“Hallo, ini siapa?”
“Hai, Coraline. Ini Mikha. Kamu lagi apa? Nanti malem ada acara nggak?”
“Lagi ngerjain tugas. Kayaknya sih nggak ada, kenapa?”
“Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat. Aku nggak yakin sih kalau kamu belum pernah kesana. Tapi aku pingin ngajak kamu ke tempat itu hahaha”
“Maaf kayaknya aku nggak bisa. Tadi aku nggak makan siang di rumah, berarti penggantinya makan malam. Aku takut Mamah marah kalau aku makan di luar lagi. Gimana kalau besok aja?”
“Besok? Boleh deh. Eh udah dulu ada Reuben nih, love you.”
Lalu telepon terputus. “Love you? Maksud Mikha apa coba? Duh, Mikha… sikap kamu kenapa sih buat aku bingung.” Ucapku dalam hati. Tak lama kemudian ada yang mengetuk pintu. Dan ternyata itu Papah. Aku menyuruh Papah masuk. “Anak Papah rajin banget sih. Oh iya, malem ini kamu harus tampi cantik. Kita bakalan ketemu temen lama Papah dari Indonesia. Jangan lupa yaa sayang.” Ucap Papah sembari mencium keningku. Setelah itu Papah meninggalkanku sendirian di kamar.
Aku memakai dress diatas lutut berwarna putih, sepatu kets berwarna navy blue dan tas kecil berwarna hitam. Rambutku diurai di hiasi bando berwarna navy blue. Aku turun ke bawah. Mamah yang sudah siap di ruang tengah melihat penampilanku. Lalu Mamah mengeleng-geleng. “Kamu kok pake sepatu sih? Harusnya pake high heels sayang.” Mamah masuk ke kamarnya, mungkin mengambil high heels miliknya. “Pake ini, warnanya navy blue juga cocok sama bando kamu.” Aku melepas sepatuku, lalu memakali high heels tersebut. “Tuh kan lebih cantik kayak gini.” Tak lama kemudian Papah melihatku dan tersenyum ke arahku. “Beautiful, like your mother.” Ucap Papah. Aku hanya tersenyum kecil. Setelah itu kami berangkat menggunakan mobil. Tibalah kami di sebuah restoran. Aku berjalan di belakang Papah dan Ibu. Papah melihat ke sekeliling, mungkin sedang mencari temannya. Papah sudah menemukan mereka, kami berjalan menghampiri mejanya. Lalu kami pun duduk dan bergabung. “Lans, Vo, kenalin ini anakku.” Ucap Papah memperkenalkan Aku kepada temannya. “Coraline Sharon, Om, Tante.” Ucapku memperkenalkan diri. “Lans Brahmantyo. Dan ini istri Om, Yvonne Hubner panggil Tante Vo saja.” Ucapnya lalu tersenyum kepadaku. Disana kami duduk hanya berenam, tapi tiga bangku lagi masih kosong. Om Lans dan Tante Vo membawa anak yang berumur kurang lebih 9 tahun. Dan tanpa di sengaja dia menumpahkan air putih dan dressku menjadi basah. “Kak, maaf yaa aku nggak sengaja.” Ucap anak laki-laki itu. “Nggak apa-apa kok. Mah, Pah, Om, Tante, Aku toilet dulu mau ngeringin ini.” Lalu aku meninggalkan mereka dan masuk ke toilet. Aku mengeringkan dressku dengan tisu. Setelah itu aku bercermin. Dan aku kembali keluar. Bruk. Aku menabrak sesesorang. “Aduh maaf, nggak senga…” Belum selesai aku berbicara, aku melihat siapa yang aku tabrak. Dan ternyata itu Mikha. Dia menggunakan kemeja putih, jas dan celana coklat, serta sepatu hitam. Dia hanya tersenyum saat melihatku. “Ganteng.” Ucapku dalam hati. “Kamu kok ada disini?” Tanya Mikha memecahkan lamunanku. “Oh, hm… Aku ke sini sama Papah juga Mamah. Ayah mau ketemu sama temen lamanya dari Indonesia.” Ucapku menjelaskan. “Kalau gitu kita sama dong.” Ucap Mikha. Lalu kami jalan berbarengan. Tanpa disangka, kami berjalan hanya menuju satu meja. Dan itu meja dimana ada Papah, Mamah, Om Lans, Tante Vo. Disana juga ada Reuben juga Mada. Aku dan Mikha menatap mereka bingung. “Kamu darimana sayang, kok lama?” Tanya Mamah. “Dari toilet, terus tadi aku nggak sengaja nabrak Mikha.” Jawabku. “Kalian udah kenal yaa? Kalian satu kampus?” Tanya Tante Vo. Aku dan Mikha bertatapan kemudian hanya mengangguk. “Bagus kalau gitu, Ayo duduk jangan berdiri terus.” Ucap Om Lans. Aku dan Mikha duduk bersebelahan. Saat aku sedang asik menyantap pesananku, tiba-tiba Om Lans membuka pembicaraan. “Jadi gini, kita ketemu di restoran ini ada maksud dan tujuan. Rencananya Coraline sama Mikha akan di jodohkan. Sepertinya Mikha dan Coraline sudah kenal dekat, jadi perjodohan ini tidak hanya jadi rencana tapi akan segera di laksanakan.” Aku dan Mikha tersedak. Aku bingung harus melakukan apa. Lalu aku tinggalkan mereka semua, dan aku berlari ke luar. “Maksud Papah sama Mamah apa sih? Ngejodohin aku segala. Aku nggak mau!” Ucapku kesal dalam hati. Lalu tiba-tiba ada yang memegang tanganku. Ternyata itu Reuben. “Kamu mau kemana?” Aku hanya menduduk dan terdiam. “Kamu nggak setuju kalau kamu di jodohin sama Mikha?” Tanya Reuben lagi. Aku masih tetap terdiam. “Kalau di jodohin sama aku, kamu mau?” Aku menatap Reuben dengan wajah sedikit kesal. “Mukanya jangan kayak gitu dong, cantiknya ilang. Masalah yang tadi cuma bercanda kok. Lagian kamu itu harusnya mau di jodohin sama Mikha. Dia kan suka sama kamu.” Ucap Reuben dengan raut muka fake smile. Aku menatap Reuben. Dia pun menatapkku. Lalu wajah Reuben mendekat ke arah wajahku. Jantungku berdetak tak karuan. Sekitar 7 detik Reuben mendekatkan wajahnya ke wajahku. Dan setelah itu Reuben mencium keningku. Astaga kali ini aku benar-benar blushing dan speechless. Aku diam, hanya diam. “Maaf kalau aku lancang, karena aku sayang kamu. Dari dulu sebenernya aku udah suka sama kamu. Tapi aku nggak punya keberanian buat ngungkapin semua itu. Mungkin ini bukan waktu yang tepat, tapi aku nggak bisa menahannya lebih lama lagi dan aku ngelakuin ini sebelum kamu bener-bener jadi milik Mikha.” Entah mengapa mataku mulai memanas dan aku menangis. Reuben langsung memelukku. Setelah itu Reuben menghapus airmataku. “Kamu jangan nangis, meskipun nanti kamu jadi milik Mikha, aku bakal selalu ada buat kamu. I promise.” Ucap Reuben lalu tersenyum kepadaku. Aku dan Reuben kembali kedalam restoran. Di sana aku hanya diam dan tertunduk. Setelah itu Papah dan Mamah tidak berkata apapun lagi karena mereka pasti mengerti keadaanku. Malam itu pun berakhir, dan aku memejamkan mata berharap semua ini akan kulupakan.
Keesokan harinya aku bangun sekitar pukul 08.00. Karena hari ini libur aku hanya bermalas-malasan di rumah. Papah dan Mamah pergi ke rumah temannya. Dan aku di rumah hanya sendiri. Sebenarnya ada Pak Matthew, satpam rumah. Aku duduk di ruang tengah, menonton TV. Tetapi tidak ada acara yang bagus. Lalu aku melangkahkan kakiku ke depan piano yang berada di ruang tengah juga. “Sudah lama aku tidak bermain piano.” Ujarku dalam hati. Ku tekan tuts demi tuts sehingga menjadi alunan sebuah lagu instrumen Kiss The Rain - Yiruma. Setelah selesai memainkan lagu instrumen itu, aku memaikan lagu Home – Gabrielle Aplin.
…..With every small disaster
I'll let the waters still
Take me away to some place real….Tiba-tiba ada suara laki-laki nanyi mengikuti suaraku...