Part 2

5 1 0
                                    


Al segera beranjak dari mejanya, jika ia terus disini dia hanya akan membuang-buang waktunya disini, ia berhenti sebentar membiarkan kakaknya melewatinya begitu saja
Srreeeetttt..... Reflek Al menangkap tubuh kakaknya yang hampir terjatuh.
Krriinngg, suara bel menandakan ada seseorang atau beberapa orang yang masuk ke dalam cafe tersebut. Kakaknya melihat sekilas kearah pintu dan langsung berdiri
"Thanks" terdengar suara lirih dari mulut kakaknya, meski lirih tapi masih dapat ditangkap oleh telinga Al. Tak disadari Al tersenyum karenanya sambil terus menatap punggung kakaknya itu.
"Woy, jadi inikah urusanmu?" Ucap seseorang yang mengagetkan Al
"Eh, R-Ra-Ray. Ehm ini bukan seperti yang kau lihat" ucap Al tergagap
"Aku hargai usahamu itu, lain kali kau tidak perlu malu-malu untuk melakukan trik-trik sederhana itu" Al mengerutkan dahinya
"Aku tahu, sejak awal kau emang berbakat. Karena itu aku bangga denganmu. Kau bisa berbagi trik denganku , apalagi dengan trikmu tadi" Bisik Ray. Al mulai paham kearah mana pembicaraan mereka, ia bernafas lega karenanya
"Maaf Ray, aku ada urusan penting. Jadi, aku duluan" Ucap Al dan pergi tanpa mendengar persetujuan dari Ray. Ray hanya mengangkat bahunya.

"Hhhh, hampir saja." Ungkap Al saat ia telah berada di rumah. Al menyalakan televisinya untuk menemani sorenya kini, seperti biasa. Ia dirumah sendiri, walaupun ia masih tinggal bersama kedua orangtuanya dan kakaknya. Semuanya berubah setelah kakaknya itu kembali dari Jepang, dia tak menyalahkan kakaknya. Kakaknya tak akan seperti ini tanpa alasan. Tapi kenapa hanya dia yang tidak tahu, ayah dan ibunya pasti juga tahu. Tapi tak ada yang ingin memberitahunya. Sampai kapan itu akan dirahasiakan, sampai kapan ia harus melihat kakaknya menderita. Ia tahu kakaknya menderita, ia bisa merasakannya. Ayah dan ibunya pergi bekerja untuk membiayai mereka, kadang mereka harus keluar kota bahkan keluar negeri, mereka mempunyai sebuah perusahaan yang bisa dibilang besar, diantara dia dan kakaknya akan jadi pewaris perusahaan itu. Apa karena itu kakaknya jadi seperti ini? Bukan, kakaknya tadi bilang itu bukan salahnya. Tapi, bagaimana jika dia berbohong. Tidak mungkin kakaknya berbohong, dia tidak mungkin melakukannya apalagi hanya karena hal sepele. Pikiran Al melayang, beradu begitu saja. Al beranjak ke kamarnya, ia ingin menyegarkan pikirannya dengan mandi. Ia sempat berhenti didepan pintu kamar kakaknya, menggenggam gagang pintu dan memutarnya. Terkunci.
"Apa yang kupikirkan? Memasukinya tanpa ijin hanya akan memperkeruh suasana" keluh Al dan beranjak melanjutkan kegiatannya. Setelah selesai mandi ia kembali kedepan televisi dan menyalakannya. Sesaat kemudian, ia mendengar sebuah suara, hhh, suara perutnya yang belum ia isi dari sore tadi. Ia beranjak menuju dapur dan membuka kulkas.
"Untuk apa aku membuka kulkas? Aku tidak bisa memasak" keluh Al saat kulkas tersebut telah ia buka. Ia beralih membuka lemari dan menemukan mie instan, setidaknya ia bisa memasak mie instan. Ia dengan segera memulai memasak mie tersebut
Cklek... belum lama kompor tersebut dihidupkan, kini apinya telah hilang setelah sebuah tangan mematikan kompornya
"Kakak?" Ucap Al saat menyadari bahwa kakaknya telah pulang selesai bekerja. Tanpa berkata-kata kakaknya meletakkan sebuah bungkusan di depan Al dan pergi menuju kamarnya. Al tercengang, tidak seperti biasanya ia mendapat ini dari kakaknya, sejak kapan kakaknya menganggap Al ada dirumah ini. Al membuka bungkusan tersebut, bungkusan itu berisi makanan dan sebuah kertas
"Ayah dan ibu akan pulang lusa, kuharap kau tidak memakan mie instan terus menerus" hanya itu yang ditulisnya, mungkin tidak terlalu berharga tapi Al kembali tersenyum kini lebih lebar dari yang tadi. Ia beranjak menuju meja makan dan mencicipi makanan tersebut, lalu melahapnya dengan cepat. Ia rindu rasa masakan itu, masakan buatan kakaknya sendiri. Dimana ia memasak? Dicafe tempatnya bekerja kah. Tanpa perlu waktu lama, makanan itu telah habis. Kakaknya mulai berubah, kakaknya akan kembali seperti dulu Ia yakin itu.
Keesokan harinya
Tok tok tok cklek tak ada siapa - siapa. Siapa sih yang iseng, kakaknya kah? Sejak kapan kakaknya itu iseng, ia menoleh ke arah jam dinding dikamarnya. Matnya terbelalak dan segera berlari kekamar mandinya. Setelah selesai menyiapkan semuanya dia berjalan menuruni tangga dengan terburu - buru, di atas meja makan tersedia sebuah kotak makan beserta minum. "Jangan lupa makan siangnya" begitu bunyi tulisan yang ada di atas kotak itu, ia meminum susu yang masih hangat dimeja dan meraih sepotong roti dengan tergesa - gesa. Mengunci pintu rumahnya dan menuju ke atas motornya. Sesampainya di kampus
"Hey, tumben kau baru datang"
"Eh, hm tadi kesiangan jadi agak telat" Fahri mengerutkan dahinya
"apa yang kau kerjakan tadi malam, tidak biasanya kau hampir telat" tanya Fahri tak yakin
"Tadi malam cuma agak susah tidur" Fahri mengerutkan kembali dahinya, tidak biasanya temannya itu tidur larut malam
"Kok bisa? Mikirin siapa? Venus?" Al sontak menoleh kearah Fahri, Fahri hanya mengangkat kedua bahunya.
"Tentu saja tidak, sudahku bilangkan aku tidak mungkin mencintainya" Tegas Al, antara bohong dan tidak tentunya. Akan jadi hal konyol jika ia mencintai Ve. Oh ya, Ray tidak ada. Ya, tentu saja tidak ada dia sebetulnya mahasiswa senior disini. Dia mengambil kuliah pagi pada hari selasa, kamis, sabtu sama seperti Ve, sedangkan aku dan Fahri selasa, rabu dan kamis.
"Apa yang akan kau lakukan di hari minggu?"
"Hmmm, tidak ada"
"Datanglah kemarkas kita, jangan lupa bawalah pendamping" Al mengerutkan kepalanya
"Ada acara apa?" Tanya Al
"Pesta topeng biasa" Jawab Fahri
"Jangan lupa ya!" Ucap Fahri lalu berpisah dengan Al, kelas mereka kali ini berbeda.
Setelah kelas mereka selesai, mereka mampir terlebih dulu ke sebuah cafe, sesampainya di cafe Ray sudah lebih dulu berada disana. Ray yang meminta mereka untuk ke cafe itu. Al terpaksa mengikuti Fahri yang mengajaknya tadi.
"Kalian sangat lama" gerutu Ray
"Tapi kau senang kan, tidak ada yang menganggu pemandangan yang kau lihat itu" Fahri malah mencibir Ray yang masih saja menatap seorang pelayan cafe tersebut.
"Apa yang ingin anda pesan?"
"Bolehkah bila saya memesanmu untuk menjadi pendamping di sepanjang hidupku?" Ucap Ray dengan nada yang engh... kalian tahu sendirilah. Pelayan itu berdeham sejenak dan mengulangi pertanyaannya
"Apa yang ingin anda pesan?" Pelayan itu tidak menatap Ray, bahkan meliriknya pun tidak. Al memutar matanya setelah mendengar perkataan Ray tadi, sedangkan Fahri menahan tawanya melihat tingkah pelayan yang malah mengabaikan Ray.
"Maaf K...Ve" Ucap Al. Fahri menghentikan tawanya dan menatap Al heran.
"Apa yang ingin kau katakan tadi?" Tanya Fahri yang sontak membuat semuanya menatap kearah Al termasuk pelayan yang dipanggil Ve tadi.
"Eh, it itu....

Bersambung...........

Makasih ya udah mau baca cerita absurb buatan orang yang juga absurb ini

#Ivy Fortyne Valerie

LatentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang