2. Dia Memandangku

245 21 0
                                    

-Mina's POV-

"Unni. Ayo turun," Dahyun menepuk tanganku saat bus sudah berhenti didepan sekolahan kami yang masih 1 kompleks.

Lagi-lagi aku tersadar dari lamunanku. Aku membuka mata lalu melihat kesekeliling, beberapa anak sudah mulai turun dari bus.

Aku sungguh tidak waras, apa karena sangat merindukan mereka hingga aku berimajinasi sejauh ini. Aku harus mengendalikan perasaanku.

"Ayo, Dahyun-ah," setelah memasukkan earphone dan handphone dalam tas, kuulurkan tanganku kearah Dahyun.

"Baiklah unni," jawab Dahyun riang.

Setelah pertengkaran kemarin, Dari yang sebelumnya merasa ketakutan, Dahyun perlahan kembali seperti semula sebagai gadis periang. Namun tidak denganku, ada sesuatu yang mengganjal dihatiku dan aku masih mempertahankannya.

Ini adalah hari pertama kembali kesekolah setelah libur panjang kenaikan tingkat. Rasanya aku hampir lupa dengan suasana ini, melihat kesibukan para hoobae dan sunbae berlalu-lalang.

"Mina-ya~" terdengar suara yang begitu familiar ditelingaku. Pemilik suara itu adalah sahabatku, Momo.

"Wah, kamu makin cantik saja," pujiku tanpa alasan setelah sadar Momo kini memotong poninya.

"Benarkah? Ah~ berarti Jun oppa berkata benar. Kupikir dia hanya merayuku," curhat Momo dengan nada manja, jujur saja itu sedikit membuatku geli saat mendengarnya.

"Mina, tapi kamu terlihat kacau. Belum sarapan ya?" celetuk Momo.

"A-aku--- em--- memang aku terlihat seperti itu?" jawabku menyembunyikan apa yang sedang terjadi. Jika tidak begitu menyiksa, aku jarang berbagi masalahku pada Momo. Aku tidak tega dengannya.

"Tentu saja," jelas Momo.

Inilah yang aku benci dari Momo, dia terlalu jujur jika berkomentar. Sifatnya itu membuatku kesal dan tak jarang aku dan dia saling bermusuhan sementara waktu karena hal kecil seperti ini. Ya, kehidupan yeoja memang sensitif.

-Author's POV-

Mina dan Momo mulai masuk kedalam ruang kuliah mereka yang sudah mulai penuh, bangku yang kosong hanya tinggal beberapa itupun saling berpencar. Momo beralasan akan kekamar mandi jadi dia menitipkan tasnya ke Mina dengan kata lain memintanya mencarikan bangku.

Dibangku depan ada Joshua, Woozi dan Jeonghan yang sedang membahas beberapa kertas pemberitahuan beasiswa. Jika ikut duduk disebelah mereka Mina sudah pasti akan canggung mengingat mereka termasuk mahasiswa cendikia. Mata kuliah saja yang ada dipikiran mereka. Mina langsung melewati bangku deretan pertama.

Deretan bangku tengah ada Seungkwan, Hoshi dan sang 'leader geng' mereka, Dokyeom. Tentu saja Mina tidak ingin dengan keadaan seperti ini duduk berdekatan dengan mereka. Tapi berbeda dengan tas Momo. Mina tahu betul bahwa Momo sama pabonya dengan trio idiot itu, adalah keputusan yang tepat meletakkan tas Momo disebelah Dokyeom.

Tinggal deretan paling belakang. Ada Seungcheol, namja yang selama ini Mina taksir tampak sibuk menyentuh layar tabletnya. Dengan ekspresi serius dan sesekali menengok kalender disisi dinding ruang kuliah.

-Mina's POV-

"Aku yakin sekarang ini pikirannya sedang rumit mengurus kegiatan kampus. Dasar ketua organisasi, orang sok penting," batinku dalam hati.

Dideretan bangku belakang hanya tinggal dua kursi yang tersisa, paling pojok atau disamping Seungcheol. Sudah pasti aku pilih yang paling pojok, aku tidak ingin jadi salah tingkah jika duduk disamping Seungcheol.

Akupun segera duduk, mengeluarkan buku catatan dan bolpoin tapi setelah itu aku menundukkan kepala. Rasanya begitu pusing, mataku terasa berat bahkan untuk berkedip.

"Kau, pagi-pagi sudah seperti ini. Apa liburanmu masih kurang?" Seungcheol tiba-tiba duduk disampingku, menyingkirkan tas seseorang yang sedari tadi sudah lebih dulu disana.

"Ah--- tidak. Aku--- aku hanya mengantuk," jawabku mencoba berasalan.

"Oh~ begitu ya," Seungcheol menatap intens kedua mataku, mencoba memastikan apakah jawaban yang kuucapkan memanglah benar.

"Ya, kamu terlihat sedikit mengantuk. Dan, matamu indah," kata Seungcheol.

"Apa? Milikmu lebih indah lagi," kataku dalam hati sambil tersenyum. Namun aku segera sadar.

"Apa? Apa kau bilang? Dasar bocah aneh, ada-ada saja," nentakku, ucapan yang 180 derajat berbeda dengan yang sebelumnya kukatakan dalam hati.

Ekspresiku tidak karuan antara senang tapi tetap harus 'jaga image' didepan Seungcheol. Saat itu juga aku melihat Mingyu menatapku sekilas dan langsung berpaling. Membuatku sadar bahwa sedari tadi dia mengamatiku. Mungkin karena Seungcheol memindahkan tasnya kelantai, Mingyu jadi tertarik untuk memandang kearah kami.

Mingyu adalah partnerku kerjaku saat mata kuliah praktikum, karena huruf depan nama kami sama, Min-A, Min-Gyu, jadi kami berpasangan sesuai nomor urut mahasiswa. Mingyu adalah namja yang 'kalem', dia mempunyai banyak persamaan denganku. Aku sering berpikir, apa mungkin dia adalah jodohku.

Berbeda dengan Seungcheol, dia terkenal karena masuk dalam nominasi 'namja yang berpengaruh'. Dia seorang ketua organisasi kampus, tapi sayangnya dia juga terkenal sebagai 'tukang pemberi-harapan-palsu' kepada para yeoja yang berstatus jomblo entah itu seangkatannya maupun hoobaenya. Bagaimana tidak? Dia tampan, suaranya bagus dan masuk dalam grup band kampus juga. Tapi untuk masalah nilai akademis, dia 11-12 denganku.

Pelajaran kuliah hari ini terasa cepat. Aku merasa bahagia karena dengan bersekolah aku dapat sejenak melupakan permasalahanku dirumah. Aku menengok jam tanganku. Sudah jam 4 sore.

"Dahyun sudah pulang siang tadi, sekarang dia pasti sedang santai bermalas-malasan. Ah~ benar-benar tidak adil," gerutuku disepanjang jalan.

*bruk*

Seorang namja berpakaian preman berlari menabrakku. Aku sampai terjatuh dan telapak tanganku jadi lecet.

"Maafkan aku, aku sedang terburu-buru," permohonan maaf pria itu begitu singkat, dia langsung saja pergi menaiki motor dan ngebut tanpa peduli dengan sekitarnya.

"Sial sekali aku!" caciku akibat orang tidak bertanggung jawab itu.

-Author's POV-

*beep beeeeep~*

*brak!!*

Dentuman tabrakan tidak terhindarkan dipersimpangan jalan, pengemudi motor yang tadi menabrak Mina kini berguling ditrotoar. Dua mobil saling bertabrakan karena gagal mengendalikan rem masing-masing.

Dalam hitungan detik orang-orang saling berkerumun. Ada yang bertindak cepat dengan menolong korban. Ada yang sekedar penasaran tentang kejadian yang mengagetkan ini.

"Cepat panggil ambulan! Pejalan kaki ini tidak sadar, sepertinya dia seorang mahasiswa," seorang pria paruh baya berteriak histeris.

-Mina's POV-

"Mahasiswa? Siapa dia?" tanyaku segera.

Aku segera berlari kearah kerumunan orang-orang itu. Rasa penasaranku terbayar ketika melihat seseorang yang berpakaian sama sepertiku dengan kepala bersimbah darah.

"Tadi dia sedang menyeberang, tapi tiba-tiba motor itu menghantamnya lalu menabrak mobil dari arah berlawanan," seseorang berkata pada orang lain, memberi kesaksian.

Badan ini kaku karena apa yang mata kepalaku lihat benar-benar tidak bisa kupercayai.

"Ya Tuhan," ucapku lirih sambil menerobos orang-orang didepanku.

"Min-gyu-ah, dia min-gyu?" mulutku gemetar hingga ucapanku terbata-bata.

-To be continued-

ImagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang