Suara alarm membangunkan Luke yang tengah tertidur sambil memeluk guling. Luke mengerang dan meraih ponselnya. Setelah mematikannya, Luke menguap dan menggaruk dadanya yang tidak gatal. Dia menoleh ke samping kanannya dan melihat Emma yang masih tertidur memunggunginya. Sebelum bangkit, Luke mencium pipi Emma dengan lembut.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, Luke menuju dapur untuk membuat sarapan. Luke sengaja bangun lebih pagi dari Emma supaya bisa membuat sarapan untuk dirinya dan Emma, dan juga agar ia tidak terlambat bekerja. Jangan bayangkan Luke akan memasak telur dadar atau semacamnya untuk sarapan, karena Luke tidak bisa memasak. Dia pernah memasak telur dadar untuk sarapan yang setelah ia makan, rasanya sangat asin.
"Tumben bangun pagi?" tanya Emma yang baru saja memasuki dapur, lalu duduk di kursi meja makan, di hadapan Luke.
Luke, yang sedang mengoleskan selai cokelat ke roti, tersenyum. "Biar bisa buatin kamu sarapan,"
Emma ikut tersenyum dan melihat piring yang di atasnya terdapat roti yang sudah dioleskan selai.
"Yaudah, dimakan. Jangan diliatin aja," kata Luke yang sudah selesai mengoleskan selai ke rotinya. "Aku buatnya pake cinta, lho."
"Kamu pagi-pagi udah gombal aja." kata Emma tertawa kecil, lalu memakan roti yang sudah dibuatkan Luke tadi.
***
"Selamat pagi, anak-anak." sapa Luke setelah memasuki ruang kelas.
"Selamat pagi, Pak." sapa murid-murid secara serempak.
"Selamat pagi, ganteng." celetuk salah satu murid perempuan yang membuat seluruh murid di kelas itu menoleh ke arahnya.
Luke yang mendengar itu hanya tersenyum tipis sambil membuka buku yang ia bawa tadi. Anak perempuan itu, sebut saja Stella, memang berbeda dari murid-murid yang Luke ajar. Stella selalu menyapa Luke seperti itu saat ia masuk ke kelasnya.
Stella terkadang mengangkat tangannya saat Luke sedang menerangkan dan bertanya yang sama sekali tidak berkaitan dengan materi. Tapi, Luke hanya menanggapinya sebagai candaan semata. Toh, Stella juga mengerti apa yang diajarkan Luke dan nilainya pun selalu di atas KKM. Hal itu yang membuat Luke bangga pada dirinya dan juga Stella, serta murid lainnya, yang membuatnya merasa tidak gagal menjadi guru selama ini. Walaupun begitu, kalau Stella ataupun murid yang lainnya sudah kelewatan atau tidak memerhatikannya saat menerangkan, Luke tidak segan-segan akan bersikap tegas.
Namun, di hati Luke yang paling dalam, dia merasa risih dengan keberadaan Stella di kelas ini. Luke seperti ingin menenggelamkannya di rawa-rawa. Tapi, itu tidak mungkin ia lakukan.
"Oke, sekarang kita masuk ke bab selanjutnya yaitu Peluang." kata Luke sambil menulis 'Peluang' di papan tulis.
Ya, Luke mengajar Matematika di sekolah ini. Matematika memang bukan pelajaran favoritnya saat masih sekolah dulu. Tapi, anehnya, Luke selalu bisa mengikuti semua materinya dan selalu mendapat nilai yang bagus. Sampai akhirnya, karena desakan dari Mama tersayangnya, dia mengambil jurusan Matematika saat kuliah dulu.
Luke mulai menjelaskan bab tersebut tanpa ada interupsi dari muridnya yang entah terlalu serius pada materi yang diterangkan atau tidak mengerti. Atau mungkin, bagi murid perempuan, terpesona menatap Pak Guru Ganteng itu.
"Jadi, ada pertanyaan?" tanya Luke kepada muridnya, yang setengah dari mereka terlihat cengo dan setengahnya lagi terlihat mengerti, setelah ia selesai menerangkan.
Kedua mata Luke melihat ke arah Stella yang mengangkat tangannya. "Ya, Stella?"
"Kalau rumus peluang buat dapetin hati Bapak, ada nggak?" tanya Stella tanpa malu sedikitpun. Sebagian murid terlihat menahan tawa mereka dan mengucapkan, Cie. Sebagiannya lagi, khususnya murid laki-laki, terlihat memutar bola matanya tidak suka.
Luke tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Coba kamu nanti cari di Mbah Google, ya. Sekarang buka halaman enam puluh delapan, kerjakan bagian A. Kalau ada yang kurang jelas, bisa tanyakan saya." perintah Luke kepada muridnya.
***
"Makasih, Pak." kata Luke setelah Pak Aston memberikan martabak pesanannya.
"Iya, sama-sama, Dek. Salam buat istrinya, ya." kata Pak Aston yang kembali membuat pesanan para pelanggannya.
Luke terkadang menyempatkan dirinya membeli martabak Pak Aston yang masih berjualan hingga saat ini setelah pulang bekerja. Walaupun umur Pak Aston sekarang sudah mau mendekati kepala empat, ia masih terlihat awet muda.
Saat Luke beserta mobilnya sudah setengah jalan menuju rumah, tiba-tiba ada pengendara motor yang seperti mengatakan sesuatu kepadanya. Luke tidak mendengar begitu jelas apa yang dibicarakan pengendara motor itu, dan, akhirnya, mengabaikannya yang sudah melaju mendahului mobilnya. Luke sempat mengira pengendara motor itu adalah komplotan begal.
Entah mengapa Luke seperti mendengar suara roda di bagian belakang mobilnya saat ia melewati jalanan sepi. Karena perasaannya yang semakin tidak enak, Luke memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu turun untuk memastikan apa yang menyangkut di bagian belakang mobilnya.
Luke terlihat terkejut saat melihat benda yang entah bagaimana bisa menyangkut di bagian belakang mobilnya.
***
Kira-kira benda apakah itu? :-)
Rekor terbaru gua update ff ini 4 hari berturut turut haha
Next update jumat/sabtu deh
Gue merasa ff ini makin kesini makin aneh dan receh haha
#pakguruganteng
#stellapengharumruangan
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemma // lrh
Fanfiction[Book 3] Just another story about Luke and Emma. Highest rank #86 in Fanfiction (18-9-2016) © 2016 by fadha-fs