Kaki ku kembali menginjak lantai sekolah yang beberapa hari kemarin tidak kulewati. Selama dua hari kemarin aku lebih memilih untuk beristirahat dirumah daripada memaksakan diriku yang sedang tidak sehat tetap masuk sekolah.
Lorong sekolah masih lengang. Aku memang sengaja berangkat lebih awal dari biasanya."Kamu sudah sembuh?"
Aku tersentak mendengar suara itu. Kukira, hanya aku yang berada dilorong sekolah ini. Ternyata tidak.
"Elo?"
"Sudah sembuh?" katanya yang masih dengan nada yang sama.
"Udah" aku langsung bergegas mempercepat langkahku agar segera sampai dikelasku.
"Kamu mau kemana?" jawabnya sambil menahan lengan tanganku. "Kekelas. Ngapain?" jawabku sedikit ketus.
"Ada yang mau saya bicarakan" katanya serius. Kemudian menarik lenganku dengan halus lalu mengarahkannya menuju tempat duduk yang masih berada dilorong. "Sini duduk" katanya sambil mengisyaratkan bahwa aku diharuskan duduk disebelahnya.
"Apa?" kataku sambil membenarkan posisi dudukku. "Anuu..." nadanya sedikit gugup. Nih orang mau ngapain sih, ngomong aja ribet.
"Anu apa, gue gaada waktu banyak" jawabku sedikit tergesa-gesa karena tidak sabar menunggu jawabannya. Lah? Dah lupain.
"Sayaaa....." duduknya kini sedikit menjauh dari posisi awal. "Say....sayaa mau mengambil handphone saya" langsung menghembuskan nafas nya setelah mengeluarkan apa yang seharusnya ia katakan. Anjir.
"Hahhh?!?!?!" jawabku sambil mengernyit. "Maaf kemarin saya ingin kerumahmu. Cuman kamu sepertinya perlu istirahat yang cukup. Jadi saya batalkan". Tanpa basa-basi langsung ambil ranselku dan membukanya dengan gusar. Kuraih handphone nya, kemudian ku letakkan ditangannya dengan sedikit kesal. Aku segera meninggalkan nya yang sedang kebingungan melihat sikapku.
Aku memang sengaja membawa handphone-nya karena aku sudah memiliki niat untuk mengembalikannya hari ini.
Aku berlari menuju kelasku. Tidak lama dari aku berlari, aku sudah sampai di kelasku. Ya, cepat memang. Tapi tidak secepat melupakan kenangan bersama mantan. Sudah lupakan.
***
"Mau kantin gak?" kata Sima yang kini duduknya menjadi denganku.
"Mmm, nitip ajadeh gue. Males keluarnya gue" jawabku sambil mengeluarkan uang disaku ku. "Nitip apa?" tanya Sima. Dia memang mengerti sekali sifatku. "Nitip--" belum selesai aku berbicara, salah satu guru sudah menyuruhku untuk menemuinya diruang guru.
"Sheil, disuruh Bu Elisa kekantor sekarang" aku hanya mengangguk pelan. Sudah kuduga, pasti langsung bertemu dengan tugasku yang belum selesai. "Gue ikut jalannya aja. Tar gue belok ke kantor lu kekantin ya" aku langsung beranjak dari bangku ku kemudian kami berempat jalan beriringan. Memang kebetulan kantin dan ruang guru tidak terlalu jauh.
Setelah sampai diruang guru, aku bergegas menemui Bu Elisa. "Permisi bu" kataku sambil mencium punggung tangannya. "Alhamdulillah kamu sudah sembuh. Ibu hampir putus asa melihat kamu tidak kunjung sembuh, Sheilla. Bagaimana rencana pensi nya?" jawabnya dengan sabar. Penuh harapan memang kata-katanya, seolah-olah pensi tidak akan jalan jika bukan aku yang mengkoordinir.
"Alhamdulillah bu. Kemarin sudah bagus bu saya lihat gladi kotornya. Mungkin kita ulang beberapa kali lagi sudah siap sesuai dengan apa yang kita harapkan ya, Bu." jawabku sambil sambil membetulkan posisi dudukku yang kurasa tidak nyaman.
"Maafkan saya ya Sheilla. Saya terlalu membenani kamu, sampai-sampai kamu baru sembuh pun saya sudah menanyakan hal ini" raut wajah Bu Elisa berubah seperti merasa bersalah. Padahal sebenarnya, aku sama sekali tidak keberatan apa yang dibebankan kepadaku. Aku hanya keberatan jika memang hal itu membuat aku semakin sulit untuk menjauhi Haikal. Pfft.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Hitam
RandomKetika aku berusaha mencari pelangi itu, ternyata pelangi itu adalah kamu. Ketika aku mencoba meraihnya yang sedang berada di dekatku, ternyata itu sangat jauh untuk raih. Ketika aku berusaha membuat pelangi hitam menjadi pelangi umumnya,aku menemuk...