11-pain

28 2 0
                                    

******
Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Aku berusaha mengenali orang yang berada di depanku. Dimas?

"Dimas?" Ucapku. Orang yang di depanku hanya berdeham.

"Hmm." Bukan, ini bukan suara Dimas. Suara Dimas berbeda. Apa mungkin Dimas sedang sakit tenggorokan? Tapi perasaan Dimas tadi sehat-sehat aja kok.

"Dimas, lo sakit?" Aku masih mengucek mataku. Dan aku melihat Alvin.

"Lah, kok jadi lo sih Vin? Perasaan tadi gue sama Dimas?" Aku langsung menegakkan tubuhku yang tadi berada di dekapan Alvin. Alvin masih menatap lurus ke arah depan.

"Dimas gue suruh pergi." Jawab Alvin singkat tanpa menghiraukanku.

"Maksud lo?"

"Lo gila ya? Bisa-bisanya tidur senderan di bahu Dimas. Dimas juga gila, bisa-bisanya tidur senderan sama lo. Dimas itu pacar Sonya. Temen lo, Kei. Gue gamau lo dibilang PHO. Makanya pas gue sampe sini, gue langsung nyuruh Dimas pergi." Jelas Alvin. Aku hanya menunduk. Aku melihat jam tanganku. Bentar lagi bel pulang sekolah berbunyi.

"Hp gue tadi mana ya? Perasaan tadi dipinjem Dimas." Aku menggaruk-garuk kepalaku sambil mencari ponselku. Aku membuka tasku. Aku tidak menemukan ponselku. Aku panik.

"Ini yang lo cari?" Alvin mengeluarkan ponselku dari kantongnya. Aku menghembuskan nafas lega.

"Hffft. Thanks ya, Vin. Gue mau pulang." Lalu aku mengambil ponselku dan memakai tasku. Aku berlari menuju parkiran umum. Untung saja tadi gerbang sekolah sudah di buka.

*****
"Woi, Sat. Gue duluan ya. Mau ambil tas gue masih di rooftop." Aku segera menyambar kunci motorku dan bergegas menuju sekolah.

"Ambilin tas gue sekalian!" Teriak Satya. Aku hanya berdeham dan menyalakan motorku.

Aku memarkirkan motorku di depan gedung lama. Betapa terkejutnya aku melihat Keisha sedang bersandar di pundak Dimas. Dan Dimas, ia menyandarkan kepalanya di kepala Keisha.

Aku langsung menghampiri mereka. Aku membangunkan Dimas. Ingin sekali rasanya memukul Dimas. Tapi dia juga temanku. Arghh.

"Dim, woy. Bangun lo." Aku menepuk pundak Dimas. Ia terbangun.

"Eh. Sorry." Kata Dimas sambil melihatiku.

"Bukannya gue cemburu karena gue mantannya Keisha atau apalah. Lo itu udah punya pacar, Dim. Sedangkan Keisha, dia temennya pacar lo. Lo mau lihat Keisha sama Sonya berantem gara-gara lo? Kenapa kalian bisa tidur senderan gitu sih?"

"Tadi Keisha ketiduran. Niatnya sih gue mau balik. Tapi liat Keisha, kasihan. Eh, taunya gue juga malah ketiduran." Jawab Dimas tanpa rasa bersalah.

"Mending lo balik sekarang. Biar Keisha gue yang urus." Aku langsung memegang kepala Keisha perlahan dan duduk di sebelah Keisha. Ku biarkan Dimas pergi. Aku membawa Keisha ke dalam dekapanku. Entah apa yang membuatku melakukan semua ini.

Keisha Zahra Ivano. Apakah aku merindukan sosok Keisha?

Rambutnya sekarang pendek. Tubuhnya mengurus. Tetapi ia bertambah tinggi. Wanginya masih sama seperti dulu. Benar saja, aku merindukannya.

Aku mencium kepala Keisha. Ku pejamkan mataku sebentar. Aku mengambil ponsel Keisha. Seperti biasanya, ponsel Keisha tidak diberi passcode. Dengan mudah aku membuka ponselnya.

Ku kihat pesan Keisha. Ternyata ia memilih menjauhi Fajar. Kenapa ya? Aku membuka aplikasi lain seperti line. Tidak ada pesan dari siapapun kecuali grup yang berisi teman-teman Keisha, pesan dari Kayla, dan Sofi.

Aku teringat saat aku memutus hubunganku dan Keisha. Kenapa aku saat itu tega melakukannya? Kenapa aku begitu kejam? Pantas saja saat itu Keisha membenciku. Ia memotong rambutnya setelah kejadian itu. Se telinga. Persis polwan.

Please, Stop this Pain.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang