Part 5

4 0 0
                                    

Setelah mereka sampai di rumah, Friska segera bersiap-siap untuk pergi bekerja.
"Kakak janji akan pulang lebih awal dan memasak untuk makan malam kali ini. Kau mau makan apa malam ini?" Ucap Friska sebelum ia berangkat.
"Terserah kakak saja. Perlu tumpangan?" Tanya Ald sembari berdiri dari sofa di ruang tengah.
"Jika kau tak keberatan. Tentu saja" Ucap Friska. Ald segera mengambil jaket yang ada di dekatnya dan juga mengambil kunci motornya. Ia segera bersiap untuk mengantar kakak satu-satunya itu. Mereka berhenti di sebuah cafe tempat kakaknya biasa bekerja. Awalnya ia tak yakin jika kakaknya itu dengan sukarela memakai seragam wajib pelayan di cafe tersebut  mengingat ia lebih cocok dibilang maskulin daripada feminim itu. ya meskipun ia tetap tidak bisa bertingkah ramah seperti karyawan yang lainnya. Jika saja dia bukan kakaknya, mungkin ia akan jatuh hati sejak lama.

"Hei, siapa dia? Apa kekasihmu? Dia mirip denganmu?" Ucap seorang gadis yang juga merupakan karyawan paruh waktu di cafe itu.
"Tentu saja bukan" Ucap Friska sembari membuka loker tempat perlengkapannya.
"Benarkah? Padahal kalian terlihat serasi. Bukankah dia pria yang ingin berbicara denganmu kemarin itu, dia bahkan sampai bilang sendiri ke manajer" Ucap gadis itu lagi.
"Aku tahu bahwa dia mirip denganku dan kita serasi karena kita bersaudara" Ucap Friska yang kemudian menghilang di sebuah ruangan.
"Hah, benarkah? Sejak kapan kau punya adik? Kenapa aku baru mengetahuinya?" Tanya gadis bernama Vanya yang sedari tadi mengajukan pertanyaan bertubi-tubi kepada Friska.
"Apa dia satu kampus denganmu?" Tanya Vanya lagi
"Ya, seharusnya kau kenal dia" Jawab Friska dari dalam ruangan yang dimasukinya tadi. Vanya kemudian mengintip pria yang ada disamping motor berwarna hitam, pria itu masih sibuk dengan gadgetnya.
"D-dia Azka Aldrich itukan? Di-dia adikmu?" Tanya Vanya tergagap setelah mengetahui pria yang dibicarakannya tadi. Kini Friska telah kembali ke depan loker miliknya. Friska yang telah mengenakan seragamnya mengangguk.
"Bagaimana kau bisa merahasiakannya selama ini? Ini akan jadi gosip terhangat" Ucap Vanya. Friska seketika menatap tajam Vanya.
"Jangan pernah menyebarkannya sebelum aku yang mengakuinya sendiri" Ucap Friska dengan tatapan mengancamnya.
"Baiklah" Ucap Vanya dengan lesu dan juga ngeri.
"Oh ya kudengar kau dekat dengan Ray" Ucap Vanya tiba-tiba
"Memangnya ada apa?" Tanya Friska.
"Aku hanya ingin kau hati-hati dengannya saja, jangan sampai kau jatuh dalam tipu muslihatnya" Vanya berlagak menasihati Friska.
"Tentu saja tidak. Aku tidak sebodoh itu" Balas Friska.
"Bagaimana bisa adikmu bersahabat dengan Ray si playboy itu?" Tanya Vanya
"Itu bukan urusanku. Dia pasti sudah tahu mana yang baik untuk dirinya sendiri" Jawab Friska.
Mereka pun mulai bekerja sesuai aturan yang ada. Ald sudah pulang kembali ke rumahnya setelah mengecek gadgetnya yang sempat berbunyi. Ray menghubunginya untuk mengajaknya berkumpul. Ald terpaksa menurutinya, sekedar menghabiskan waktu untuk menunggu kakaknya pulang.

~~~
Ald P.O.V
Kini aku sedang berada di jok belakang sebuah mobil, ehm mobil sport milik kak Friska yang sedang melaju di jalanan. Kak Friska sedang bercanda ria dengan seorang lelaki yang berada di jok kemudi, ya bukan kak Friska yang mengendarai mobil ini. Kurasa aku pernah melihat lelaki itu di suatu tempat, dia sangat familiar. Beberapa saat kemudian, aku melihat sebuah mobil berjalan kearah kita bertiga. Mobil itu tampak tak berjalan dengan benar, apa pengemudinya mabuk? Aku tak bisa bergerak, & kakakku serta laki-laki itu belum menyadarinya. Aku tak bisa menyadarkan mereka akan mobil itu. Mobil itu semakin dekat, cahaya dari mobil itu menyilaukan pandanganku. BRAK

Ald P.O.V End

Ald membuka matanya, keringat dingin kini telah membasahi wajahnya.
"Itu tadi hanya mimpi" Gumamnya dengan nafas memburu. Ia kini terduduk di kasurnya, memijat keningnya yang terasa berat.
Tok tok tok
Tanpa menunggu lama, Ald beranjak dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamarnya.
"Apa kau sakit?" Tanya kak Friska dengan nada khawatir. Ald spontan saja menggeleng.
"Nggak kok kak, cuma.... mimpi buruk" Jawab Ald sembari tersenyum. Kening Friska berkerut.
"Mimpi apa?" Tanya Friska penasaran.
"Bukan apa-apa. Kita jadi jalan-jalan?" Ucap Ald mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Ehm ya, jika kau baik-baik saja" Jawab Friska dengan pandangan menelisik.
"Aku baik-baik saja kak. Aku akan bersiap-siap dulu" Ucap Ald masih dengan senyum yang menghiasi wajah tampannnya. Ald kemudian masuk kedalam kamarnya tanpa menutup pintu kamarnya.
"Okay, ku tunggu dibawah" Ucap Friska sembari menutup pintu kamar Ald kemudian pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Tap tap tap
Ald setengah berlari menuruni tangga, langkahnya masih menggema di dalam bangunan ini, sepi. Ia melihat kakaknya masih berkutat dengan alat elektronik ditangannya.
"Maaf lama" Ald mencoba memecahkan keheningan yang terjadi.
"Ehmm, gak lama kok" Friska menaruh gadgetnya disamping piring yg telah terisi oleh nasi goreng, sarapan mereka hari ini. Tak lama kemudian mereka mulai berkutat pada kesibukannya masing-masing, hanya suara sendok yang beradu dengan piring yang terdengar. Tak ada percakapan lainnya untuk menemani sarapan mereka.
"Jadi, kita mau kemana?" Ucap Ald setelah selesai menghabiskan sarapannya. Friska masih sibuk membereskan peralatan makan yang ada.
"Kau lupa perjanjian kita?" Ucap Friska tanpa menjawab pertanyaan Ald.
"Ah ya, baiklah."
"Kita berangkat sekarang, dengan mobilku" Friska menyambar kunci yang ada di ruang tamu dan bergegas menuju garasi mengambil mobilnya.
"Jangan lupa kunci pintu" Ucap Friska yang telah didalam mobil yang trlah terparkir di depan rumah mereka. Kini mobil itu mulai melaju menyusuri ramainya jalanan perkotaan, meliak-liuk diantara kendaraan lainnya hingga berpisah ke sebuah gang kecil.
"Tunggu, ini kan... Kak, kau yakin kita ke arah yang benar?" Friska mengangguk singkat, ia kemudian memarkirkan mobilnya dengan rapi.
"Kau menunggu apa? Kita turun disini" Ucap Friska seraya tersenyum, ia kemudian turun dari mobilnya dan menuju bagasi belakang membukanya dan mengambil sebuah gitar disana.
"Sejak kapan kakak punya gitar? Kakak bisa memainkannya?... " Pertanyaan Ald berhenti begitu saja setelah mendapat tatapan tajam dari kakaknya itu.
"Sekali lagi kau bertanya, kau akan tau akibatnya" Friska memasang wajah jahilnya, menyeramkan. Ah ya kakaknya tak pernah main-main dengan ucapannya. Ald seketika membungkam mulutnya rapat, tak ingin mendapatkan hukuman yang emm memalukan mungkin. Membayangkan apa yang akan dilakukan kakaknya saja sudah membuat Ald bergidik. Friska kini sudah berjalan duluan, Ald masih membuntutinya dengan mulut yang tertutup rapat. Pertanyaan-pertanyaan mulai berputar di kepala Ald tapi ia terpaksa membungkam mulutnya, membiarkan pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi kepalanya.


Bersambung....

See you beberapa tahun lagi #plak

LatentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang