Chapter 17

1.3K 86 3
                                    

Cathrine's POV

Saat itu, untuk mengalihkan pikiran gue tentang Rachel, akhirnya gue memutuskan untuk beli minum. Waktu gue baru aja balik ke meja tempat Cameron dan temen-temennya duduk, mereka ternyata udah siap-siap mau pulang.

"Ujannya udah agak reda tuh, Cath. Kita pulang yuk," kata Cam.

Gue pun dengan lesu mengangguk. Mendadak kepala gue jadi agak pusing. Kayaknya ini efek keujanan deh.

"Yuk," Cam ngajak gue lagi. Kami berempat pun berjalan keluar sevel. Bener, ujan udah mulai reda. Ya walaupun masih lumayan deres, seenggaknya ga seperah tadi.

Cam membuka payung hitam miliknya. Di depan, gue juga liat Chris yang mulai buka payungnya. Dan warnanya pink.

Tunggu, pink?!

Seketika gue jadi keinget sama ucapan Cam waktu di fotokopi. Ternyata ini maksudnya.

Cam gandeng tangan gue, menuntun gue untuk jalan bareng dan tetap berada di bawah payung. Di depan, Chris dan Bryant juga jalan berdua dengan satu payung pink itu.

"Unyu ya mereka," ucap Cam tiba-tiba. Gue menoleh ke samping dan mendapati wajah jenakanya yang sedang melihat ke arah Chris dan Bryant. Dan.. sangat dekat, oh God, he is perfect. Lalu gue kembali menatap Chris dan Bryant. Dan saat itu juga gue dan Cam ketawa bareng.

Bayangin aja, kalau gue sama Cam sih cocok. Cowok dan cewek. Kalau mereka, udah sama-sama cowok, jadi satu payung yang warnanya pink pula. Serius, kalian kalau liat ini pasti juga ketawa. Belum lagi si Chris dan Bryant dari tadi juga ribut. Ga tau ributin apa. Tapi yang gue liat dari tadi mereka saling senggol pundak, mengakibatkan mereka jadi kena hujan.

"Kayaknya percuma deh mereka pake payung. Dorong-dorongan gitu, sama aja kena basah," kata gue sambil belum berhenti ketawa.

Cam menoleh kearah gue, dan kita tertawa bersamaan.

Perjalanan pulang terus begitu. Hingga kami naik angkot, lalu Chris dan Bryant turun duluan. Cam nganterin gue sampe bener-bener di rumah. Bahkan dia ikut gue turun, padahal rumah dia masih jauh lagi setelah rumah gue.

Jujur aja, waktu itu gue bener-bener ga tau bagaimana perasaan gue. Gue senenggg banget bisa dianter pulang sama Cam. Ujan-ujanan, bahkan selama di jalan sampe naik angkot tadi Cam terus genggam tangan gue. Bahkan dia juga anter gue sampe depan rumah. Tapi di sisi lain, gue juga sedih. Pikiran gue masih belum ilang sama satu nama, yaitu Rachel. Membayangkan Cam yang masih susah untuk move on dari cewek itu bikin gue sakit hati. Dan juga bikin harapan gue makin menipis.

"Kata lu rumah lu pager putih kan? Eh kok bengong, nih udah sampe. Lu hati-hati ya masuk rumahnya, awas kejedot pintu." suara Cam menyadarkan gue.

Gue memaksakan seulas senyum, lalu mengangguk. "Iya. Makasi banget lho."

Cam mengacungkan kedua jempolnya sembari tersenyum lebar. Lalu ia membalikan badan, hendak berjalan untuk naik angkot lagi.

"Gue balik ya, dah.."

Cam melambaikan tangannya, lalu berjalan menjauh. Gue memperhatikan langkahnya yang membuat air disekitarnya seolah melompat karena hentakan kakinya, dari belakang.

Gue berfikir lagi. Kenapa Cam terus pegang tangan gue? Apa dia suk... Ah ga mungkin lah dia suka sama gue. Dia kan orangnya bertanggung jawab, mungkin dia cuma ga enak sama gue karena udah bikin gue kedinginan gini, makanya dia berusaha bikin gue lebih baik. Lagian, Rachel- Rachel itu pasti masih ada di barisan utama pikiran Cam.

Gue pun masuk ke rumah dengan perasaan yang campur aduk, sekaligus bingung.

Gue harus mundur atau bertahan?

Try - Cameron DallasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang