Bab 1 Kenangan Tak Terperih

234 31 45
                                    

"Bulan & Bintang, indah bersama, gelap berpisah"

★★★

Masihkah bintang itu berkelap-kelip di kala malam? Diantara ribuan lapis langit dan semesta. Membentuk sebuah wajah manis nan rupawan, Berdiri gagah menantang mega yang berhilir mudik dengan ceria. Wahai langit, sampaikan pada bintang, bahwa dia disini bersamanya, memandang langit malam yang sama. Dalam duka dan kegundahan, dalam tangis dan air mata.

Bukankah bintang di langit masih berpijar dengan terangnya, menghilangkan kegelapan pada malam yang gulita. Sampai kapan dia akan merenung dalam kesendirian, menatap langit itu di tempat yang biasa dia pijaki. Hamparan rumput hijau masih bergoyang, meninggalkan aroma segar yang menenangkan. Dinginnya malam, membuatnya meringkuk, memeluk lututnya sendiri dan menyembunyikan wajahnya di antara lipatan kakinya.

Bukankah bintang akan terus ada, meski gunung meletus dan banjir bandang? Apapun yang terjadi cahaya kecil menenangkan itu akan terus terhias di antara permadani angkasa tiap malam tiba. Dan anak kecil manis itu akan terus ada di sana, mengingat kembali kenangan yang tersusun dengan rapi, mengikatnya kuat-kuat dan tak akan membiarkannya terlepas begitu saja. Bintang. Itu namanya.

Disisi lain seorang gadis kecil cantik, juga memandangi langit malam yang sama, pikiran anak itu terus berkelana. Berjalan dan sesekali tersendat. Bulan itu masih terus ada di sana, cahaya terang nan menggetarkan itu masuk dan menelusup ke dalam manik mata hitam pekatnya. wahai langit sampaikan pada bulan dia disini bersamanya menatap langit malam yang sama, dalam duka dan kegundahan, dalam tangis dan air mata.

Bukankah bulan di langit itu masih terus bersinar? Menerangi langit malam yang gulita... menyisakan dua insan manusia yang berbeda, dan menyatukannya dalam kegelapan malam? Bulan. Itu namanya.

★★★

Bintang mengerjap beberapa kali, mencoba menerka kembali dimana dia berada saat ini. Bukankah tadi dia berada di padang rumput dengan hamparan bintang-bintang yang bertebaran? Namun mengapa dia sekarang berada sebuah ruangan dengan bau obat-obatan dan pakaian biru muda ini lagi? Ya lagi...

Dia sudah cukup muak berada di tempat ini berkali-kali selama berbulan-bulan terakhir ini. Keluarganya berpindah ke kota sekitar lima bulan yang lalu. Sebenarnya jika dilihat-lihat lagi bintang sudah seringkali sekarat, namun sebelum mereka pindah ke kota dan berada di desa, tidak ada rumah sakit. Dia sembuh dengan sendirinya. Kita tahu dia laki-laki yang kuat. Dia tangguh.

Lihat saja bekas-bekas luka disekujur tubuhnya yang masih terpampang dengan jelas. Di setiap bekas luka itu, ada kenangan yang tersematkan. Luka di kaki contohnya, dia mendapatkannya satu tahun yang lalu saat malam hari. Saat itu ayahnya sedang mabuk, meminum alkohol sebanyak lima botol. Dia ingat, luka ini dia dapatkan demi melindungi ibunya.

Saat ini dia ingin bertemu dengan ibunya. Meskipun dia tahu, tidak mungkin dia berjalan karena tubuhnya sangat lemas dan tak dapat digerakkan. Luka di kepala membuatnya pusing bukan kepalang, rasanya sakit dan perih. Dia tak dapat berpikir, meskipun sekarang dia sangat ingin memikirkan ibunya.

Seorang suster, dengan pakaian putih dari atas hingga bawah itu masuk dengan senyuman. Suster lena. Dia ingat suster itu, karena setiap dia dirawat inap di rumah sakit. Selalu saja suster ini yang merawatnya. Dia ramah, baik hati, dan sabar. Tapi di sudut hati sang suster sedih sungguh jelas terasa. Bagaimana tidak? Dia tidak rela, seorang anak tampan nan manis ini, menjadi korban pelampiasan kemarahan ayahnya.

"halo, si ganteng lagi ngapain?" suster lena bertanya dengan lembut pada bintang. Menghampiri bocah itu dan duduk disampingnya.

"saya sedang berpikir suster..." mata anak itu mengerjap menatap sang suster dengan raut sedih. Lena tak tega melihat pemandangan yang menyakitkan seperti ini. Bagaimanapun juga Bintang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri.

KomponentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang