"Bapakku kawin lagi. Aku ditinggalin. Aku sakit hati. Ibuku diduain. Ibuku minta cerai, tapi dipukulin. Bapakku pengkhianat. Ibuku dibohongin. Lelaki kardus. Lelaki karpet. Lelaki kencrot..."
"Lagi ngapain lo, Mike?" tanya Luke setelah mendengar lagu dari ponsel Michael. Luke kemudian duduk di samping Michael.
Michael, yang sedang berselonjoran di sofa di halaman belakang rumah Luke, terlihat senyam-senyum. "Ini lagi nonton video parodi Lelaki Kardus,"
Luke memutar bola matanya. "Nonton video yang bermanfaat, kek. Malah nonton video Lelaki Kardus."
"Daripada nonton bokep yang lebih nggak bermanfaat," kata Michael yang kini sudah selesai menonton video parodi itu. "Belum tidur lo?"
"Belum. Gue pengen ngadem dulu," kata Luke menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Sekalian pengen ngomongin yang tadi pagi sama lo."
Michael menghela napas, lalu menaruh ponselnya di atas sofa. "Luke, sebenernya gue mau aja bantuin lo. Tapi, kalau nggak ada petunjuk sama sekali, gimana kita bisa nyari?"
Luke hanya terdiam sambil memandang ke arah bintang-bintang di langit. Luke sama sekali belum memikirkan rencana untuk mencari orang tua Lemma. Luke akui perkataan Michael memang benar. Mereka tidak bisa mengetahui siapa orang tua Lemma kalau mereka tidak memiliki petunjuk sama sekali.
"Apa kita cari di Facebook?" tanya Luke tiba-tiba.
Michael memutar bola matanya dan mendengus. "Gimana mau cari di Facebook kalau nama orang tuanya aja kita nggak tau? Lo itu guru, tapi kenapa lo agak bego, sih?"
Luke hanya mendengus, kedua matanya masih memandangi langit. Pikiran Luke saat ini memang sedikit tidak fokus. Mungkin karena dia sudah lelah dan banyak pikiran.
"Kalau kayak gini, mending lo laporin ke polisi aja. Atau..." kata Michael sengaja memberi jeda.
Luke menoleh. "Atau apa?"
"Atau lo kasih ke panti asuhan kalau lo sama Emma memang udah nggak sanggup ngurus dia," kata Michael kembali.
Luke lagi-lagi hanya terdiam sambil mengalihkan pandangannya. Luke dan Emma memang merasa sanggup dan tidak keberatan untuk mengurus Lemma. Pemikiran tentang orang tua Lemma yang mungkin sedang mencarinyalah yang membuat Luke ragu dan bingung.
"Atau lagi," kata Michael yang membuat Luke menoleh kembali, "lo angkat dia jadi anak lo. Lagian dia lucu. Matanya juga mirip sama lo."
Usulan terakhir Michael memang kedengarannya seperti jalan lain kalau mereka memang sudah menyerah dengan usaha mereka. Namun, hanya satu pertanyaan dari sekian banyak pertanyaan di dalam pikirannya yang membuatnya ragu untuk mengambil usulan itu, apa Emma mau angkat Lemma jadi anak kita?
***
"Jadi, ada pertanyaan?" tanya Luke kepada murid-muridnya setelah ia menjelaskan tentang bab Persamaan Lingkaran.
Setelah menunggu beberapa detik dan tidak ada yang bertanya, Luke akhirnya membuka suara kembali. "Oke. Kalau nggak ada, saya mau membagikan hasil ulangan kalian kemarin."
Perkataan Luke tadi membuat wajah hampir seluruh murid di kelas ini menjadi tegang. Luke terlihat berjalan menuju meja dan mengambil tumpukan lembar jawaban yang ia sudah koreksi kemarin. Luke kemudian mulai menyebutkan nama murid-muridnya satu persatu.
"Peter, Stella," sebut Luke yang langsung ditanggapi oleh Peter dan Stella. Mereka langsung beranjak dari bangku masing-masing dan menghampiri Luke.
"Pulang sekolah nanti kalian ke ruangan saya, ya." kata Luke setelah Peter dan Stella mengambil lembar jawaban masing-masing.
"Ada apa emangnya, Pak?" tanya Peter dan Stella bersamaan.
"Cie, barengan." goda Luke.
Peter dan Stella hanya saling melirik satu sama lain. Luke akhirnya membuka suara kembali. "Ada yang mau saya omongin. Khususnya nilai kamu, Peter."
Setelah Peter dan Stella kembali ke bangku masing-masing, Luke mulai membagikan kembali hasil ulangan murid-murid yang lain. Stella hari ini terlihat agak pendiam, tidak seperti biasanya yang selalu mengeluarkan gombalannya kepada Luke. Luke yang mengetahui itu merasa sangat bersyukur.
***
"Masuk!" perintah Luke setelah seseorang mengetuk pintu ruangannya.
Terlihat Peter, diikuti Stella di belakangnya, masuk ke dalam ruangan Luke. Luke kemudian mempersilakan mereka duduk di kursi di hadapannya. Peter dan Stella hanya terdiam, menunggu Luke untuk mulai berbicara.
"Oke. Kita langsung aja, ya," kata Luke, lalu melihat Peter. "Peter, nilai kamu di pelajaran saya jauh di bawah KKM. Kalau nilai kamu terus begini, kamu bisa nggak naik kelas nanti. Jadi, saya mau kasih kamu tutor biar nilai kamu seenggaknya bisa lebih baik."
"Tutor, Pak?" tanya Peter agak terkejut.
"Iya," jawab Luke sambil menganggukkan kepalanya. "Stella yang bakal jadi tutor kamu."
"Gue- eh, saya jadi tutornya, Pak?" tanya Stella terkejut sambil menunjuk dirinya. Peter terlihat tak kalah terkejutnya dengan Stella.
"Iya," jawab Luke yang kini melihat Stella. "Nilai kamu di pelajaran saya selalu di atas KKM. Saya kira kamu bisa jadi tutornya."
"Kenapa nggak Bapak aja yang jadi tutornya? Saya juga masih butuh tutor, Pak. Mungkin Bapak bisa jadi tutor saya juga." kata Stella yang kelihatannya tidak setuju untuk menjadi tutornya Peter. Peter terlihat hanya diam saja sambil melihat Stella dan Luke bergantian.
"Nilai kamu selalu seratus di pelajaran saya. Jelas kamu nggak butuh tutor," kata Luke. "Kamu coba dulu aja jadi tutornya. Kalau nilai Peter masih tetep segitu aja, saya bakal ganti tutornya."
***
Mau chapter khusus peter sama stella ga? Wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemma // lrh
Fiksi Penggemar[Book 3] Just another story about Luke and Emma. Highest rank #86 in Fanfiction (18-9-2016) © 2016 by fadha-fs