Prolog

24 2 0
                                    


Telah lama ku memintal persahabatan dengan Sunyi. Bercerita ini dan itu tiada henti. Ku adukan segalanya, semua kehidupan yang ku lalui

Kadang-kadang ku tertawa, kadang pula menangis. Namun, Sunyi tetap mengeja sepi.

Ku selalu aman bersama Sunyi. Memilah-milah fragmen memori yang ingin ku singgahi barang sejenak. "Aku selalu bisa menjadi diriku sendiri," ucapku pada Sunyi, "tapi hanya kalau aku bersamamu." Lantas aku pun meringkuk nyaman di sisinya, melepaskan topeng yang kerap ku kenakan bila bergaul dengan mereka.

Bagiku, Sunyi adalah katakomba. Semacam tempat di mana ku dapat selalu melarikan diri dari gemerlap dunia. Menulikan diri dari kata-kata yang sarat pseudomakna yang dijejalkan dengan paksa ke telingaku.

Ku menghela napas. Sunyi, kaulah yang mengajariku berkontemplasi, menjenguk ke dalam isi hati yang selama ini kuabaikan begitu saja. Kaulah yang memantapkan langkah kakiku sehingga aku tak terbenam dalam arus kehidupan memuakkan ini."

Dan, sebagaimana yang sudah-sudah, Sunyi terus mendengarkanku dengan tabah. Tanpa menyelipkan koma, tanpa mencipta jeda.

Sunyi menuntunku melihat semesta dari aneka sudut yang berbeda. Ia tidak memprovokasi, tak pula menghakimi. Hanya membantuku melembutkan hati.

Ku percaya, karena Sunyi-lah ku masih mampu terus bertahan...

LatentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang