Chapter 11

7.5K 872 83
                                    

Hidup seorang Severus Snape sangatlah sempurna. Pekerjaan tetap. Kedudukan yang bisa ia salah gunakan untuk menyiksa para Gryffindor muda, sebagai ajang balas dendam di masa lalu. Dan yang terpenting ia memiliki Sanctuary idaman, surga tempat ia menciptakan berbagai butiran ramuan yang menakjubkan dari otak jeniusnya. Hah, betapa sempurnanya.

Seperti pagi ini. Severus bangun dengan wajah cerah. Ada segaris tipis senyum menghiasi bibirnya yang hitam kelam. Meski, tak terlalu mencolok. Hanya orang terdekatnya-lah yang bisa membaca perubahan ekpresi di wajah lempengnya itu, seperti Lily Evans ah ralat Lily Potter, sahabat sekaligus gadis yang diam-diam dicintainya hingga kini.

Kita kembali pada Severus Snape, sang guru ramuan kita yang terkenal angker itu. Hari ini, hati Severus sedang berbunga-bunga. Semalam, ia berhasil menyelesaikan ramuan rumit yang sangat sulit dibuat. Ramuan ini berguna untuk menawarkan efek kutukan Crucius. Setelah itu, ia bermimpi sedang berkencan dengan Lily-nya, bidadari-nya di taman kenangan mereka.

Sungguh damai dan lengkap hidupnya. Seperti surga firdaus.

Paginya yang indah, Severus isi dengan acara tea morning, sebuah kebiasaan masyarakat Inggris sejati. Secangkir teh dengan aroma jasmine kesukaannya sudah terhidang di meja. Daily Prophet pun tak ketinggalan, tertata rapi di atas meja.

Jemari tangan Severus yang panjang, meraup Dialy Prophet membaca berita penting di dunia sihir. Tak ada yang istimewa, hanya beberapa opini mengenai menghilangnya Barty Crouch junior dari penjara Azkaban. Hahhhh, Severus menghela nafas panjang, geleng-geleng kepala, seraya mengumpat, "Dasar idiot," lirih.

Dipikir-pikir, penjara Azkaban jadi terdengar tak semenakutkan dulu. Sudah ada dua tawanan yang berhasil lolos dari Azkaban. Pertama si Black, entah bagaimana caranya si Black itu, Severus pun tak tahu. Si Black tak pernah cerita saat acara kumpul-kumpul kelompok Orde. Sekarang, si Barty yang terkenal sangat loyal pada Voldemort. Severus hanya bisa berdoa, "Semoga saja Lastrange bersaudara bersama istrinya yang gila itu, tak ikutan lolos." Bisa sangat berbahaya kalo sampai mereka lepas.

Severus mengambil cangkirnya, sebelum tehnya dingin, dengan sebelah tangan. Ia menghirup aromanya yang segar dan meminumnya. Baru dua tegukan cairan teh hangat itu mengaliri kerongkongannya, ia sudah mendengar suara gaduh 'Glontangg... Bukkk..' yang sangat mengganggu telinga.

Urat-urat syaraf menonjol di wajah putihnya, tandanya si empunya marah. 'Apalagi yang dilakukan dua orang biang onar itu? Tak bisakah mereka membiarkanku tenang?' batinnya dongkol, buru-buru bangkit dari tempat duduk. Saking terburu-burunya, ia sampai tidak sadar menginjak ujung jubahnya. Akibatnya tubuhnya terhuyung ke depan membentur tumpukan buku yang berjatuhan menimpa kepalanya dan membuat rambutnya yang tadi sudah disisir rapi berantakan.

"Oh, Shit." Makinya kasar.

Ia menyambar tongkatnya, mengabaikan penampilannya yang berantakan, berjalan dengan langkah bedebam keras ke ruangan, tempat suara gaduh itu berasal. Ia buka pintu ruangan itu kasar hingga terdengar suara bunyi SRETTT... BRAKKK...

" K!" Bentak Profesor Snape yang baru bangun dengan rambut berminyak yang acak-acakan, tandanya si doi belum sempat sisiran. "PILIH! Kalian diam atau mau ku buat diam untuk selamanya?" ancamnya tak main-main.

Dua orang biang sakit kepalanya itu, dengan patuh menganggukkan kepalanya. Bagus. Kalo sampai mereka masih berisik lagi, Severus berani bersumpah, akan memberi mereka ramuan tegukan hidup dan mati. Persetan dengan efeknya dan persetan dengan teguran Albus. Tak ada yang boleh menentangnya, terutama jika mereka berada dalam Sanctuary-nya.

...*****...

Lain Severus, lain pula keluarga Malfoy, meski acara paginya sama, yaitu tea morning. Lucius Malfoy, sang kepala keluarga Malfoy duduk di kursi kebesarannya. Tongkat berjalannya ia letakkan di samping kanan pegangan kursi. Tangan kirinya menggenggam cangkir teh yang terbuat dari porselin mahal, impor dari China, erat. Meski tampak menikmati acara minum tehnya, sebetulnya tatapan matanya kosong.

MATE SERAPHIM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang