Tap tap tap..
Hanya terdengar suara langkah kaki dua orang gadis SMA di sebuah gang yang sepi nan gelap ini. Keduanya berjalan beriringan, saling menautkan lengan tangan pertanda bahwa ada rasa takut yang melanda.
Jika ada alternatif jalan lain namun lebih jauh, tentu saja mereka akan memilih jalan tersebut. Sayangnya, tidak ada. Mereka harus melawan rasa takut yang ada dan terus berjalan maju.
"Han Jinhee, aku takut," ujar salah satu perempuan yang memiliki bentuk tubuh gempal dan beberapa jerawat di wajahnya -seraya mempererat pegangannya kepada perempuan yang ia panggil Jinhee tadi.
Sementara itu, Han Jinhee yang bertubuh ideal dengan wajah yang sangat cantik itu hanya bisa tersenyum kecut. Ia juga tentu saja takut, namun untuk menenangkan temannya itu, ia hanya dapat berkata, "Sudahlah, tidak apa-apa Nanmi."
Sekelibat pikiran buruk menghampiri Jinhee. Ia ingat, banyak orang berkata bahwa gang yang tengah ia lewati ini sangat berbahaya jika dilalui diatas jam 9 malam. Bahkan temannya yang sedang bersamanya ini - Lee Nanmi, pernah dihadang oleh sekumpulan lelaki yang untungnya hanya meminta uang kepada Nanmi. Setelah itu, Nanmi pergi dengan perasaan takut yang membuncah.
Benar saja. Cerita Nanmi bukan cerita bohong belaka. Kini mereka sudah dihadang oleh sekumpulan lelaki tinggi yang nampak siap mengganggu keduanya.
"Hey gadis," sapa salah satu dari mereka seraya ingin merangkul Jinhee, namun Jinhee dengan tegas menepisnya. "Wah, yang cantik ini rupanya galak."
Kaki Nanmi bergetar. Ia merogoh saku rok sekolahnya dan meraba-raba adakah uang disana untuk diberikan kepada lima lelaki dihadapannya ini.
"Permisi, kami ingin lewat," ucap Jinhee berusaha memasang wajah tegas untuk menutupi ketakutannya.
"Tentu tidak gratis," balas lelaki yang nampak seperti bos diantara mereka.
"Aku tahu aku tahu, ini ambil saja!" Nanmi memberikan tiga lembar uang yang ada disakunya tadi.
Lelaki itu merebutnya kasar lalu terkekeh, "Memang setiap malam uang adalah tujuan kami. Tapi aku rasa malam ini berbeda."
"Apa yang kalian inginkan?" tanya Jinhee merasa muak melihat kelakuan lelaki tersebut.
"Kapan lagi kami kedatangan tamu secantik kau," ujar lelaki dengan rambut cokelat. "Bermain-mainlah dengan kami sebentar."
"Tidak!" seru Jinhee.
Nanmi menatap Jinhee, ia nampak kesal. Sangat banyak orang yang sudah pernah melewati gang ini. Memang seram, namun lima lelaki ini biasanya hanya meminta uang walaupun dengan hardikan. Dan sekarang?
Ia sudah memberi uang dan tetap tidak bisa pulang. Siapa yang harus ia salahkan? Tentu saja, temannya. Ya, Han Jinhee.
"Semua ini karena kau," ucap Nanmi pelan seraya melepaskan tautan tangannya pada Jinhee. Sementara Jinhee hanya mengernyit heran.
Ini bukan pertama kalinya bagi Nanmi. Ia yang merupakan teman satu-satunya bagi Jinhee sudah banyak menderita. Semua orang selalu mengatakan Jinhee cantik, pintar, segala-galanya. Dan ia merasa kurang percaya diri. Banyak lelaki tampan yang mendekati Nanmi, ia tentunya merasa bahagia, namun semua lelaki tersebut hanya memanfaatkan Nanmi agar bisa berkenalan dengan Jinhee.
Nanmi sudah benar-benar lelah.
"Biarkan kami pulang," kata Jinhee.
"Sudahlah, karena aku sudah membayar biarkan aku pulang. Dan kalian bisa bersenang-senang dengan temanku. Silahkan!" seru Nanmi berjalan menerobos lelaki tersebut dengan mudah lalu berlari secepat mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
All That Matters To Me
Teen FictionSemua perempuan ingin cantik dan serba bisa seperti dirinya, namun Han Jinhee tidak menyukai hal tersebut. Memiliki paras yang menawan benar-benar membuatnya kerepotan. Ia susah mendapatkan teman yang benar-benar tulus tanpa melihat materi. Belum la...