Semenjak kejadian perkelahian antara Ken dan Dylan, aku jadi merasa tidak enak dengan posisiku sekarang, bukan aku merasa percaya diri karena diperebutkan; hanya saja sekarang Dylan jadi seperti orang yang menghindariku, bahkan dia tidak pernah terlihat menatapku dan menyapaku sekarang. Aku pikir itu bagus, tapi setelah aku cerna sebenarnya hal ini tidak harus terjadi jika sikap Dylan lebih dipikir lagi sebelumnya.
Masih amat teringat sikap erotis dan tidak senonoh Dylan padaku sebelumnya, dia hampir membuatku seperti seorang pria gigolo yang sedang ingin disetubuhi. Aku harap Dylan bisa berpikir dewasa lagi dan segera meminta maaf, bukan malah dia menjauh dan menjaga jarak padaku seperti sekarang, dasar pria pengecut. Aku jadi merasa kalau Dylan itu bukan pria sungguhan, pengecut bodoh.
Pagi harinya aku datang terlambat lima menit di studio, beruntung Boss mengijinkanku masuk, segera langkah kakiku menuju office untuk melihat jadwal hari ini, apa ya yang harus aku lakukan. Di jadwal itu akan ada tema dan juga catatan beberapa pelanggan yang meminta pose atau gaya seperti apa yang mereka mau, mulai dari foto untuk prewedding, ulang tahun, foto keluarga, atau hanya mungkin sebuah foto pribadi juga bisa.
Aku melihat jadwal yang deadline, dengan tema keluarga yang bahagia. Itu mudah, tidak banyak catatan dan bertema nuansa taman luas dengan beberapa hamparan bunga. Sebaiknya aku cepat menuju ruang suplay untuk membuat beberapa hiasan, pasti di ruang suplay juga sudah banyak orang yang mempersiapkan jadwal yang deadline itu.
Ternyata benar.
Semuanya sudah sibuk membuat beberapa hiasan mulai dari bangku taman, hiasan bunga atau rumput liar, ada juga beberapa pohon dengan kardus. Lalau aku? Harus buat apa.
Beruntung Fairuz memanggilku untuk membantunya mengecat bangku taman dengan cat putih, dengan begini aku jadi tidak merasa makan gaji buta. "Reno, kamu tau soal permasalahan Ken dan Dylan?" Fairuz mulai bertanya sesuatu mengenai kedua pria itu, aduh, jadi punya perasaan tidak enak nih.
Aku mengerutkan dahi, tanganku masih sibuk dengan kuas cat. "Permasalahan apa ya?" tanyaku penasaran.
"Mereka berkelahi tadi, pagi-pagi sudah bikin heboh studio." kata Fairuz yang langsung membuatku merinding.
Aku langsung berusaha berdiri, "Hmm, sebentar ya Fai, aku mau ke toilet dulu." aku berdiri dan mengambil spekulasi sendiri, aku bohong, niatnya sih aku bukan ke toilet melainkan untuk mencari Ken ada di mana.
Tatapanku sibuk memperhatikan jalan, aku bertanya pada Secwan, mungkin dia melihat Ken. "Sepertinya aku lihat dia tadi ke taman dekat kolam ikan belakang." kata Secwan yang segera aku berlari untuk menuju belakang studio yang terdapat kolam ikan di belakang gedung.
"Kemana sih dia..." gumamku pelan ketika pandanganku belum menemukan sosok Ken di taman tersebut.
Tapi iya, aku mulai melihat sosok pria dengan sebatang rokok sedang asik menghisap batangan nikotin itu sampai asapnya mengepul ke udara. Itu Ken. Ada yang berubah sepertinya dari penampilan Ken; rambutnya, iya sekarang Ken mengecat rambutnya berwarna hitam gelap, bukan pirang lagi. Aku mulai mendekati pria itu.
"Rambut baru ya?" suaraku sedikit pelan, tapi belum merebut perhatian Ken yang masih sibuk menghisap rokoknya itu. Dia hanya berdiri dan mengabaikan pandanganku.
Ken sempat membuang puntung rokok yang masih sisa setengah itu sebelum mulai menjawabku, "Mau ngapain ke sini? Cuman buat nanya rambut?" suaranya kok seperti ketus begitu, Ken sepertinya sedang marah. "Mending punya rambut baru, daripada punya pacar baru terus langsung ngakuin jadi suami." diujung ucapannya Ken mulai terkekeh pelan karena mungkin dia merasa jengkel padaku.
Aku diam, ucapakan Ken barusan menyinggungku soal Dylan pasti.
"Kamu marah?" tanyaku dengan sedikit emosi juga, inilah aku, sudah salah malah menyalahkan balik. Aku tidak mau disalahkan, egois? Ya aku memang egois.
"Ck," Ken berdecak frustasi, pandangannya kabur dan tidak menatapku samasekali. "Kamu bisa mikir sedikit tidak? Ngertiin aku bisa?" pertanyaan dia kenapa harus hanya untuk dirinya saja? Dasar egois juga dia.
"Kamu yang salah, aku tidak begitu. Kamu yang malah asik bermesraan sama wanita. Bohong banget kalau kamu suka sama aku." kataku yang langsung masuk dalam inti masalahnya.
"Terserah mulut kamu sajalah!" Ken berbalik tanpa melihat sedikitpun padaku, dia berjalan untuk pergi dari posisiku sekarang. Sedikit aku bisa melihat luka lebam di bagian pelipis matanya, apa itu bekas luka perkelahiannya dengan Dylan tadi? Bisa jadi.
Aku berjalan cepat untuk memegang tangan Ken, bukan, maksudnya aku memagang lengan jaket yang dikenakan Ken saat ini untuk menahannya. "Maaf," kataku yang segera menghentikan langkah kaki pria itu.
Ken menghela napasnya sejenak dengan ekspresi kesal, "Kalau aku bilang lepaskan, apa kau akan lakukan?" dia bertanya.
"Tidak." jawabku cepat. "Maafkan aku."
Apa yang Ken lakukan?
Salah, dia bukan menepis tangannya dari genggamanku. Ken malah melepas jaketnya dan membiarkan genggamanku memegang jaketnya itu. Aku tau kalau dia tidak akan bersikap kasar pada diriku, dia mungkin bisa kasar dengan hal lain tapi tidak dengan fisikku jika sedang emosi. Kok aku tau? Entahlah, cuman insting saja.
Kemudian dengan langkah cepat aku berlari untuk berada dihadapan Ken, dengan keberanian yang ada aku mulai mengangkat sedikit tumitku untuk segera menyambar bibir Ken dengan bibirku. Mungkin dengan cara ini. Smooth kiss.
1...
2...
3...
Aku belum merasakan respon apa-apa dari Ken, bibir kami masih bertautan satu sama lain. Sampai aku mulai merasa kalau aku harus berhenti.
"Jangan..." aku mendengar suara Ken ketika aku melepas perlahan ciuman itu.
Tangan Ken kembali memelukku erat dan sekarang wajah Ken malah yang kembali mendekatkan bibirnya dengan bibirku. Kali ini ciuman yang lebih agresif, lumatan dengan bunyi decitan dari kedua bibir kami mulai terdengar. Ken terasa begitu nafsu sekarang, dia lebih bergairah mempertemukan lidahku dengan lidahnya dalam dua rongga mulut yang berbeda.
Mataku mulai terpejam dan aku hanya bisa merasakan air liurku dengan Ken mulai menyatu.
••••••
Never EndingReno
••••••
Ken
KAMU SEDANG MEMBACA
One Love - Boyxboy
RomanceOrang biasa memanggilku Ren karena namaku Reno, aku bekerja sebagai tim perancang stage di sebuah studio foto. Ini cerita pendek ketika aku mulai bertemu dengan beberapa pria yang mungkin tengah aku kenali sebagai sosok gay/bisex.