Secangkir Kopi dan Tulip Merah

588 17 3
                                    

Wangi kopi menyeruak hebat di rongga hidungku. Membuat dadaku sedikit sesak akan candu kafein yang menggairahkan. Sepertinya aku memang harus berhenti minum kopi. Walaupun laki-laki yang duduk manis di depanku ini tak pernah keberatan akan canduku pada kopi.

“Manis?” tanyanya dari balik kacamatanya.

“Pahit... tapi pas...”

Laki-laki itu tersenyum dan melanjutkan aktivitas membaca bukunya. Aku tak ingin mengganggu momennya karena aku memiliki momen tersendiri bersama secangkir kopiku. Pandanganku terlempar begitu saja ke arah rumpun berwarna merah dan putih di halaman belakang. Cantiknya perpaduan kedua warna itu membuatku sedikit terpana.

“Kamu suka tulip?” Laki-laki itu kini menutup bukunya namun sepertinya dia tidak berniat melepas kacamata bacanya. “Kamu tahu filosofi bunga tulip merah?” dia membetulkan letak kacamatanya.

Aku menggeleng singkat.

Laki-laki itu tersenyum. “Dulu ada pangeran yang mencintai seorang gadis. Tapi gadis itu mati dan akhirnya pangeran itu bunuh diri.”

“Itu alasan kenapa ada tulip merah? Tragis.”

“Iya. Kamu tahu? Aku menanam bunga tulip merah itu untukmu.”

“Kenapa?”

Laki-laki itu merekahkan senyumnya lagi. Kali ini senyum yang cukup lebar sehingga matanya terlihat begitu sipit. Rambutnya yang mulai panjang sedikit menutupi dahinya. Membuatku menyadari keindahan makhluk yang duduk didepanku ini.

“Karena tulip merah melambangkan kepercayaan dan rasa cintaku.”

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang