Ken pacarku, Dylan suamiku.

24K 569 21
                                    

Sebenarnya aku belum mengetahui pasti mengenai hubunganku dengan Ken itu seperti apa, tapi kalau dipikir lagi hubungan terlarang antara aku dan Ken yang sesama pria pasti tidak akan bertahan lama. Meski mungkin nanti ada keajaiban kalau aku bakalan suka padanya, tapi aku tidak yakin kalau cinta kita berdua akan kokoh selamanya. Bagai angin yang menghempas besi, maka ketika besi itu mulai rapuh pada akhirnya angin sepelan apapun bahkan bisa merobohkannya.

Kegiatan aku di pagi ini adalah mencuci pakaian sebelum aku harus berangkat ke studio, aku tinggal sendiri di sebuah rumah susun yang sering disebut sebagai kos-kosan oleh anak muda saat ini. Hidup sendiri di kota orang lain memang sedikit membuatku merasa kesepian, aku terlahir di sebuah desa kecil perkampungan yang cukup jauh dari kota. Diriku mengadu nasib ke kota karena aku pikir kalau hanya bekerja sebagai petani ladang maka hidupku akan suram kedepannya. Aku lulus SMP dan behenti ketika kelas 11 SMA dikarenakan masalah ekonomi. Mungkin itulah sebabnya aku diam dan sedikit menutup diri karena aku mengakui kalau diriku bodoh, aku tidak mau banyak bicara karena belum tentu semua ucapanku benar.

Kebanyakan di kota Jakarta bakalan menerima pekerja dengan lulusan SMA atau sederajat, tapi beruntung aku bisa lolos dan bekerja di studio karena Pak Boss yang aku kenal di sana sangat baik dan ramah. Beliau mengenalku sebagai karyawan yang giat bekerja, meski hanya bermodal ijazah SMP tapi kreativitasku tidak kalah dengan orang yang lulus sekolah 12 tahun, begitu kata Pak Boss.

Urusan merias stage sama saja seperti aku sedang membereskan ruangan yang berantakan, bagaimana aku harus menata ruangan itu sebagus mungkin dengan beberapa pemanis yang dibuat. Pekerjaanku memang terdengar mudah, tapi coba kalian pikir, membuat stage untuk foto juga butuh berpikir keras.

Tidak aku sangka kalau aku sedang melamun ketika beberapa cucian di tanganku mulai terendam, aku rendam saja dulu, nanti malam baru aku jemur pakaian itu semua.

Segera aku berganti pakaian dan keluar dari area rumah susun untuk pergi menuju parkiran angkutan umum, butuh sekitar 15 menit aku sampai di studio tempat aku bekerja. Pandanganku mulai melongok kedepan kassa mobil ketika melihat gedung studio sepertinya sudah open.

Tidak lupa aku membayar ongkos dan segera berlari untuk masuk ke dalam gedung, langkahku agak lunglai karena sepatu yang aku kenakan sedikit licin, lantai di gedung studio ini bahkan lebih bersih dari yang biasa aku lihat, sepertinya sedang ada general cleaning.

Aku sampai di area working konsep, aku sih menyebutnya ruang kerjaku sendiri walau sebenarnya kita kerjasama tim. "Reno!" Seseorang memanggilku, oh itu Dylan, pria dengan sosok yang sedikit kejam menurutku, tatapannya dingin dan sikapnya memang agak keras. Tapi aku sadar kalau Dylan memiliki paras tampan, dia bergaya Fashionman. Berbeda dengan Ken yang gayanya seperti Korean Fashion.

Aku mendekati Dylan yang sedang sibuk membawa beberapa lembar dokumentasi hasil gambar. "Kenapa Dy?" aku bertanya dengan menyebut namanya singkat, Dy, atau bisa disebut 'Day' dalam lisan kita.

Mataku melirik, aku melihat Ken yang sedang duduk bersebelahan dengan seorang pekerja wanita, freelance sepertinya, genit banget wanita itu sok dekat dengan Ken sambil belagak centil. Kok jadi bawa perasaan ya sama Ken, ah! Sudahlah lupakan dulu.

"Reno, bawa hasil gambar ini ke ruang Pak Boss, bilang kalau ini hasil sampai bulan mei." aku hampir lupa soal Dylan, dia menyuruhku untuk mengantar dokumen ini,  padahal aku masih sibuk melihat kemesraan Ken dengan wanita centil itu yang sekarang mulai pegang-pegang pundak Ken. Kayaknya aku mulai cemburu deh.

"Oh oke, Dylan." jawabku yang masih melihat ke arah Ken.

Dylan juga merasa heran, "Kamu lihat apa?" suara Dylan terdengar lagi, tapi aku belum fokus padanya.

One Love - BoyxboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang