#30 : Good Bye.

37 3 26
                                    

Dear Ai,

Pernahkah aku mengatakan ini? Aku selalu berharap dapat bertemu denganmu secara tidak sengaja. Mungkin saat aku sedang ada di mall. Mungkin saat aku makan di tempat makan favorit kita. Mungkin di saat aku berkunjung ke tempat wisata, lalu kamu juga ada di sana. Itu saat kita masih tinggal satu kota.

Kemudian saat kamu harus pindah ke lain kota, aku masih saja berharap masih bisa berjumpa denganmu sewaktu-waktu. Mungkin saat kita sama-sama pulang. Mungkin saat aku mengunjungi temanku di kotamu. Mungkin saat kamu mengunjungi kotaku. Harapan yang selalu saja masih aku pupuk walau dengan kemungkinan yang amat kecil.

Kini, saat duaribu kilometer jarak memisahkan. Saat lautan turut berkonspirasi memisahkan kita, harapanku mulai pupus. Tak mungkin lagi kita akan bertemu dengan tidak sengaja. Tak akan mungkin.

Well, bagus juga sebenarnya. Bukankah Tuhan benar-benar baik? Dia tau aku susah sekali beranjak dari bayangmu. Kemarin, waktu telah memberi jarak. Kali ini, jarak itu benar-benar telah memisahkan kita. Kali lain, pasti hatiku juga akan beranjak sendiri darimu. Aku harus meyakini itu.

Ai, orang bilang, untuk melupakan kita harus mengikhlaskan. Untuk mengikhlaskan, kita harus memaafkan. Mungkin itu yang belum bisa aku lakukan. Bukan. Kamu tidak salah apa-apa. Bukan kamu yang seharusnya aku maafkan. Tapi aku. Aku masih belum bisa memaafkan diriku sendiri tentang kamu. Itu yang membuatku tak kunjung dapat berdamai dengan perasaanku.

Ai, ini surat terakhirku. JIka aku ingin semua ini usai, aku juga harus berhenti menyuratimu seperti ini. Dulu aku harap 30 hari menulis surat untukmu sudah cukup untuk mengakhiri semuanya. Dulu aku pikir surat ketigapuluh adalah pernyataanku yang telah merelakan kamu pergi. Tapi ternyata aku salah. Aku belum bisa merelakanmu, melupakanmu. Aku masih sering merindukanmu.

Tapi kamu tidak perlu mengkhawatirkan itu, Ai. Waktu dimana mimpiku tak lagi tentang kamu, atau kita, akan tiba. Waktu dimana aku mencurahkan seluruh cintaku pada seorang lelaki yang juga mencintaiku akan tiba juga. Bayang tentang kamu dan rasa yang pernah menjadi milik kita pun akan sirna pada akhirnya. Jika saat itu tiba, aku ingin bisa tersenyum menatap matamu dengan percaya diri.

"Aku mungkin pernah melakukan kesalahan. Tapi aku telah mengakuinya, dan menerimanya sebagai bagian dari masa lalu yang membentuk diriku yang sekarang. Kini, aku telah memaafkan diriku. Maka inilah aku, sosok yang berbeda dari aku yang dulu."
Nanti, akan aku katakan semua ini padamu, Ai, dengan kepala tegak.


Dari yang berusaha memaafkan dirinya tentang kamu,


X

Ai'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang