“Annabelle”and Her Two Side of Life
OtherwiseM presentedCrime,Gore, Thriller, Horror
WARNING!!! PG-17
Pokoknya, jangan biarkan dirimu jatuh dalam pesonanya yang memabukkan.
.
.
.
Aku memiliki seorang teman. Namanya adalah Annabelle.Gadis lima belas tahun yang manis, lembut, lugu, dan penyayang. Ia tidak seorang diri di sudut Los Angeles lantaran kedua orang tuanya sudah meninggal tiga tahun lalu. Annabelle juga tidak punya sanak saudara yang rela dengan tulus mengurusnya. Kisah klasik soal gadis kesepian, huh?
Tidak juga. Karena ada sebuah anomali dalam dirinya menarik atensiku untuk membahas kehidupannya lebih lanjut. Apa kalian penasaran?
Sekepal dogma menguatkan diriku untuk menceritakannya pada kalian. Tapi, kalian harus berjanji untuk tidak menceritakannya pada siapa pun. Karena ini adalah sebuah cerita menarik yang kurahasiakan seumur hidupku.
Aku hanya akan menceritakannya sekali. Maka, berkonsenterasilah karena aku tak akan bisa mengulangnya. Risiko besar bagiku jika melakukan hal ini sekali lagi.
Annabelle memiliki dua sisi dalam dirinya yang dapat berubah dalam satu kedipan mata. Aku hanya bisa memandanginya dari kanopi, dan berharap ia tak menyadari kehadiranku yang senantiasa mengikutinya dalam sudut gelap tak terjamah mata.
Dia cantik menurutku. Imut juga. Namun aku berpikir ulang sesaat setelah irisnya berubah biru …,
Pokoknya, jangan biarkan dirimu jatuh dalam pesonanya yang memabukkan.
*****
“To-tolong jangan … bunuh aku.”
Serentetan rintihan serupa dari seorang gadis dalam ruangan pengap minim pencahayaan tak menggugah keapatisan Annabelle di ujung sana, yang menuliskan sesuatu dalam diam. Sorot luka penuhi irisnya.
“Ini tak akan menyakitkan, aku janji. Kau memiliki mata yang bagus. Aku suka.” Akhirnya sebuah suara menembus gendang telinga si gadis yang terikat kuat di bagian kaki dan tangan. Air mata banjiri paras pucatnya, temani cairan pekat yang menganak sungai di ubin. Rasa perih di sekujur tubuh tak mampu hilangkah tekad melepas jeratannya.
“Berhenti melukai dirimu sendiri,” titahnya dingin. Annabelle telah selesai menulis. Tangan mungilnya beralih pada pisau kecil di meja sebelah. Digunakannya benda itu untuk mengiris kecil jemarinya, pastikan asahannya kemarin sempurna.
“Ke-napa k-kau melakukan ini … padaku? A-apa salahku?!” Matanya membulat maksimal manakala dilihatnya sosok itu mendekat dengan gemelatap teratur. Napasnya memburu. Paras itu tampak begitu gamblang meski hanya bohlam kecil yang menjadi satu-satunya penerangan di sini. “K-kau!”
Gadis itu menempelkan telujuk di bibir. Sejurus kemudian, suntikan menampakan wujud dari balik saku babydoll merah yang mengumbar bau anyir. “Selamat tinggal, Sunbaenim. Segala cacianmu akan kuingat dalam hati dan kujadikan kenangan dalam matamu yang selalu menatapku penuh kebencian.”
“Ti-tidak mungkin … kau … TIDAK!!”
Teriakannya meredam seiring jarum suntik berdiameter tak lebih dari 0,2 milimeter menembus bahu sebelah kiri. Dengan satu tekanan lembut, cairan penuh racun tersebut berhasil mendifusi dalam eritrositnya.