PART 18 - VENTRILOQUIST

1.5K 114 3
                                    

"DOOD!!!"

teriakan seorang wanita yang disusul dengan raungan terdengar menggema di langit-langit rumah ini. Raungan itu terdengar semakin jelas memekik di telinga.

"Lonia, bagaimana ini?" tanyaku dengan panik. "Keluarkan semua peralatan yang kau bawa. Cepat!" pinta Lonia dengan tergesa-gesa.

Dengan cepat kuserahkan semua peralatan yang kubawa tadi kepada Lonia.

"Kau harus tetap disini. Aku akan menyerangnya dari belakang. Terus alihkan pandangannya," ujar Lonia terburu-buru.

"Aku akan kembali!" timpalnya, kemudian pergi meninggalkanku disini. Saat ini, kehidupanku sepenuhnya ada di tangan Lonia. Jika rencana ini berhasil maka aku akan bisa melanjutkan hidupku, tapi jika Lonia gagal dalam rencana ini, mungkin bukan hanya diriku yang akan menjadi target kegilaannya tapi Lonia juga.

Suara hentakan kaki yang kian dekat berhasil membuat jantungku berdegup tak karuan. Menyisakan manifestasi rasa takut yang berlebih dalam diriku. Apakah ini yang dinamakan melawan rasa takut? Jika benar begitu, maka hal itu sangat mengerikan, bukan uang ataupun benda yang menjadi taruhannya melainkan nyawa.

Tibalah seorang wanita semampai dengan tampilan kelut-melut menyeramkan bertumpu di ambang pintu dengan genggaman pisau di tangan kanannya. Tatapannya tajam mematikan, menatap anak semata wayang di depannya.

"Hai, Bu." sapaku singkat.

"Bodoh, Ibumu sudah mati!" bentaknya dengan penuh penekanan pada setiap katanya. Baiklah, aku menyerah jika harus terus berhadapan dengan wanita ini. Lonia cepatlah datang.

"A-aku lupa, kau bukan ibu, K-kau... Marry Daisy!" ucapku terbata.

"Aku akan menghabisi nyawamu! seperti yang Robert lakukan padaku." ancamnya dengan senyum miring di wajahnya.

Aku tidak boleh takut dengan ancamannya itu. Semakin aku takut semakin mudah pula diriku dijatuhkan.

"Kau hanyalah parasit! Pergilah ke tempat semestinya kau berada." umpat-ku kesal. Entah iblis mana yang merasuk ke dalam tubuhku hingga berani melontarkan umpatan semacam itu. Rasanya sangat lega ketika meluapkan segala emosi yang menggumul di dalam diriku. "Berani-beraninya kau!" pekiknya kesal. Mata pisau yang ia pegang mulai terangkat, menitik targetkan ke arahku.

Lonia cepatlah! aku tidak kuat jika terus berhadapan dengan iblis ini, batinku memohon.

Baiklah. Aku semakin bergidik ngeri. Langkah kakinya kian mendekat, tatapannya semakin menyeramkan, seringaian lebar menghiasi wajahnya yang tampak kelut-melut. Aku menarik langkah mundur senada dengan langkahnya yang semakin maju.

Lonia aku butuh dirimu.

LONIA'S POV

Dengan jelas aku melihat tubuh wanita itu melangkah ke kamar yang sedang Denada singgahi dari dinding dapur.

Ini saatnya! batinku bersemangat.

Kuambil ujung tali tambang dan kuikat di satu sisi lainnya sehingga terbentuk lubang yang sudah ku ukur dengan ukuran tubuh wanita itu. Meskipun nantinya akan beda dengan ekspektasiku-entah lubangnya terlalu lebar atau mungkin terlalu sempit sehingga hanya muat di pergelangan lehernya saja-setidaknya aku bisa menghentikan aksinya dan mengalihkan perhatiannya dari Denada.

Aku berjalan melewati lorong dapur dengan cahaya yang redup mengiringi setiap langkahku. Tinggal sedikit langkah lagi menuju ruangan dimana Denada bersembunyi. Ujung jemariku menyentuh lantai dengan perlahan, mengeluarkan alunan lembut pada setiap langkahnya.

Website Pribadi untuk Para PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang