Sepi.

95 8 0
                                    

"Apaan sih? Gue lagi gak mau nyari masalah sama lo, Na" aku berusaha melepas kan tanganku yang sedari tadi digenggamnya erat-erat.

"Lo kenapa jadi sok kecantikan gini sih? Emang lo kira Haikal bakalan seneng gitu sama lo?" sambil menarik tanganku yang mulai terlihat memerah. "Lepasin gue ih" tarik ku kembali. Akhirnya, aku bisa melepaskan genggamannya.

"Mau lo apaan sih sebenernya?" aku yang masih memegangi tanganku yang merah tadi.

"Gue mau lo jauhin Haikal"

Deg.

'Gue mau lo jauhin Haikal' Hahaha bodoh. Lo pikir lo siapa nyuruh gue buat jauhin dia? Emang lo kira gue bisa ngejauhin dia? Gue udah dari awal masuk sekolah udah bareng-bareng sama dia, ditambah projek-projek yang selalu bikin gue ama dia bareng-bareng sama dia, Na. Dan yang terakhir, gue juga sayang sama Haikal.

"Kalo enggak, Haikal bakal gue bikin celaka," tambahnya diakhir kalimat,setelah itu langsung meninggalkan aku yang masih berdiri diam yang sedang mencerna baik-baik apa yang dikatakan Andina barusan.

Aku berjalan menuju kelas dengan perasaan yang hancur. Jelas saja hancur, bagaimana tidak kejadian barusan sangat memukul hatiku yang kemarin belum saja sembuh.

Aku duduk dikursiku tanpa melihat sekitarku."Sheil, lo gak papa?" tanya Karina teman sebangku ku.

"Gak papa kok," jawabku yang kemudian meletakkan kepalaku dimeja yang dialasi oleh tanganku.

Karina masih terlihat kebingungan dengan ulahku. Tidak biasanya sekali aku seperti ini."Sheil, muka lo pucet banget" katanya yang masih sama."Badanlo panas, Sheil" sambil menempelkan punggung tangannya ke jidatku.

"Gurunya dateng," kata Oci sambil masuk dan duduk menuju tempat duduknya." Ihh, elo kenapa Sheil?" sambil memajukan tubuhnya yang melewati batas mejanya.

"Gaktau gue juga. Katanya gak papa. Tapi padahal badannya panas banget" sela Karina sambil menatap ke arah Oci dan Sima. Namun, aku hanya terdiam masih meletakkan kepalaku ke meja didepanku.

"Pagi anak-anak" sapa Pak Kris selaku guru bahasa indonesia. "Pagi pak" jawab kami seisi kelas serentak.
Pak Kris ini merupakan wali kelas dari kelas kami.

"Yasudah mari buka buku kalian halaman 266. Lalu ceritakan ke depan maksud dari bacaan tersebut," Pak Kris sambil membolak-balikkan buku yang dipegangnya."Eh kamu Sheilla. Kenapa? Kamu sakit? Dari tadi saya liat wajah kamu pucat sekali" katanya menunjuk kearahku.

"Mmm.. iya, Pak. Saya gak enak badan. Saya ijin ke uks pak," aku keluar beranjak dari bangku ku."Eh tunggu. Coba kamu Karina antarkan Sheilla ke uks, jangan biarkan dia sendiri." Pak Kris sambil memberhentikan langkahku hingga Karina datang berjalan disebelahku.

"Makasih pak. Saya permisi" aku dan Karina meninggalkan kelasku dengan posisi tangan Karina yang memegang lengan tanganku.

Kebetulan ruang uks sedikit agak jauh dari kelasku dan sangat kebetulannya melewati kelas Haikal dan Gabriel. Sial memang. Tapi,memang itu kenyataannya.

Aku berjalan tanpa melirik kedepan sama sekali. Aku hanya menunduk dan berusaha memberdirikan tubuhku dengan benar. Aku masih saja bungkam dan membiarkan Karina dalam keadaan bertanya-tanya tentang keadaanku.

Ketika aku melewati kelas Gabriel aku menemukan sosok mata yang tidak asing lagi. Dia menatapku penuh tanda tanya, seperti ingin berbicara tapi aku sama sekali tidak melihatnya. Sama sekali tidak.

***
"Lo yakin gakmau cerita, Sheil?" Karina yang bertanya untuk ke-3 kalinya. Aku masih terbungkam dalam ranjang uks. Aku sudah berusaha menahan air mata ini agar tidak terjatuh didepan siapapun,tapi sayangnya aku gagal. Air mataku meluap hingga membasahi permukaan pipiku yang sudah lebih dulu diketahui oleh Karina ketimbang aku. "Lo tu nganggep gue apaan sih, Sheil? Gue temenan ama elo itu udah lama. Jadi gue tau kalo lo kayak gini pasti ada yang lagi lo pikirin. Lo masih gamau cerita? Ha?" nadanya menaik namun masih terlihat terkendali.

Pelangi HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang