PART 8 - HOUSE OF AMBER STREET (2)

2.3K 236 28
                                    

"Ayo kita makan!" seru ibuku sambil membuka piringnya. Aku sangat senang bisa makan bersama ibu setelah sekian lama aku tidak bertemu dengannya. Caranya tersenyum padaku membuat diriku rindu akan dirinya.

"Bagaimana rasanya? Enak?" tanya ibuku ketika aku menyodorkan sendokan pertama ke mulutku.

"Seperti biasa, masakan ibu rasanya luar biasa!!" jawabku. Ibuku hanya tersenyum lirih mendengar kalimat yang ku lontarkan. Ibuku terus menerus bertanya tentang keseharianku selama tinggal sendiri. Aku bercerita banyak hal kepada ibu, mulai dari sahabat ku di tempat kerja, mba Desi. Hingga pertemuanku dengan orang asing yang selalu mengikutiku layaknya bayanganku sendiri dan aku juga menceritakan mimpi buruk yang kualami yaitu melihat ibuku terbunuh oleh orang asing itu. Ia memberikan saran dari setiap masalah yang ku ceritakan. Kami terus berbincang-bincang hingga akhirnya topik pembicaraan kami berubah. Seorang wanita tua yang gambarnya terpampang di dinding dapur seketika menghentikan obrolanku, gambar wanita itu seakan merubah suasana. Melihat mataku yang terpanah pada gambar wanita di dinding dapur, wajah ibu-pun ikut berpaling. Ketika diriku tersadar, wanita yang ada di dalam gambar itu adalah wanita yang sama dengan yang ada di dalam foto. Aku ingat namanya, Marry Daisy. Kemudian ibuku memalingkan wajahnya, ia memandangku dengan tatapan yang tajam.

"Cepat habiskan makanannya lalu tidur!" wajah datarnya seketika berubah, ia tersenyum. Aku sedikit heran dengan ibu, seperti ada yang berubah dari dirinya, tidak sehangat dulu. Ketika berada di dekatnya, tidak kurasakan kenyamanan sewaktu dulu. Aku merasa sedang bersama orang asing. Dengan cepat aku menghabiskan sisa makanan di piring, Kemudian ibu berdiri dan pergi begitu saja tanpa meninggalkan sepatah katapun. Aku membawa piring kotor yang ada di meja ke wastafel. Aku mencucinya satu per satu, membersihkan sisa noda yang ada di piring. Aku melihat sisa daging di piring ibu. Aku sedikit bingung, diatas daging itu masih tersisa sedikit darah. Darahnya tampak merah menyala, sangat beda dari daging pada umumnya. Namun, aku membiarkannya.

Di dalam rumah ini ada beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar yang sudah dibuat sejak lama oleh Marry Daisy, diantaranya, tidak boleh keluar rumah tanpa seizin pemilik rumah, tidak boleh datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu kepada pemilik rumah, tidak boleh membuka kamar di sebelah dapur tanpa seizin pemilik rumah, dan masih banyak yang lainnya. Kenapa harus ada peraturan di dalam rumah ini, hal itu sama saja membatasi aktivitasku. Aku tidak terlalu yakin bahwa ini adalah rumah Nenek. Siapa sebenarnya Marry Daisy? Apakah benar dia Nenek? Untuk apa dia membuat peraturan semacam itu? Berbagai macam pertanyaan bermunculan di benakku.

Setelah semua piring tercuci, aku bergegas menuju ke kamarku dan rebahan di tempat tidur. Mataku mulai terpejam perlahan, akhirnya akupun tertidur lelap. Keesokan harinya aku terbangun dengan rasa pedih di betis kananku. Ketika aku melihatnya, luka goresan melukai betisku, sangat banyak. Aku mencoba menahan rasa pedih yang terus menerus menghantam betisku. Aku berjalan mencoba menemui ibu lalu menceritakan luka di betis kakiku ini.

"Pagi, bu!" teriakku dari luar dapur. Ibu menoleh ke arahku lalu tersenyum.

"Pagi, nak! Gimana tidurmu semalam, nyenyak?" tanya ibuku sambil terus memotong bahan makanan di nampah tanpa memperhatikanku.

"Nyenyak bu, tapi aku dapat sedikit masalah!" jawabku,

"Masalah apa?" ibu bertanya kembali

"Lihat ini, bu!" aku menunjukan luka di betisku. Ibu hanya melihat sebentar ke arah lukaku itu lalu kembali memotong motong sayuran.

"Itu hanya luka akibat terkena serangga, sebentar lagi akan sembuh!" ujar ibu. Ia tampak biasa saja, beda dengan yang kukenal dulu. Perhatian dan kasih sayang yang ia berikan sewaktu dulu kini sirna bak termakan oleh waktu. Wajahku kebingungan. Ia terus menerus memperhatikan sayuran yang ia potong. Tidak ada secuil kata pun yang keluar dari mulutku, suasana nampak hening. Seketika, wajah ibu berubah menyeramkan. Ia berhenti memotong dan menancapkan pisau itu di alas yang terbuat dari kayu. Ia mengangkat wajahnya dan menatap tajam ke arahku. Kini tangannya mencabut pisau yang sedari tadi tertancap di alas kayu. Kini, ia mengangkat tangannya dan melemparkan pisau itu ke arahku. Sontak, aku terkejut. Lemparan itu begitu kencang, mata pisau yang berada setengah meter di hadapanku itu nampak tajam sekali. Aku mencoba menghindar di balik dinding dapur. Pisau itu mendarat tepat di sebelahku.

"Kamu merindukan kasih sayang ibu, nak?" ujar ibuku dari dalam dapur. Mataku mulai meneteskan air mata mendengar perkataan itu.

"Sayangnya ibumu tidak disini!" sambungnya.

Sudah kuduga makhluk itu bukanlah ibu! Aku masih tetap berdiri di belakang tembok sambil terus meneteskan air mata.

"Jika kau ingin pergi saat ini juga, ingat-lah pada peraturan! Akan ada sanksi dari setiap aturan yang dilanggar!" ujar ibu.

Aku tidak tau apa yang dilakukannya saat ini. Aku hanya bisa tertegun di balik dinding dapur dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

------------------------------------------------------
Jangan lupa give vomment ya!

Sampe disini udah ada yang bisa ngungkapin misterinya belom????

Butuh banget nihh kritik dan saran dari kalian :D

Ohh iyaa, author mau ngasih recommend nih buat kalian yang suka cerita romance/teenlit. Baca cerita ini yukk!!!

"Who Is He?"

Silahkan kunjungi work-nya @TariAmalia

Ceritanya kece banget dan kamu WAJIB BACA!
Awas kalo gk baca ntar di teror kayak si aku!

Website Pribadi untuk Para PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang