Part 4

81 7 3
                                    

Ini sudah yang kedua kalinya Zifa ditolong oleh pemuda anggota geng motor besar itu. Sebelumnya, ia tak pernah mengalami kejadian kebetulan seperti itu. Allah memang telah menakdirkan pemuda itu untuk selalu ada disaat Zifa membutuhkan pertolongan. Allah menurunkan bantuannya melalui laki-laki itu. Zifa tak mengerti akan rencana Allah yang sesungguhnya. Di tengah perjalanan, ia mendengar suara adzan ashar berkumandang, dengan segera Zifa mencari masjid terdekat untuk menunaikan ibadah shalat ashar. Disela-sela doanya, ia selipkan doa keselamatan untuk orang yang telah menolongnya selama ini. Ia pasrahkan semuanya padaNya. Jika memang pertemuannya selama ini dengan pemuda geng motor adalah memang rencanaNya, Zifa berusaha ikhlas menerimanya. Keikhlasan itu pun diiringi dengan keteguhannya dalam menjaga sikap dan akidahnya. Karena Zifa tak ingin pertemuannya dengan pemuda yang jelas bukan muhrimnya itu menjadikannya jauh dari Allah dan membuatnya lupa akan akhlaqul karimah yang selama ini sedang berusaha ia lakukan.

Ia tiba di rumah tepat pukul empat sore. Namun, ia mendapati rumah dalam keadaan kosong. Zifa langsung masuk kamar. Ia segera membersihkan diri dan langsung pergi ke dapur karena ia ingin memasak makanan untuk Abi dan Uminya. Ia ingin memasakkan makanan spesial karena sudah lama ia tak memasak makanan semenjak kuliah di Kairo.

Saat makanan sedang dihidangkan di meja makan, rupanya Abi dan Umi sudah terlanjur pulang. Rencana Zifa untuk membuat kejutan pun sedikit gagal.

"Wah, ternyata ada yang masak untuk kita, Bi."

"Duh, enak'e. Pasti rasane enak banget, Abi sudah lama ndak mencicipi masakanmu, Nduk."

"Makanya, Zifa sengaja membuatkan makanan spesial untuk Abi dan Umi. Ada makanan khas kairo juga, lho. Semoga Abi dan Umi suka ya."

Mereka pun makan bersama tanpa hadirnya Annisa. Karena Annisa sedang berada di pesantren dan harus menyelesaikan hafalan Al-Qurannya. Annisa memang sengaja disekolahkan di pesantren sekaligus menjalani program tahfizh. Abi memang mewajibkan putrinya untuk menghafal Al-Quran. Namun memang Abi tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Ia masih memberikan kebebasan kepada putrinya untuk memilih sekolah tempat mereka menimba ilmu. Abi memang tipikal ayah yang bijaksana dan tegas dalam memimpin keluarga. Abi sangat menjaga kedua putrinya. Keluarga kecil itu menghabiskan malam itu dengan makan bersama. Abi memang selalu mengutamakan kerukunan dalam berkeluarga. Abi selalu bisa menciptakan suasana yang damai dan membuat semua anggota keluarganya menjadi nyaman saat berada di rumah, tak heran jika para putrinya pun betah berlama-lama di rumah. Suasan islami pun kental terasa disana. Meski menjadi pemilik sebuah pondok pesantren, namun Abi sebenarnya tak ingin terlalu dielu-elukan. Abi merasa bahwa dirinya pun masih memiliki banyak sekali kekurangan, terutama dalam mendidik anak-anaknya sendiri. Oleh karena itu, Abi selalu berpesan kepada setiap pengajar di pesantren untuk tidak mengajar dengan sikap yang menggurui. Abi selalu menerapkan sikap saling belajar dan memahami. Bagi keluarganya, Abi adalah sosok ayah sholeh yang menjadi idola bagi anak-anaknya. Tak heran, jika Abi pun sangat selektif saat memilihkan pasangan untuk para putri cantiknya.

^^^

TIGA

Pesantren Ar-Rahman terlihat ramai pagi ini. Para santri yang sibuk sudah mondar-mandir sejak subuh. Layaknya akan ada perhelatan akbar disana. Para santriwati sibuk mempersiapkan hiasan serta dekorasi yang akan digunakan, sementara santri laki-laki sibuk mengangkut barang-barang yang diperlukan dari mulai mikrofon sampai sound system. Persiapan panggung pun mulai dilakukan sejak pukul enam pagi. Seluruh santri bergotong-royong dalam mempersiapkan pagelaran yang akan dilaksanakan siang nanti. Tidak hanya santri setaraf SMP dan SMA yang sibuk, namun para Mahasantri serta santri dan satriwati cilik pun ikut membantu. Meski mereka tidak ikut serta dalam pagelaran nanti, namun mereka ikut memeriahkan suasana dalam mempersiapkan acara tersebut. Acara yang mengusung tema islami itu memang sudah direncanakan sebulan sebelumnya. Mengingat acara perlombaan ini butuh waktu latihan, pengurus pun menyebar undangannya tiga minggu sebelum acar dimulai. Namun, persiapan memang mendadak dilakukan karena santri dan mahasantri baru saja menyelesaikan tes tahfizh mereka kepada Ustadz dan Ustadzah mereka masing-masing, sehingga pengajar pun masih sibuk mengurus nilai-nilai para santri dan mahasantri disana. Beruntungnya, karena perlengkapan yang harus dipinjam dari luar pesantren sudah diboking beberapa minggu sebelumnya.

Malioboro Ana UhibbuhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang