6-pain

37 3 1
                                    

Di mulmed ada Farel:*

****
"Tumben lo duduk di sebelah gue?" Tanya Alfa.

"Liat aja tuh tempat duduk gue." Alfa hanya ber-oh ria dan kembali memainkan ponselnya. Aku kembali memasang earphone dan membuka novelku.

Tanpa di sadari, Bu Maya, guru bahasa Inggris pun masuk kelas. Mau tidak mau membuat keramaian kelas menjadi hening seketika. Aku kembali duduk di kursiku.

"Selamat siang anak-anak." Sapa Bu Maya.

"Siang, bu." Kami, sekelas menjawab dengan serempak.

"Hari ini saya akan membagi kelompok drama. Satu kelompok isinya 5 orang. Berhubung satu kelas terdapat 32 siswa, ada 2 kelompok yang nantinya beranggotakan 6 orang. Mengerti?"

"Iya bu."

Lalu Bu Maya membagikan kelompok yang diacaknya menggunakan nomor undian. Dan menyuruh Vita, sekretaris kelas maju kedepan untuk menuliskan nama kelompok.

"Kei, lo dapet nomer berapa?" Tanya Areta.

"Gue nomer 5. Lo berapa?"

"Gue 5 juga. Wah kita sekelompok." Ucap Areta. Aku tertawa melihat Areta.

Aku melihat papan tulis. Betapa terkejutnya aku saat melihat anggota kelompok 5. Areta, Keisha, Tio, Farel, dan Bima. Terkutuklah nomor undian 5. Kenapa aku harus dapet nomor 5 sih?

Farel, Tio, dan Bima berjalan ke arahku dan Areta.

"Kita mau bahas dramanya dimana? Kata Bu Maya boleh di kelas, boleh di luar kelas. Tapi dikasih waktu 1 jam pelajaran doang. Jadi jam ke enam harus udah balik ke kelas." Ucapku.

"Gimana kalo di taman aja?" Ajak Areta. Kami semua mengangguk dan berjalan menuju taman.

"Kok bisa ya gue sekelompok sama lo?" Tanya Farel saat duduk di sebelahku.

"Apa jangan-jangan lo sengaja ambil nomor undian 5 biar sekelompok sama gue?" Timpalnya.

"Farel yang katanya ganteng tapi itu fitnah. Dengerin ya, demi apapun gue ga berharap sekelompok sama lo. Jadi jangan salahin gue. Emang gue mau sekelompok sama lo? Pede banget si lo jadi orang." Ucapku kesal yang membuat Farel terkekeh. Sedangkan Tio sudah melesat ke kantin. Areta dan Bima hanya saling pandang.

"Kenyataannya gue ganteng kok. Lo harus ngakuin itu." Dengan senyuman miringnya yang creepy menurutku.

"Kalo gue ga ngakuin lo ganteng, gimana? Emang gue sudi?"

"Ya gue bakalan bikin lo ngakuin kalo gue ini ganteng." Ucapnya diiringi senyuman yang lebih creepy dari sebelumnya. Aku mendecak.

"Terserah lo. Pusing gue ngomong sama orang ga jelas kayak lo."

"Salah siapa ngomong sama gue." Lalu tawanya meledak. Areta yang kesabarannya sudah diujung tanduk langsung menggebrak meja taman.

"Bisa diem ga sih? Kapan mau diskusi? Mendingan gue balik ke kelas ngomong sama Bu Maya." Areta marah. Lebih creepy dari senyuman Farel.

"Jangan dong, Ret. Maafin gue dong. Gara-gara Farel. Coba kalo Farel ga nyari masalah, gue gabakalan ribut kok. Yayaya lo jangan balik ke kelas ya?" Aku merengek sambil menujukkan puppy eyes.

"Kok gara-gara gue sih?" Farel tidak terima. Aku kembali menoleh ke arah Farel dan mengedipkan mataku ke arahnya.

"Iya iya. Areta, gue minta maaf deh. Gue ga ribut lagi sama ini koala. Please, jangan balik kelas ya?" Pinta Farel. Akhirnya Areta mengangguk.

Please, Stop this Pain.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang