PART 11 - KEMATIAN DERY

2.3K 211 17
                                    

Aku masih duduk di kursi kayu ini. Menunggunya kembali. Berharap ia tidak melahap nyawa Dery yang sama sekali tidak bersalah. Kukerahkan sisa tenaga yang kupunya untuk melepas gulungan tali yang sejak tadi melilit tangan dan kakiku. Aku mengambil sebuah pisau di meja yang letaknya di sampingku.

"Ayolah..." aku mengais pisau yang tergeletak di atas meja dengan keadaan pergelangan tangan terikat.

"Sedikit lagi...."

Aku memanjangkan tanganku, akhirnya pisau itu berhasil ku pegang. Tak lama kemudian, seseorang berdiri mematung di pintu menghalangi pancaran cahaya dari luar ruangan, dengan menggenggam sebuah benda di tangan kanannya.

"Ingin mencoba kabur?"

"Silahkan!" sambungnya.

"Apa yang sedang kau pegang?" tanyaku.

"Silahkan kau lihat sendiri!" ia menggelindingkan benda itu dengan kencang. Benda itu menggelinding tak beraturan. Ia berjalan menjauh dari pintu, membiarkan pancaran cahaya masuk kedalam. Kini aku bisa melihat benda yang menggelinding itu. Sebuah kepala seorang pria sedang berputar mendekatiku. Darah segar masih menetes dari pangkal leher pria malang itu. Ditambah dengan sisa-sisa daging berwarna merah pekat juga masih menggantung.

Hingga akhirnya kepala itu berhenti tepat di bawah kakiku. Sungguh pemandangan yang amat mengerikan. Dengan mata terbuka lebar seperti ingin keluar dari kelopaknya dan mulut menganga. Dapat kupastikan itu adalah kepala Dery. Sahabatku.

"DERY!!!" Aku berteriak dengan suaraku yang hampir habis.

"Sudah terjawab pertanyaanmu tadi, bukan?"

"Kenapa kau membunuhnya?" aku memekik sedih.

"Apa salah dia?" sambungku.

"Baiklah, ini sudah kelewat batas!" aku terus menerus berbicara. Sementara ia mengabaikan celotehan ku dan masih berdiri mematung di dalam kegelapan. Ia berjalan keluar ruangan. Ini adalah kesempatanku untuk memutuskan gulungan tali yang menyiksaku ini. Aku menundukan kepala menuju pisau yang berada di tangan kananku. Aku menggeram. Aku mengangkat pisau itu. Membuat pisau itu menjulang tinggi. Untung saja telapak tanganku masih bisa digunakan. Aku terus berusaha meraih pisau itu dengan mulutku.

Krek.

Aku berhasil menggigit ujung pisau itu. Satu  langkah telah kuselesaikan. Langkah selanjutnya, aku harus memutuskan ikatan tali yang menggulung tangan dan kakiku. Kemudian langkah terakhir, melarikan diri dari semua siksaan ini. Aku menggeser pisau itu menggunakan ujung lidahku hingga pangkal. Cukup mengerikan. Sedikit saja aku lengah, mata pisau itu akan mengiris-iris lidahku.

Akhirnya aku bisa menjepit pangkal pisau itu menggunakan gigiku. Aku menggesekan pisau itu ke pergelangan tangan kanan. Awalnya punggungku terasa sakit, tapi aku membiasakan diri. Membiarkan rasa sakit itu menyerang.

Syukurlah, satu ikatan di tangan kananku terputus. Dan Marry Daisy belum kembali dari perginya. Aku masih memiliki kesempatan untuk memutuskan ikatan di tangan kiriku. Ikatan yang sangat kencang itu membuat pergelangan tangan kananku mati rasa. Tubuhku kini dipenuhi oleh rasa perih yang sangat menyengat. Ditambah rasa perih yang disebabkan oleh goresan di lengan kiriku yang masih memaparkan darah berwarna merah pekat. Namun, ada yang aneh dengan lengan kananku. Rasa perih itu tidak kurasakan. Inikah yang terjadi jika mengalami mati rasa di anggota tubuh? Yang jelas ini sama sekali tidak enak.

Tanpa berpikir panjang, aku menggesekan pisau ke gulungan tali yang menggumpal rapih di tangan kananku. Kecepatanku bertambah. Akhirnya, dengan segumpal tenaga yang kukerahkan, gumpalan tali itu berhasil putus.

Aku mengambil pisau itu. Kini aku harus memotong ikatan tali di kaki. Aku berhasil memutuskan ikatan tali di kedua lenganku. Aku terbebas.

Aku berjinjit perlahan menuju pintu dan masih menggenggam pisau. Jantungku semakin berdegup. Kuharap Marry Daisy tidak menampakan dirinya di depan pintu.

Aku berhasil lolos dari ruangan gelap yang amat bau itu. Aku berjalan menuju tangga. Tiba-tiba dari belakang sebuah pukulan kencang menghantam kaki kiriku. Tubuhku terjatuh. Terlihat pemandangan wanita dengan paras menyeramkan di belakangku. Aku berhadapan dengannya. Matanya yang merah dan mimik wajah marah menampakan sosok iblis yang kejam.

Tak lama kemudian, ia mengayunkan batang kayu ke kepalaku. Aku berguling ke kanan. Pukulan kayu itu menghantam lantai dengan sangat kencang. Aku memiliki siasat kejam. Kutancapkan pisau ke kaki kanannya dan tak lama kemudian aku mencabut pisau itu kembali. Wanita itu mengeluarkan teriakan bengis yang amat menyeramkan. Kaki kanannya mengeluarkan semburan darah yang amat deras. Terlihat di mataku, tubuhnya mulai terkulai lemas. Aku berlari meninggalkan wanita itu. Satu per satu aku menuruni anak tangga dengan cepat.

"met de kracht gedroog, please help me!" wanita itu mengeluarkan teriakan amat kencang. Seisi rumah ini dihiasi dengan suara teriakannya.

"Wet die hij!"

Aku sempat terdiam sejenak. Wajahku memucat. Dia mengeluarkan kata-kata permohonan yang tidak kuketahui untuk siapa perkataan itu.

Tiba-tiba saja aku terkejut melihat wanita itu sudah berdiri diatas. Wajahnya kini berubah memerah. Ia meraung sangat menyeramkan.

Melihat hal mengerikan seperti itu, aku berlari menuju ruangan depan. Suara hentakan kaki terdengar sangat kencang dari lantai dua. Aku amat sangat panik.

Aku sudah melihat pintu keluar di depan mataku. Kali ini aku memohon kepada tuhan dalam hati kecilku. Tolong selamatkan diriku. Tolong bukakan pintu itu untukku.

Hingga akhirnya aku sampai di depan pintu keluar. Aku membuka pintu itu. Syukurlah, tuhan mendengar doaku. Aku berhasil keluar dari rumah iblis itu.

Hari sudah siang, matahari mematung di atas langit dengan memancarkan sinar teriknya. Kulihat rumah yang tadi ku singgahi. Berdiri sesosok wanita di pintu rumah itu sambil memperhatikanku dengan tatapan menyeramkan.

Kenapa dia tidak mengejarku? Apakah dia takut dengan pancaran sinar matahari?

----------------------------------------------------------------------

Hi, guys! Thanks for reading this part!

Author minta maaf karna selama hampir sebulan vakum nulis cerita.
So please have mercy on me :')

Btw, gimana dengan part ini?
Pembaca yang bijak selalu meninggalkan jejak :)

Jejak yang dimaksud itu berupa comment dan vote.

Keep reading, guys!

Website Pribadi untuk Para PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang