Chapter IX

5.6K 546 55
                                    

Skylar Otsu's

Presents...





--






Ruang kerja itu hening, padahal beberapa jam yang lalu jemari panjang Kris masih menari diatas keyboard laptop, tapi setelah beberapa menit berselang, sepertinya pria berumur itu sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk tetap terjaga menyelesaikan beberapa berkas yang dikirimkan oleh klien barunya.

Kris memang terpaksa harus meninggalkan kamarnya, merelakan waktu berduanya bersama Tao di kamar mereka yang hangat dan nyaman. Padahal ia sudah membangun suasana yang sangat pas untuk menghabiskan waktu berdua, sebelum tapi ponselnya tiba-tiba berbunyi dengan tidak tahu diri.

Kris sudah berhasil membuat istrinya yang manis rileks, hingga dirinya berkesempatan untuk menyapa bahu dan leher halus pemuda itu. Dan yah... ponsel pintar miliknya tiba-tiba meraung keras seperti sirine ambulans yang meminta perhatian lebih dan harus diprioritaskan.

Alhasil lelaki Wu itu harus merelakan waktu yang sudah ia bayangkan sejak selesai makan siang. Terpaksa harus merelakan waktu istirahatnya juga karena seseorang yang semalam meneleponnya adalah orang yang selama ini sudah membantunya. Dan orang itu tengah membutuhkan bantuannya untuk mengurus sesuatu hal.

Yang sudah menjadi pekerjaanya sebagai seorang pengacara. Tidak mungkin bukan jika dirinya tidak bersedia membantu?

Yang ada nantinya dirinya akan dianggap sebagai orang tidak tahu diri.

Lagipula Kris tidak setega itu jika harus membaringkan Tao di bawah tubuhnya lagi untuk malam ini. Pemuda manis itu baru saja sembuh dan caranya berjalan mulai membaik. Kris tidak akan tega membuatnya kesulitan berjalan lagi.

Meski Tao tidak akan menolak apa yang diinginkannya, Kris bukanlah laki-laki brengsek yang hanya menginginkan kenikmatan dari tubuh istrinya. Tidak, dia bukan pria seperti itu.

Dan kini laki-laki Wu itu tampaknya tertidur dengan posisi laptop yang masih menyala. Masih mengenakkan piyama satin berwarna biru gelap, Kris mendengkur lembut diantara tumpukan tangannya yang berada di atas meja.

Gurat kelelahan tampak jelas di wajah tampannya -tak luntur meski usianya sudah berkepala 4. Terlihat di garis-garis matanya, meski begitu toh banyak orang yang tak memperrhatikan hingga se-detail itu. Rata-rata dari mereka sudah akan terpesona dengan rupa tampannya yang masih tak terkalahkan dengan kedua putranya.

Ruang kerja itu tidak seformal ruang kerja kebanyakan pria berkarir. Seperti kedua putranta yang memiliki selera yang cukup bagus, Kris menyukai ruang kerjanya tidak terlalu tertutup. Pria Wu itu memilih kaca tebal sebagai pengganti bata sebagai dinding, membuat siapa saja diluar sana dapat melihat langsung keruang kerjanya.

Di tata cukup nyaman dengan 2 buah rak buku berbahan kayu yang bercat coklat muda, sebuah meja kerja yang dinamis, beserta stand lamp berbentuk unik. Tak lupa satu set sofa tanpa kaki yang berada di sudut lain.

Kris sudah menganggap ruang kerjanya sebagai kamar kedua setelah kamar utamanya bersama Tao.

Dirinya bukan seorang workaholic hingga sangat mencintai ruang kerjanya. Tapi ketika ia sedang menangani sebuah kasus dan di tuntut profesional, maka dirinya tidak akan keluar dari ruang kerjanya sebelum menyelesaikan beberapa pekerjaan.

Kris sepertinya memang membutuhkan banyak istirahat untuk beberapa hari ini. Bahkan ketika jendela di ruang kerjanya sudah menunjukkan tanda-tanda jika langit terlah berubah warna dari gelap gulita menjadi biru ke abu-abuan.

Forever Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang