Aku kembali menaiki anak tangga setelah Arnold melepaskan pelukannya pada Helena. Kuurungkan niatku untuk menghampirinya, aku lebih memutuskan untuk kembali ke kamar.
Aku duduk merenung di pinggiran ranjang setelah mengganti pakaianku. Arnold tampak belum kembali menampakkan batang hidungnya. Sedang apa dia?
Apakah aku harus diam di sini? Seakan-akan tak ada yang terjadi?
Aku mendengus lalu hendak bangkit dan melangkah. Namun pintu telah terbuka, aku kembali duduk dan mengurungkan niatku. Arnold memasuki kamar, ia melepas kemejanya. Kemejanya tampak basah, oh...! Pasti karena wanita itu. Aku enggan untuk menatapnya dan memutuskan untuk memainkan ponselku. Ia mendekat ke arahku.
Bibirnya terbuka hendak mengucapkan sesuatu, aku menatapnya dengan datar.
"Helena, dia datang ke sini untuk menginap."
"Oh..." Aku hanya ber-oh-ria dengan nada sinis.
Ia mengusap wajahnya, "Katakan sesuatu, Rachel...," desahnya.
Aku tak mengatakan apapun dan lebih memilih fokus pada ponselku. Pikiranku berkelana, aku harus memberikan pelajaran pada gadis itu.
Mau apa sih gadis itu ke sini?
Oh damn! That bitch!
Ia tampak kesal lalu merebut ponselku, aku melotot ke arahnya. Aku mencoba meraih ponselku dari tangannya. Tapi dia lebih tinggi dariku, tentu sangat sulit untuk menggapainya. Aku menyerah dan hanya bisa mendesah.
"Baiklah, katakan sesuatu sekarang," pintanya. Aku menatapnya sekilas lalu mengalihkan pandanganku pada ujung t-shirt yang aku pakai. Ujung t-shirt ini tampak menarik untuk kupandang.
"Apa yang harus aku katakan?" lirihku.
Ia menyimpan ponselku di atas nakas, tangannya kini mengusap pipiku. Aku memejamkan mataku menikmati sentuhannya.
"Apa yang kau lihat?" geramnya. Aku membuka mataku, iris toscaku menatapnya dengan kesal.
"Kau memeluknya! Itu yang aku lihat!" bentakku. Dadaku naik turun, aku terengah menahan amarahku dengan susah payah. Begitu banyak pertanyaan yang berputar di otakku.
Siapa Helena?
Apa hubungannya dengan dia?
Kenapa dia begitu perduli?
Apa benar hanya sekedar sahabat?
Kenapa begitu mesra?
Apa yang Arnold pikirkan tentangku?
Jika aku seperti ayahku, mungkin aku bisa membaca pikiran mereka. Mungkin dengan mudah aku tak perlu berpikir seperti ini. Memainkanteka-teki pertanyaan yang sulit untuk aku jawab, semua itu memusingkan.
Aku dan dia, pada awalnya kami bukan siapa-siapa. Dia hanyalahstranger-orang yang tak aku kenali- tapi karena si-Penggoda-Michelle- aku jadi mengenalnya. Dan aku menjadi kekasihnya sekarang.
"Dia sedang sakit," bisiknya pelan.
"Kau jangan salah paham," tambahnya lagi.
Aku menggeleng, "Kau milikku, Arnold. Aku tak suka apa yang telah menjadi milikku dibagi dengan orang lain."
Arnold mendekat. Ia mendekapku ke dalam pelukannya. Aku tak bergeming, tubuhku kaku, aku tak membalas pelukannya tapi ia masih setia memelukku.
"Aku akan menjelaskan semuanya, asalkan kau mau mendengarkanku," ujarnya.
"Kau tak perlu susah payah menjelaskannya, aku mengantuk. Pergilah, aku butuh istirahat," usirku pelan.
Ia tersenyum kecut, mendekat lalu mencium keningku cukup lama. "Baiklah, selamat malam...," ucapnya. Ia melangkah keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl VS Nerd Boy
RomanceBad girl dan nerd. Itu berawal ketika Rachel, wanita yang dikejar banyak kaum lelaki menerima tantangan dari musuhnya sehingga rela berpacaran dengan si nerd boy, Arnold. Apakah Rachel sanggup melakukan tantangan tersebut?