dimana ruang teater berada.

Dan mata itu semakin tajam melihat Lusie.















•••

Immortal SoulDove le storie prendono vita. Scoprilo ora