Dan ternyata, yang mengikuti suaraku bernyanyi itu Mikha. Kemudian ia duduk di sebelahku dan ikut bernyanyi.
'Cause they say home is where your heart is set in stone
Is where you go when you're alone
Is where you go to rest your bones
It's not just where you lay your head
It's not just where you make your bed
As long as we're together, does it matter where we go?
Home home home home
“Suara dan permainan piano kamu bagus juga.” Ucap Mikha sambil menatapku
“Masa sih? Tapi ini kali pertama aku main piano lagi. Terakhir sekitar umur 12 tahun.”
“Btw kemarin kamu kenapa? Kamu nggak mau di jodohin sama aku? Kamu suka sama Reuben?”
Aku hanya terdiam memandang tuts. “Kalau aku malah seneng denger berita kayak gitu. Karena aku suka sama kamu.” Ucap Mikha.
“Bukan nggak mau, tapi aku kaget aja. Aku nggak suka Reuben.” Ucapku datar.
“Terus?”
“Nggak terus-terusan, aku nggak lagi parkir mobil.”
“Kamu jayus deh. Aku nanya serius nih.”
“Mungkin aku akan mencoba.” Ucapku lalu tersenyum kepada Mikha. Dan Mikha pun ikut tersenyum.
“Ikut aku yuk?”
“Kemana, Mik?”
“Udah ikut aja, mau yaa?”
“Mau tapi aku belum mandi, Mik.” Ucapku sambil di iringi tawa.
“Pantes aja dari tadi aku ngerasa ada bau aneh.”
“Mik aku nggak bau! Aku wangi.”
“Udah sana cepet mandi yang bersih dan harus wangi. Satu lagi tampil cantik nggak pake sepatu kets.”
Aku pun segera menaiki taangga lalu bergegas mandi. Kali ini aku memakai jersey Manchester United, hotpans, dan sepatu sandal berawarna tosca. Saat aku turun Mikha menatapku lalu menggeleng. “Jangan pake jersey, pake kaos biasa aja. Dan rambut kamu jangan di iket satu terus dong harus di urai.” Ucap Mikha mengomentari penampilanku. Aku hanya menurut dan menganti pakaianku. Aku memakai baju tanpa lengan berwarna pink peach dan kardigan berwarna putih. Aku pun menuruni tangga. “Kalau kayak gini gimana? Bagus nggak?” Tanyaku kepada Mikha. “Nah itu baru bagus, yuk kita berangkat. Tapi kali ini kita jalan kaki aja yaa?” Ucapnya lalu menggenggam tanganku. Aku hanya mengangguk dan melihat ke arah tangan di genggam oleh Mikha. “Kenapa? Nggak boleh yaa?” Tanya Mikha. “Hm… boleh kok.” Ucapku lalu tersenyum kepadanya. Sepanjang jalan kami hanya mengobrol dan bercanda. “Kamu capek nggak?” Tanya Mikha. Aku hanya menggeleng. “Sebentar lagi nyampe kok.” Ucap Mikha lagi. Tiba-tiba Mikha menyuruhku berhenti berjalan. Lalu Mikha mengambil kacamataku, dan menutup mataku menggunakan kedua tangannya. “Mik, mau apa sih?” Ucapku bertanya penasaran. “Ada deh, ikutin aja. Aku mau ngasih sesuatu ke kamu.” Ucap Mikha. Aku hanya mengangguk kecil. “Udah nyampe nih. Aku buka tangannya tapi kamu tetep merem yaa. Aku pakein kamu kacamata dulu, udah gitu kamu buka mata dalam hitungan ke tiga. Satu… dua…. tiga…” Aku perlahan membuka mata. Saat aku membuka mata, aku melihat ada rumah yang bentuknya seperti jamur di kelilingi oleh berbagai macam bunga dan tumbuhan lainnya. Terdapat taman yang cukup luas di depannya dan di sana terdapat ayunan juga patung-patung kurcaci. Aku tersenyum senang melihat itu. “Mik, kamu ko bisa nemuin tempat kayak gini sih? Lucu banget sumpah!” Ucapku kegirangan. Mikha hanya tersenyum. Aku berlari menuju rumah tersebut. Di dalamnya hanya terdapat meja bundar, lima kursi, tempat tidur, dapur kecil, lemari dan tempat perapian. Ternyata di sana ada pintu belakangnya. Saata aku buka, di belakang rumah jamur tersebut terdapat sumur kecil dan kolam ikan. “Rumahnya unik dan lucu.” Ucapku dalam hati. Aku pun keluar. Tetapi aku tidak melihat Mikha. Aku mencarinya. Tetapi tidak ada. Setelah itu aku memutuskan untuk duduk di ayunan. Aku gerakan ayunan tersebut ke depan dan ke belakang oleh kakiku. Tiba-tiba ada seseorang yang memberikan sebuket bunga dari belakangku, yang isinya mungkin lebih dari 10 macam bunga. Aku menengok kebelakang dan ternyata itu Mikha. Aku mengambil bunga tersebut lalu mencium baunya, sangat wangi. “Do you like it?” Tanya Mikha. Aku hanya mengangguk kecil. “Thank you so much, Mikha.” Ucapku lalu tersenyum kepadanya. Pipiku mulai blushing. “Anytime, kiss dulu dong.” Ucap Mikha di iringi tawa. “Kiss? What do you mean?” Tanyaku kepada Mikha. “Kiss on the cheek as a sign of gratitude you.” Aku berfikir sejenak lalu menatap Mikha. Cup. Ku cium pipi Mikha. Dia tersenyum dan mencium tangan kananku lagi. Pipiku pun blushing. Setelah itu dia mendorong ayunan secara perlahan. Kami bercanda dan tertawa. Tak lupa kami berfoto ria sebagai kenang-kenangan. Langit mulai gelap, pertanda harus segera pulang karena akan turun hujan. “Mik, pulang yuk? Kayaknya mau ujan.” Ucapku kepada Mikha. “Oke, aku telepon Reuben biar dia jemput kita di sini.” Ucap Mikha. Kami menunggu di dalam rumah Jamur tersebut. Tak lama kemudian terlihat ada mobil, lalu kami menghampiri dan menaikinya. Kami pun pulang. “Mik, thanks for everything. You made me speechless and blusing.” Ucapku sambil menatap Mikha. “Anytime Coraline, I’m go home. Later that night I’ll call you.” Ucap Mikha. Aku hanya mengangguk. Kemudian Mikha kembali ke mobil dan mobil itu hilang dari depan pagar rumahku.
“Kamu sama Mikha darimana, sayang?” Tanya Papah yang sedaritadi sudah berdiri di depan pintu. “Ada deh. Urusan anak remaja.” Kataku sambil tertawa.
“Kamu kayaknya suka sama Mikha. Berarti setuju dong sama perjodohan kemarin malam?” Tanya Papah lagi. Aku hanya mengangguk kecil dan meninggalkan Papah. Aku segera mengganti pakaianku. Setelah itu aku makan malam bersama Papah dan Mamah. “Katanya kamu mau di jodohin sama Mikha?” Tanya Mamah kepadaku. Aku mengangguk kecil sambil melahap makananku. “Kalau gitu besok kita ke rumah Mikha. Kita omongin kapan pertunangan kalian.” Kata Mamah. Aku hanya menatap Mamah, lalu kembali memakan makananku. Setelah itu aku kembali ke kamar dan mengerjakan tugas. Handphoneku berdering, pertanda telepon masuk.