"Kamu jangan norak-norak banget dong!"
Gadis itu hanya menyeringai lucu ketika temannya mencubit lengannya gemas. Dia memang terlalu terpaku pada dunia malam di ibukota. Benar-benar asing bagi gadis sepertinya. Seumur-umur dia belum pernah masuk ke sebuah pub. Berada di dekatnya saja belum pernah. Namun malam ini dia terpaksa menemani temannya ke sebuah pub di daerah Kuningan, Jakarta.
"Jangan lama-lama yah, nggak enak disini." ujar gadis itu sambil menarik hijabnya menutupi dadanya sampai perutnya.
"Iya, iya. Aku cuma mau ambil pesenan cowok aku aja. Itu banyak banget dan aku nggak bisa bawa sendiri. Bantuin yuk biar kita cepet keluar dari sini. Aku juga nggak begitu suka nongkrong disini." gadis berambut ikal sepunggung itu menarik si gadis polos menuju meja bartender.
"Kak, mau ambil pesenannya si Bara, gue ceweknya." ujar gadis berambut ikal itu. Sang bartender menatap sekilas gadis itu kemudian beralih ke gadis berhijab di sampingnya.
"Ikut gue. Mending lo jangan lama-lama disini, apalagi bawa cewek kayak dia." ujar bartender itu sambil berlalu ke balik pintu di dekat lemari berisi anggur-anggur kebanggaannya. Gadis berambut ikal itu hanya mengedikkan bahunya pada gadis berhijab dan mengikuti sang bartender.
Sang gadis berhijab menunggu dengan setia temannya sampai dia kembali. Dengan hijabnya, tak ada laki-laki yang berani meliriknya dipub yang penuh sesak malam itu. Bahkan tatapan orang menjadi seolah berkata 'apa yang dilakukan cewek alim itu disini?'
Namun tidak bagi seorang laki-laki yang begitu santun dengan kemeja putih dan jas biru mudanya. Laki-laki itu adalah segelintir orang yang berpakaian cukup santun di pub yang penuh dengan adegan romantis-erotis malam itu. Laki-laki itu duduk tepat di samping gadis berhijab itu, tentunya dengan jarak yang aman.
"Hei, sendirian aja?"
Gadis berhijab itu tampak takut-takut menoleh pada seseorang yang menyapanya. Dia bahkan tak berani menatap kembali mata laki-laki itu, yang diakuinya sangat mempesona. Gadis itu segera berdoa dalam hati agar temannya cepat kembali. Namun laki-laki itu tertawa pelan.
"Maaf ya aku membuatmu takut. Aku nggak mau bersusah-susah menggombal padamu. Aku cuma mau bilang, aku tertarik padamu sejak pertama melihatmu melangkahkan kaki kemari. Jujur aku nggak pernah merasakan ini. Jadi maukah kamu membantuku?"
Gadis itu terpekur dalam diamnya. Kemudian kepalanya ditolehkan dengan keheranan luar biasa. "Minta tolong apa?"
Laki-laki itu tersenyum sambil mengeluarkan ponselnya. Kemudian ditunjukkannya sebuah pesan dari seseorang. Gadis berhijab itu membelalak seiring waktu dia membaca semua isi pesan singkat itu. Dia hanya bisa menatap laki-laki itu dengan pandangan aneh.
"Mengerti. Aku juga kaget mendapat pesan ini. Kebetulan sekali aku melihatmu dan ternyata aku sudah jatuh cinta padamu. Sesuatu yang aneh bertemu di tempat seperti ini." ujar laki-laki itu lagi. Gadis itu masih terdiam. Otaknya sibuk mengatur kalimat yang akan diucapkannya.
"Aku nggak mengada-ada bukan? Ini pesan dari Om Wirawan, papa kamu, Adelia. Tentu kamu pernah dengar dari Om Wirawan tentang perjodohan kita kan? Perkenalkan aku Alfian Putra."
Gadis itu menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya dengan sedikit gemetar. Laki-laki asing ini baru saja memperkenalkan dirinya sebagai calon suaminya kelak? Gadis itu hanya ingin lari saat itu juga. Namun pesona seorang Alfian Putra melekat erat di otaknya.
"Saya Marianata Adelia Annisah. Lalu kakak mau minta tolong apa tadi?" ujarnya malu-malu.
Laki-laki itu kembali tertawa pelan. Suara yang cukup membuat Adelia benar-benar ingin kabur saat itu. "Kamu luar biasa Adelia. Sungguh aku benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama." ada jeda sejenak yang membuat Adelia semakin merona malu.
"Maukah kamu menolongku? Berjanji padaku untuk menungguku di Orchard Road, Singapore, dua tahun lagi? Aku pastikan saat itu 99 kuntum bunga anggrek putih akan menghiasi jalan itu, sebagai tanda aku memintamu menjadi pendamping hidupku. Bagaimana?"