(16) Sechzehn

2.5K 313 69
                                    

WARNING!!!
Typo everywhere and,
Don't be silent readers
Happy reading ♡
.
.
.

Jongin duduk di salah satu meja kantin, pemuda itu menyesap lamat-lamat americano yang masih mengepulkan uap panasnya.

Tatapannya terpaku, tak beralih sedikitpun dari laptop yang terbuka di hadapannya.

Setelah resmi bergabung dengan perusahaan milik keluarganya Jongin kadang mengerjakan tugas kantornya di jam-jam senggang kuliahnya, seperti saat ini.

Lagi pula Jongin baru akan tiba di rumahnya sekitar jam sembilan atau sepuluh malam teoat waktunya beristirahat. Dan jika ada waktu tersisapun, tentu saja waktu luangnya saat menjelang tidur itu akan ia habiskan dengan bervideo call dengan Soojung disana.

Ya, hubungan mereka memang sudah sedikit membaik sejak kejadian malam itu.

Tapi Entah mengapa, Jongin merasakan ada skat yang menghalangi kedekatan mereka saat ini. Yang jelas sudah tidak seperti dulu.

Soojung sedikit lebih kaku, dan selalu mengalihkan topik pembicaraan yang sensitif, terutama soal kelangsungan hubungan mereka.

Jongin tahu ia salah, Jongin patut di hukum. Tapi bukan dengan cara mempermainkan hatinya seperti ini.

Soojung seperti tengah menguji kesabarannya, menarik-ulur hubungan mereka yang entah di sebut apa. Yang jelas tidak ada kejelasan di dalamnya.

Satu waktu Soojung akan bersikap manis padanya, tapi di waktu berikutnya gadis itu bersikap seolah sosoknya yang imut itu sudah tenggelam entah dimana, di gantikan dengan sosoknya yang dingin.

Jelas saja ini membuat Jongin sedikit frustasi dan em, ragu.

Ya ragu, apakah Soojung masih menginginkannya, atau tidak, ah atau mungkin laki-laki waktu itu yang menyebabkan Soojung bertingkah labil, Yang jelas Jongin tidak mengerti apa alasannya.

Tugas kantornya hampir selesai, ia hanya tinggal mengirimkannya pada kakak sulungnya, Jeonmyun. Tanganya kini terulur untuk mengambil sepotong roti sandwich isi ikan tuna yang tergeletak di sebelah laptopnya.

"Lama tak berjumpa." Sapa seorang yang baru saja bergabung, mendaratkan pantatnya, duduk di samping Jongin.

"Maaf, aku sibuk." Jawab Jongin dingin, saat tahu siapa yang kini duduk di sampingnya.

"Aku hanya ingin menyapa, apakah itu tidak boleh, atau mungkin sesuatu yang melanggar hukum hm?" Jongin masih diam, pemuda itu tak menyanggah tidak juga membenarkan.

"Aku hanya ingin minta maaf soal kejadian yang waktu itu, Jongin." ujarnya syarat akan penyesalan.

"Aku sudah memaafkanmu Seulgi, jadi sekarang tolong menyingkir dari hadapanku."

"Bukankah ini kantin? Tempat umum?" Seulgi tersenyum tipis, membuat Jongin sedikit jengah dengan sikap gadis di sampingnya.

"Terserah kau saja." Jongin memasukan semua miliknya kedalam ransel, berbalik pergi meninggalkan Seulgi.

"Jongin, tunggu. Aku belum selesai bicara." Seulgi mengekor di belakangnya.

Gadis itu kepayahan menyamakan langkah kaki Jongin yang terlalu lebar di banding langkah miliknya.

"Semuanya sudah selesai. Aku sibuk. Ku mohon, jangan mengganggu aku lagi." Jongin berucap tanpa melirik gadis itu sama sekali.

"Jongin, jangan bertingkah seperti anak kecil!" Seulgi berhasil menarik lengan Jongin, membuat pemuda itu mau tak mau menghentikan langkahnya.

DISTANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang