4. Berdua

220 18 0
                                    

-Mina's POV-

Hari ini dosen melakukan rutinitas yang paling kubenci, yaitu memberi tugas kelompok. Bukan tugasnya yang tidak kusukai, tapi karena anggota kelompoknya yang dibuat secara acak.

Jika dapat anggota yang cocok denganku itu bukan masalah. Tapi bencana jika yang kudapat orang-orang menyebalkan, yang tidak sadar diri dan pada akhirnya lebih dari separuh pekerjaaan akulah yang mengerjakan.

Mahasiswa mulai berhitung dari 1 sampai 9 dan terus diulang hingga kemahasiswa terakhir untuk menentukan kelompoknya. Aku mendapat angka 4, dan dengan malas aku menaikkan jari tanganku membentuk angka 4 memberi simbol pada yang lain agar bisa langsung berkumpul dan mulai mengerjakan tugas.

"Mina! Kita satu kelompok!" seru Momo.

"Ah, kamu lagi," kataku lesu.

"Mina, Momo, Jihyo, dan ditambah namja yang terlahir dengan penuh kharisma ini. Ayo segera kita kerjakan," kata orang yang begitu percaya diri, ternyata orang itu adalah Seungcheol.

"Apa? Aku satu kelompok dengan dia? Ini momen yang jarang terjadi. Omo~" kataku dalam hati.

"Ya ya ya, semakin cepat dikerjakan semakin cepat kita dapat pulang," kata Jihyo menyemangati.

Sebegitu semangat apapun kami mengerjakan, tugas ini tetap terlalu banyak. Hingga pukul 6 sore dan baru 1/2 bagian yang selesai.

"Aaaa~ ini sungguh gila. Perutku lapar," keluh Momo.

"Bagaimana kalau kita kerumahmu saja, kita selesaikan disana sekalian makan malam," saranku pada yang lain.

"Aku setuju, aku juga sudah lapar," tambah Jihyo.

"Kita selesaikan saja disini, hei ayo ngebut," ucap Seungcheol tidak peduli.

Tapi yang terjadi adalah Seungcheol ditinggal sendirian diperpustakaan kampus. Menatap kosong ketiga teman satu kelompoknya yang sudah mulai pergi.

"Ah, aku kalah. Hei, kalian. Tunggu aku," teriak Seungcheol.

Mina, Momo, Jihyo dan Seungcheol pergi kerumah Momo. Momo tinggal sendirian diapartemen milik bibinya. Bersekolah dan hidup sendiri di Seoul, walaupun sering terlihat bodoh namun Momo adalah gadis pemberani.

"Selamat datang, maaf rumahku sedikit berantakan," kata Momo sambil menyingkirkan buku-buku yang berserakan dimeja ruang tamunya.

"Mina, kamu dan Seungcheol tunggu disini ya. Aku dan Jihyo akan keluar membeli makanan," pamit Momo kepadaku.

"Baiklah. Tapi jangan terlalu lama," ujarku.

Momo dan Jihyo mulai berangkat mencari makanan untuk kami. Kini tinggal aku dan Seungcheol, berdua.

"Berdua? Berdua dengan Seungcheol?" batinku.

"Ini bukan imajinasiku kan? Aku masih sadar. Tentu saja ini bukan imajinasiku," jantungku mulai bedegup kencang.

Aku dan Seungcheol masih mengerjakan tugas presentasi, berdua dengan satu laptop yang ada dipangkuan Seungcheol.

"Menurutmu, ini perlu ditambahkan tidak?" tanya Seungcheol.

"Dihapus saja, itu terlalu panjang. Kamu lupa seperti apa Suho Sonsaengnim itu, dia benci hal-hal yang rumit," kataku menyarankan.

"Benarkah? Ah, oke," Seungcheol menurut dengan apa yang aku katakan.

Momo dan Jihyo tidak segera kembali, perutku sudah tidak tahan. Aku pun pergi kedapur mengambil air putih.

"Mana airnya? Belum diisi ulang ternyata," keluhku dan terpaksa segera mengangkat galon air mineral kegelas.

ImagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang