"Dia sangat gila." Ujar Milla sambil menghisap kopinya nya dengan kesal. "Maksudku, aku tahu aku seksi, tapi aku tidak ingin ada program prottective tingkat dewa. Hello? Apa itu perlu?"
"Mhmm..." jawabku asal-asalan sambil mengaduk jus manggaku. Waw, jus mangganya kuning.
"Candice, apa itu perlu?" Ucap Milla pada Candice saat aku tidak merespon.
Sementara Candice mengecek make upnya sambil mengangguk setuju. "Yeah, mungkin perlu."
"Ya ampun, apa aku semacam model Victoria Secret? Barbara Palvin? Kendall Jenner? Hell!! Aku cuma Milla. Kalian paham itu kan?---" Milla terus mengoceh sampai aku tidak bisa dengar dia bilang apa.
Ngomong-ngomong, kami bertiga adalah pegawai magang di perusahaan milik Ethan Jackson. Kami diundang bersama dan melakukan wawancara sama-sama. Dan diterima sama-sama.
What a great friendship, right?
Nah, bedanya mereka diundang karena mereka layak bekerja. Sementara aku? Well, aku ditawari langsung sebelum wisuda oleh pemilik terdahulu. Dan itu awal kisahku dan Ethan, sampai sekarang.
Terdengar biasa? Tunggu sampai kau tahu bagaimana kami bertemu. Tapi bukan sekarang.
Ketika aku memperhatikan jus mangga yang berputar-putar, seseorang datang ke meja kami, atau mungkin empat orang, dan mereka pria. Kepalaku mendongak melihat siapa mereka. Dan aku tidak terkejut.
Eric, Doc, Marco dan Brad sering bergabung di meja kami saat makan siang, dan mereka semua lucu. Aku tidak keberatan.
"Selamat siang, sayang. Hari yang indah untuk melihat Milla." Marco merangkul Milla sambil bertingkah seperti monyet nakal.
Milla hanya memutar-mutar matanya kesal. "Jauhkan tangan najismu dari bahu suciku, Mark!"
"Ayolah sayang," Mark semakin merangkul Milla erat dengan manja.
Aku mendenguskan seringai, mereka benar-benar tolol. Marco bukan siapa-siapa Milla, tapi dia hobi menggoda Milla.
Selanjutnya ketiga teman Marco memenuhi meja kami sambil bersalaman dengan kami satu per satu. Brad duduk di sebelahku sambil menyeringai. "Siang Barbie, kau terlihat cantik seperti biasa."
Aku hanya mengedikan bahu sambil meneruskan menghisap jus manggaku.
"Kalian sudah dengar kalau sabtu ini ada pesta ulang tahun Mr. Jackson?" Ujar Marco. "Katanya dia akan membuat pesta di hotel The Jefferson. Apa dia gila?"
"Dia kaya." Cetusku.
"Tentu saja dia kaya. Dia punya berbagai jenis bisnis. Yeah, dia boss kita." Ujar Marco
"Mantan."
Semua orang melihatku membuatku terpaksa melihat mereka. "Kenapa?"
"Mr. Jackson masih boss kita. Dia baru saja menjadi boss dua bulan lalu." Ujar Candice sambil mengerutkan alis. Ini pertama kalinya Candice menjauh dari cermin di tangannya.
Aku hanya mendengus. Mereka tidak tahu kalau Daniel Jackson (kakek Ethan Jackson) lah yang berulang tahun. Bukan si monyetku.
"It's Daniel Jackson's birthday guys." Ucapku.
"Bagaimana kau tahu?" Tuntut Eric yang sekarang sedang menyalakan rokoknya.
Aku pacar boss kalian tolol! Apa kalian tidak bisa melihatnya? Tapi aku memilih untuk tidak mengucapkannya keras-keras. Kalau mereka tahu mereka akan iri padaku. Dan akan bilang 'kalian tidak profesional bla bla bla bla' sssshhh no!
"Semua orang tahu 'kan kalau Mr. Jackson senior adalah yang ulang tahun di pertengahan Juli?" Tanyaku.
Mereka mengernyit, beberapa ada yang mengusap dagu kecuali Candice yang menggerak-gerakan bibirnya ke cermin untuk mengecek lipstiknya.
"Tidak." Ujar Milla. "Kau tidak ingat kalau kita baru masuk enam bulan? Bukan enam tahun! Kecuali mungkin empat orang bangkotan ini!" Milla mengedik ke arah para cowok.
Pipiku merona. Bodoh! Kenapa aku tidak pura-pura bego saja?
"Hei, Milla Borps, jangan begitu." Marco merangkul Milla semakin erat. "Aku tidak bangkotan, bodoh! Lagi pula aku masuk tahun kemarin."
Ewwwhh.. sebaiknya aku hindari percakapan ini. Aku tidak bisa tahan untuk mengeluarkan semua yang kutahu tentang keluarga Jackson kalau begini.
Aku berdiri sambil mengambil blazer dan gelasku, "Aku mau pesan croissant. Kalian mau pesan apa?"
"Burger tanpa daging." Ujar Doc.
"Kecuali kalian para pria. Aku membicarakan Candice dan Milla." Aku menunjuk Doc.
Mereka tertawa sementara Doc menggelengkan kepalanya dengan kesal. "Dasar para perempuan."
"Hei, apa yang salah dengan perempuan? Mereka hangat." Tukas Milla sambil melempar gumpalan tissue keringatnya.
"Aku mau croissant juga, Barb. Trims." Ujar Candice.
Kemudian aku meninggalkan meja tersebut dan mendengar Milla berseru 'aku juga'. Di konter tidak terlalu penuh, hanya ada empat orang yang mengantri, aku menunggunya sambil meminum jus mangga.
Pikiranku terbang ke mana saja termasuk ke cowok tolol bernama Ethan. Kenapa kami bisa jadi kekasih? Apakah aku mabuk ketika aku menyetujuinya untuk berkomitmen? Kalau diingat-ingat memang iya, aku mabuk.
Pertama kali aku melihatnya waktu dia demonstrasi untuk para calon karyawan, dia tidak melihat siapapun, tampak percaya diri dan terhormat. Aku bahkan langsung jatuh cinta saat itu. Dia punya rambut rapi ketika basah/lembap dan rambut acak-acakan ketika rambutnya kering. Dia sangat menawan.
Kemudian, ketika aku bertemu dengannya lagi di kantor Daniel Jackson, kami bertubrukan di ambang pintu dan aku melakukan split di tengah pintu dengan heels yang patah.
Tebak? Dia tertawa keras sekali. Semua kharismanya hilang sudah saat dia melakukan itu.
"Hebat sekali, kaki yang bagus, manis." Dia mengucapkan itu dan aku mengutuk banyak hal saat itu. Dia membantuku berdiri sambil nyengir lebar dan melihat rok-ku. "Rok yang bagus," kemudian dia tertawa lagi sambil keluar dari ruangan Daniel Jackson.
Sampai sekarang, aku punya alasan kuat kenapa aku harus sinis padanya. Dia menertawakanku, di depan calon bossku! Ingat itu.
"Daydreaming about my xxxx?" Bisik seseorang di belakangku sambil meraih gelas jus manggaku membuatku kabur dari trans dan melihat ke belakang.
"Ethan!" Bentakku. "Berhenti datang tiba-tiba dan membuatku terkejut!"
*****
What are you feeling right now, Barbara?
Barbara : I'm surprise. You moron!
Aww... you break ma hart.
Barbara : I don't give a fuck.
</3
KAMU SEDANG MEMBACA
Living With an Idiot
Romance🔞Warning, mature content! Ethan Jackson dan Barbara Winsley adalah pasangan kekasih. Mereka sering bertengkar, memaki, dan melempar barang tapi mereka sadar mereka enggan kehilangan satu sama lain. ***** Complete story on Cabacca (plays...