Draco mengajak para Weasley dan Hermione ke Hospital Wings. Ia berjalan paling depan diiringi Theo dan Blaise, dua sahabatnya yang paling ia percaya dan andalkan, selain Pansy. Paling belakang, berjalan para Weasley dan Hermione yang melangkah hati-hati dan dalam posisi siap tempur. Mereka belum mempercayai niat baik Draco sepenuhnya.
Perjalanan panjang nan melelahkan itu mereka lalui dalam keheningan. Tak ada celaan, tak ada kalimat-kalimat super pedas, dan yang patut disyukuri tak ada perang kutukan diantara dua seteru abadi itu. Satu-satunya suara yang menemani mereka hanyalah suara derap kaki dan jantung mereka yang berdetak, bertalu-talu di dada masing-masing. Mereka lebih memilih diam membisu daripada bercuap-cuap tidak jelas.
Langkah demi langkah menambah ketegangan kedelapan penyihir remaja itu. Pikiran mereka terpusat pada orang yang sama yakni orang yang sedang terbaring di salah satu ranjang Hospital Wings. Kedelapannya sama-sama mencemaskan kondisi Harry yang, meski sudah genap dua minggu menghuni Hospital Wings, masih juga belum menunjukkan tanda-tanda perubahan.
Bahkan seorang Draco Malfoy yang biasanya dingin, angkuh dan tak tersentuh pun, hari ini sorot matanya tampak keruh, refleksi kegundahan hatinya yang bergemuruh tak menentu. Draco merasakan dirinya seperti disayat-sayat sembilu, diombang-ambing oleh gelombang rasa cemas, dan ketidak pastian. Menit demi menit bagai siksaan untuknya. Sungguh, ia lebih suka melihat Harry merengut, menyumpah serapah, atau bahkan mengutuknya, daripada melihatnya terbaring tak berdaya seperti ini.
Berkali-kali —mungkin ada puluhan kali— ia ingin datang ke Hospital Wings, mengguncang-guncang tubuh Harry, dan berteriak-teriak seperti orang gila menyuruh Harry bangun. Bahkan jika perlu, ia akan menampar wajah manis itu bolak-balik, asal Harry bangun. Untung diambang kegilaannya, teman-temannya cukup waras mengingatkan Draco tentang bahayanya membuat marah serigala tua dan anjing galak penjaga Harrry.
Beberapa kali pula, Draco berniat mendatangi tempat Severus, memohon dengan amat sangat, kalau perlu menghiba —mengabaikan kemungkinan ayahnya memecatnya sebagai anak karena sudah sudah bertindak un-Malfoy-is— agar ayah baptisnya itu mau membuatkan ramuan yang 'Cespleng' untuk Harry-nya.
Itu juga salah satu pemikiran ngawur. Karena sudah pasti Albus Dumbledore sudah melakukan hal itu terlebih dahulu, sebelum Draco meminta. Dan, nyatanya ramuan Master Poition paling terkenal seantero Inggris pun tak manjur juga. Jadi ide absurd itu pun ia coret. Akhirnya diantara semua ide-ide ngawur yang bertengger di otaknya itu, ada juga ide yang cukup bagus. Draco memutuskan melalap habis buku-buku seputar kutukan dan pengobatannya, baik yang ada di perpustakaan Hogwarts maupun koleksi pribadi keluarga Malfoy yang langka, di sela-sela belajar untuk ujian.
Draco menduga selain memberi Harry kutukan Cruciatus, Voldemort juga memberi kutukan mematikan lainnya. Kalau tak salah, Fathernya bilang sebelum bertarung dengan Voldemort, Harry sempat batuk darah. Dan, batuk-batuknya semakin hebat setelah ia dikutuk dengan kutukan Cruciatus. Kesimpulannya, Harry mengalami luka dalam yang menyebabkan aliran sihirnya kacau, karena itu ia masih tak sadarkan diri hingga waktu yang tak bisa ditentukan selama proses pemulihan.
Ada dua cara yang bisa dipilih untuk memulihkan aliran sihir yang kacau. Pertama, dari asupan energi kehidupan dari Mate-nya yang ditransfer melalui 'You know about that' . Cara ini hanya berhasil jika ia makhluk mistis dan mereka sudah melakukan upacara sakral untuk menyatukan hubungan mereka. Cara kedua, dengan meminjam energi alam. Dan, cara inilah yang akan Draco gunakan.
'Ini pertaruhan terbesarku. Semoga berhasil, ah tidak, ini harus berhasil. Harus itu.' Pikirnya, mencoba tetap tenang. Tangannya terkepal erat. Meski yakin, ia tetap gelisah. Draco tahu, ini sebuah perjudian dan hanya mengandalkan untung-untungan. Ia hanya berharap kali ini aja, taruhannya dapat jackpot .
KAMU SEDANG MEMBACA
MATE SERAPHIM (END)
FanfictionAuthor by Ai Cute "Kau ingat dengan imbalan yang ku minta dulu?" Harry mengerutkan dahinya, mengingat-ingat, dan lalu mengangguk. "Aku memintanya sekarang." Tarikan nafas panjang terdengar di ruangan itu. "Apa?" "Aku ingin tinggal di sini, bersamamu...