"Nadhira tau ndak kalau mbah Tris itu salah satu mbah yang digilai anak-anak di Jogja" ujar mas Yudha bersungut-sungut
"Ndak tau lah mas. Emang kok bisa begitu?" tanyaku dengan mimik wajah penasaran yang kubuat-buat
"Halaman rumah mbah Tris itu kan besar toh yo... Nah, jadilah halamannya sebagai tempat anak-anak kampung buat main bola disana" jawabnya sambil mulai mencomot pisang goreng untuk kesekian kalinya "Naaaah, tau sendiri kan kalau anak cowok pada main bola? Pada ga kenal waktu!"
"Terus... Terus?" jawabku untuk mendengar lebih banyak cerita mbah Sutris di Jogja
"Mbah-mbah yang lain pasti dari awal sudah marah-marah kalau halaman rumah dibuat main bola begitu, apalagi tau kalau mainnya ga kenal waktu" mas Yudha mulai mencomot pisang goreng terakhir di piring "Tapi mbah Tris itu memang beda. Dia ndak marah-marah kalau halamannya dipake main bola. Tapi baru marah kalau anak-anak masih main padahal sudah adzan maghrib, kalau sudah begitu mbah Tris bakalan nyuruh anak-anak tadi buat mandi dan wudhu di sungai dekat masjid kampung, terus sholat maghrib berjamaah di masjid. Keren kan?" ujar mas Yudha sambil membanggakan dirinya sendiri juga
"Wuiiiiiiih keren. Bangga nih jadi cucunya mbah Tris" ujarku dengan mengacung-acungkan jariku
"Cerita apa toh, kok wajahnya seneng banget?" mama ikutan nimbrung "Meskipun ceritanya seru, tapi ya kalau piringnya udah kosong diisi lagi dong. Masa' ya tamunya mau makan beling" cerocos mama lagi
"Cerita mbah Tris yang jadi idola di kampung ma" jawabku ketus "Iya-iya ini diambilin" aku mulai bangkit dari kursi empukku dan mulai berjalan ke dapur
"Jangan manyun dek Nad, nanti ndak cantik lagi loh" goda mas Yudha yang masih aku dengar samar-samar
Mas Rama sedang di dapur juga, sedang minum. Masih sambil manyun, aku menyambar gelas bekas mas Rama, lalu menuangkan air dingin dari kulkas. Sementara aku minum, kakakku memperhatikanku dengan serius.
"Kamu kenapa kok manyun begitu? Asal samber gelasnya orang juga" tanya mas Rama prihatin
Aku mulai mencair, kemudian kuulangi kata-kata mas Yudha soal cerita mbah Sutris yang digilai sama anak-anak kampung di Jogja. Mas Rama hanya menggelang-geleng mendengarkanku.
"Mas Yudha itu lucu deh mas, anaknya easy going begitu" kataku "Sukaaaa banget sama mas Yudha!"
Mas Rama mengernyitkan keningnya "Suka ya boleh-boleh aja, toh ya orangnya emang baik. Tapi jangan sampe naksir loh ya!" kata mas Rama sambil nyengir
"Mas Yudha sudah punya pacar ya mas?" tanyaku dengan perasaan sedikit kecewa
"Banyak cewek SMA teman-temannya ataupun adik-adik SMP di kampung yang ngejar-ngejar Yudha. Karena bingung pilih yang mana, ya sudah diembat aja semua" bisiknya di telingaku
"Beneran mas? Barusan yang mas ceritain itu beneran?" tanyaku dengan suara yang mulai melemah
Mas Rama menepuk jidatnya "Oalah dek, tau kamu bakalan ikutan naksir begini, ndak kubolehin dia ikut kesini" jawab mas Rama
"Loh. Siapa yang naksir? Aku ndak naksir kok!" protesku
"Alhamdulillah kalau begitu. Syukur deh. Pokoknya jangan sampe naksir sama Yudha, suka sama temen SMPmu aja" jawab ma Rama dan mulai meninggalkanku sendirian di dapur
Aku kembali bergabung dengan mas Yudha dan mama di ruang tamu.
Diam-diam kuawasi mas Yudha.
Memang ganteng.
Sebenarnya mas Rama masih lebih ganteng, tingginya tak jauh beda dari mas Rama, tapi tubuh mas Yudha lebih kekar... lebih berotot. Wajahnya ramah dan terbuka, tetapi masih tersirat wajah yang misterius. Pembawaannya yang supel, yang membuat siapapun bisa tertarik. Termasuk aku. Dan tak terasa kurasakan pipiku mulai memanas"Dek, kenapa? Kok pipinya merah begitu?" tanya mama
"Ha? Ndak papa kok ma" jawabku spontan
"Kamu demam begini kok!" lanjut mama sambil meraba dahiku
Aku mulai salah tingkah saat mas Yudha ikut meraba dahiku untuk memastikan diagnosa dari mama.
Sampai ketika itu, yang terpikir olehku setiap mendengar kata jatuh cinta adalah:
1. Memanas
2. Menggigil
3. Merinding
Jatuh cinta itu.... Demam!
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadhira
RomanceSejak pertama berjumpa kembali dengan Yudha, Nadhira jatuh cinta pada teman masa kecilnya itu. Bagi Nadhira tak ada masalah jika Yudha hanya menganggapnya sebagai teman masa kecil. Dan Yudha - yang mengakui buaya mata keranjang tak masuk hitungan Na...