Kutatap perempuan mungil di depanku dengan tajam. Entah apa yang dipikirkannya beberapa hari belakangan ini. Dia selalu menebarkan mawar di seluruh pelosok rumah. Sedikit membuatku ngeri karena kupikir dia sudah terobsesi dengan ramalan yang dibacanya minggu lalu. Katanya hal baik akan datang kalau kau bersikap romantis pada pasanganmu. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Aku bahkan bertengkar dengannya kemarin karena masalah mawar ini.
"Kenapa tehnya nggak diminum?" ujarnya sambil menyajikan oseng kangkung dan ayam goreng di depanku. Aku mengernyit menatapnya. Bagaimana aku bisa meminum teh yang di dalamnya ada kelopak bunga mawarnya!
"Kamu nggak lagi ngerjain aku kan?"
Perempuan itu mengerutkan dahi. "Maksudmu?"
"Ini ada kelopak mawar ditehku! Masa aku suruh minum beginian!" sungutku, mulai kesal.
Perempuan itu menarik kursi dan duduk di depanku. Meminum tehnya yang juga berisi sebuah kelopak mawar. "Apa salahnya? Kan nggak beracun."
"Bukan masalah itu, sayang..." aku menghela napas panjang. "Kamu masih percaya ramalan itu?"
"Aku nggak percaya begituan kok."
"Terus kenapa masih ada mawar-mawar ini? Ini membuatku gila!" aku menjambak rambutku sendiri. Aku sungguh-sungguh bisa gila kalau begini.
Perempuan itu menyendokkan oseng kangkung ke piring dan menyerahkannya padaku. Mata indahnya yang selalu membuatku terpesona, menatapku dalam. "Kamu tahu kenapa aku selalu menyiapkan mawar saat pagi hari?"
Aku menghela napas lagi. "Karena ramalan itu!"
Namun dia menggeleng cepat. "Kamu tahu apa arti mawar?"
Kali ini aku yang menggeleng.
"Mawar itu simbol percintaan. Kisah kasih." dia beranjak dari duduknya dan berjalan mendekatiku. Dia membungkuk dan memberi satu kecupan di bibirku.
"Sudah lama aku nggak merasa sebagai istrimu, aku cuma mau mengembalikan masa-masa itu. Masa-masa dimana kau selalu memberiku morning kiss."