Seperti hari-hari sebelumnya, dia memasuki ruangan ini tanpa berkata-kata menuju mejanya dan menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan yang ia buat. Tidak ada yang salah memang, meski sebenarnya ada tapi tidak ada yang menyadarinya. Seorang gadis menghampirinya, ia sontak mengangkat kepalanya dan tersenyum pada gadis itu, salah satu sahabatnya. Mereka bercerita seperti layaknya sepasang sahabat, kadang mereka tertawa terbahak-bahak saat mereka menceritakan cerita yang lucu. Tidak ada yang salah dengan mereka, tidak ada dimata yang lainnya. Tapi aku menyadarinya, tatapannya tak sama dengan senyum dan tawanya. Tatapannya sunyi, tawanya hanya untuk menyembunyikan lukanya.
"Sssshhh, gimana kalau dia?"
"Siapa? Elvina?"
"Bukan, tapi Venus Friskaly" Aku tersadar dari lamunanku setelah mendengar namanya, nama gadis yang kuceritakan tadi.
"Kusarankan jangan" Aku akhirnya angkat bicara.
"Kenapa? Kau mencintainya?"
"Tidak mungkin. Tapi kusarankan jangan main-main dengannya"
"Ayolah, Bagaimana jika kita berlomba untuk mendapatkannya. Ini akan seru dari sebelumnya, kau mencintainya bukan? Kita lihat apakah dia juga mencintaimu"
"Apa kau gila? Dia itu..." suaraku meninggi, kulihat dia memperhatikanku. Aku tak bisa melanjutkan kata-kataku, tenggorokanku tercekat begitu saja.
"Waktunya 7 bulan, jika aku tidak bisa menaklukkannya berarti aku kalah. Jika aku menang aku hanya akan mengajukan 1 permintaan untukmu"
"Tapi..."
"Tidak ada tapi-tapian" Aku tak bisa membantahnya lagi, sahabatku yang satu ini pasti akan tetap memaksakan kehendaknya bagaimanapun itu, aku tak tahu bagaimana dia bisa mendapatkan gelar "The Most Wanted" dikampus ini. Akupun tak tahu bagaimana bisa aku bersahabat dengan Raynand Adelardo atau biasa dipanggil Ray itu. Oh ya, namaku Azka Aldric, aku dipanggil Al oleh teman"ku, dan sahabatku yang satunya adalah Fahri Ardhani, orang yang menyarankan Venus menjadi sasaran Ray kali ini.
"Pagi Ve" Aku memutar mataku, Ray sudah mulai melancarkan serangannya. Ve hanya meliriknya tanpa membalas sapaannya, sontak aku hanya menahan tawaku.
"Apa yang kalian tertawakan" Ray menyadari bahwa kita menertawakannya, kitapun terdiam sambil tetap menahan tawa yang mulai mereda.
Kuliah kali ini sama seperti sebelumnya, tidak ada yang berbeda kecuali perilaku Ray yang mulai mendekati Ve.
"Ve, dimana rumahmu? Akan kuantar pulang" Ray memulai tingkahnya lagi. Ve tidak menggubrisnya, tapi Ray tetap kukuh mendekati Ve. Aku dan Fahri hanya membuntuti mereka. Ray semakin gencar melayangkan jurus-jurusnya, kini Ve malah memasang headphone yang sedari tadi tersampir dilehernya lalu memencet beberapa tombol dan melenggang pergi meninggalkan kami bertiga eh bukan,maksudnya kami berempat. Elvina daritadi juga hanya bisa membuntuti mereka.
"Eh El, boleh minta nomernya / pin bbmnya kan?" Tanya Ray, ia menghadang Elvina yang ingin mengejar Ve.
"Eh hmmm" Elvina malah tergagap karenanya, kulihat Ve kembali mendekat kearah kita dan dari belakang Ray, ia meraih tangan Elvina dan menariknya pergi dari kami. Aku dan Fahri mendekati Ray
"Hahha, makanya jadi cowok itu jangan terlalu agresif" Ucapku setelah menepuk punggungnya sembari menatap punggung Ve & Elvi yang semakin menjauh
"Dia pulang kemana ya?" Pikiranku melayang begitu saja, meluncurkan pertanyaan konyol itu, untung aku tidak mengucapkannya.
"Apa kita akan membuntutinya secara diam-diam?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Fahri, sontak aku melihatnya dan menggelengkan kepalaku.
"Kenapa? Sepertinya kau tidak setuju?"
"Ehhh itu hmm aku ada urusan setelah kuliah ini, jadi aku tak bisa ikut dengan kalian" Al tergagap. Ia tak mungkin membicarakan yang sebenarnya
"Baiklah, kurasa tidak hari ini. Lagipula masih ada banyak waktu untuk mendekatinya" Ray percaya alibi Al, mereka akhirnya berpisah.
"Aku pulang" teriak Al saat telah berada dirumahnya, tidak ada siapa-siapa. Mungkin orang tuanya belum pulang dari pekerjaannya. Al berjalan menuju lantai kedua rumahnya, dan mengetok sebuah pintu.
"Apakah kau sudah pulang kak?" Teriak Al dari luar ruangan tersebut. Gagang pintupun bergerak seiring dengan pintu yang terbuka, seorang gadis keluar dari kamar tersebut. Tanpa menjawab pertanyaan adiknya, dia mengunci ruangan yang disinyalir merupakan kamarnya itu, lalu meninggalkan Al yang masih berdiri disana
"Kau mau kemana lagi kak?" Teriak Al agak kencang karena kakaknya itu telah berada di lantai pertama. Tak ada jawaban sama sekali, berhenti atau menolehpun tidak.
"Apa yang sebenarnya selalu ia lakukan?" Al bergumam kesal, sejak kakaknya kembali ke rumah ini kakaknya itu sama sekali tidak menggubrisnya. Kakaknya itu selalu menganggap bahwa hanya ada dia dirumah ini, kadang ia tak pulang kerumah. Tak pernah menyapa dirinya bahkan orang tuanya, ia selalu keluar setiap pulang kuliah. Al bergegas menyusul kakaknya, ia penasaran dengan apa yang dilakukan kakaknya itu. Al mengikuti kakaknya hingga sampai ke sebuah cafe, Al menyelinap masuk dan duduk dimeja paling pojok lalu menutupi wajahnya dengan buku menu.
"Apa yang ingin anda pesan?" Suara itu sangat familiar di telinga Al, ia mengintip sedikit dari balik buku dan kaget
"Kakak? Apa yang kau lakukan disini dan dengan seragam pelayan itu?" Respon Al sesaat setelah ia melihat kakaknya dengan seragam pelayan cafe ini.
"Maaf, apa yang ingin anda pesan?" Tanyanya lagi, ia tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan adiknya itu.
"Cappucino, setelah pesananku kau antar. Aku ingin mengajakmu bicara" ucap Al, ia sungguh penasaran dengan kakaknya itu
" Cappucino 1, ada lagi?"
"Setelah kau antar pesananku itu, aku hanya ingin berbicara kepadamu" tekan Al
"Maaf, tapi saya sedang sibuk. Masih banyak pelanggan yang harus saya layani. Permisi" Ucap kakak Al dan pergi. Al tidak kehilangan akal, dia pergi keruangan manajer lalu meminta ijin untuk meminjam Kakaknya sebentar.
"Silahkan menikmati"
"Duduklah kak" ucap Al
"Maaf tapi...
"Kau bisa berbicara dengannya sebentar, lagipula masih ada pelayan lainnya" ucap sang manajer cafe tersebut. Al tersenyum, ia melihat kakaknya terpaksa duduk dikursi kosong dihadapannya
"Apa yang kau lakukan disini kak?"
"Bekerja"
"Bukankah ayah dan ibu sudah bekerja keras untuk membiayai kita, jika kau ingin bekerja kenapa tidak kau tanya pada ayah agar kau bekerja diperusahaannya"
"Urusi saja urusanmu"
"Aku mengkhawatirkanmu kak, apa yang terjadi? Sejak kau kembali kau malah bersikap aneh seperti ini? Apa salahku?"
"Kau tidak salah" Ia terus menerus menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat, ia ingin menyembunyikan sesuatu dariku.
"Jangan berbohong kak, kau menyembunyikan sesuatu dariku. Aku tahu itu, kenapa?"
"Cepat atau lambat kau akan mengetahuinya. Permisi" Ucapnya dan pergi mengerjakan pekerjaan paruh waktunya itu. Al sangat penasaran dengan apa yang disembunyikan kakaknya itu. Al merasa janggal sejak kakaknya kembali ke negara halamannya itu. Ada yang dilupakannya, ia tak bisa mengingatnya dengan baik. Ingatan penting itu, apa?Bersambung.............
Maaf ngaret baangeeeet
KAMU SEDANG MEMBACA
Latent
RomanceProlog Telah lama kau memintal persahabatan dengan Sunyi. Bercerita ini dan itu tiada henti. Kau adukan segalanya, tentang semua yang kau lalui baik manis maupun pahit Kadang-kadang kau tertawa, kadang pula menangis. Namun, Sunyi tetap mengeja sepi...