Chapter 3

3.1K 347 3
                                    


AUTHOR POV

Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Biasanya jam segini Kim Mingyu sudah pulang dari kantor.

Dan benar, beberapa saat kemudian terdengar suara mobil Mingyu yang memasuki garasi rumah. Pemuda berusia dua puluh sembilan itu pun keluar dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam rumah. Di usianya yang masih terbilang muda, orang-orang mungkin tidak akan menyangka kalau Kim Mingyu adalah direktur utama Pledis Company, perusahaan yang didirikan oleh almarhum ayah Mingyu. Ayahnya meninggal tiga tahun yang lalu dan itu berarti Mingyulah yang menjadi pewaris perusahaan ayahnya.

Jangmi bangkit dari kursinya saat ia mendengar suara mobil. Dengan semangat ia melangkah keluar kamar untuk menyambut suami tercintanya yang sudah pulang. Namun...

"Mingyu-ya, eomma ingin bicara denganmu sebentar..."

Jangmi menghentikan langkahnya di balik pintu kamar. Sepertinya ada hal penting yang ingin dibicarakan ibu mertuanya – khusus berdua dengan Mingyu.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Mingyu yang duduk di sebelah eomma-nya sambil melepaskan jas serta dasinya.

"Aigoo... putraku ini pasti kelelahan karena bekerja seharian," Nyonya Kim membelai kepala Mingyu dan membantu putranya melepaskan dasi. Sementara pemuda itu hanya tertawa kecil menanggapi sang ibu.

"Seandainya kalian sudah memiliki seorang anak... pasti anak itu sekarang sudah menyambut kepulanganmu, Mingyu-aa. Dia akan menganggumu, mengajakmu bermain, dan eomma yakin rasa capekmu akan menghilang saat mendengar tawa anak itu."

"Eomma..." gumam Mingyu. Ekspresi wajahnya berubah murung saat mendengar perkataan dari Nyonya Kim. Di sisi lain, mereka tidak menyadari kalau saat ini Jangmi juga mendengar obrolan mereka dari balik pintu kamar.

"Aku tidak ingin kau membahas tentang anak di hadapan Jangmi..."

"Wae? Bukankah anak adalah sesuatu yang harus dibicarakan oleh sepasang suami istri?"

"Tapi Jangmi..."

"Tidak bisa memiliki anak?" potong Nyonya Kim. Mingyu pun terdiam.

"Mingyu-ya..." Nyonya Kim melanjutkan pembicaraannya. "Aku memaklumi kondisi tubuh Jangmi yang tidak bisa memiliki seorang anak. Tapi... bukankah tubuhmu tetap bisa membuatmu memiliki seorang anak?"

"Mak...maksud eomma?"

"Maksud eomma adalah kau masih bisa memiliki seorang anak, Mingyu-ya... Kau tinggal menikah dengan wanita lain dan..."

"EOMMA!!" tiba-tiba Mingyu membentak. Nyonya Kim begitu kaget melihat wajah Mingyu yang menunjukkan kalau ia sedang marah. "Aku tidak akan pernah menikah dengan wanita lain, jadi aku mohon eomma jangan membicarakan hal ini lagi."

Mingyu pun beranjak bangun dan melangkah menuju kamar. "Mingyu-ya... apa kau benar-benar tidak menginginkan seorang anak? Apa kau benar-benar tidak menginginkan seorang keturunan?"

Pertanyaan dari Nyonya Kim membuat Mingyu berhenti melangkah. Ia diam mematung dengan wajahnya yang begitu sedih. Jujur, Kim Mingyu adalah pria normal yang pasti menginginkan seorang anak di dalam pernikahannya. Mingyu sangat ingin ada seorang bayi yang lahir dari darahnya, yang akan tumbuh mirip dengannya. Mingyu ingin memberi nama bayi itu, dan membesarkannya.

"Ani, Eomma. Aku tidak menginginkan seorang anak. Asalkan pernikahanku dan Jangmi bisa terus bertahan, asalkan aku bisa membahagiakannya, itu sudah cukup untukku."

"Dan kau melupakan eomma-mu?"

Mingyu lagi-lagi terdiam.

"Kalau kau memang tidak menginginkan seorang anak, tidakkah kau memikirkan aku yang sangat menginginkan seorang cucu? Mingyu-ya... eomma sudah tua. Apakah kau tega melihat eomma menghabiskan masa tua eomma tanpa menimang seorang cucu? Apa kau hanya memikirkan kebahagiaan istrimu dan melupakan kebahagiaan eomma-mu sendiri?" Nyonya Kim mulai menangis. Sungguh, Mingyu sama sekali tidak bermaksud membuat wanita yang melahirkannya itu menangis seperti ini.

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang