new day

25 6 0
                                    

Hari-hari tanpa asta pasti akan selalu terasa hambar, tapi untungnya, hatiku sudah kuat menahan perasaan itu, andai saja hatiku buatan cina, sudah kupastikan aku sudah tidak memiliki hati.

Tapi itu dulu, sekarang sudah berbeda, aku sudah mulai terbiasa dengan keadaan seperti itu, ditambah lagi dengan Rala yang setiap hari—bahkan setiap saat mengoceh perihal hubungan jarak jauh yang kualami.

Dan juga, sekarang tambah lagi Rama yang sudah sebulan terakhir ini seperti sudah menjadi teman dekatku, dia bisa menjadi konsultan disaat aku sedang mengalami fase gegana.

Aku tau ini salah, mengijinkan orang lain masuk atau ikut campur dalam hubunganku, tapi sekali lagi ku tekankan dia ini temanku. Hanya teman. Tidak salah, bukan?

"Oy, ngelamun lagi, kan!"

"Ah, ngga ko." Rama sendiri yang menjawab apa yang aku katakan. Dasar rama. "Gue tau ko, lo pasti bakalan jawab itu, orang kaya lo terlalu gampang ditebak."

"Yey, lo nya aja keturunan cenayang."

"Lah gue emang cenayang." jawab rama cuek.

"Lah serius?" aku memajukan sedikit posisiku lebih mendekat kepadanya.

Tapi ini ternyata terlalu dekat.

"Engggg" Rama gelagapan karena posisi kami, buru-buru aku mundur.

Awkward.

"Sory" lirihku masih terasa canggung, jantungku pun berdegup kencang.

Berdegup kencang? Ah mungkin karna aku merasa canggung dan malu.

"Nope" dia tersenyum menenangkan, meninggalkan lesung pipi yang sangat menggoda untuk ku tekan.

"Malem ada acara ga? Nonton yuk, ada film baru." tanyanya mulai mencairkan suasana lagi.

"Mager." sebenarnya aku mau, tapi aku malu. Secara tidak langsung orang akan mengira kami adalah pasangan, ditambah lagi ini hari sabtu. Sabtu adalah jadwalku bertemu dengan Asta via skype. Ciri khas ldr-_-

"Dih masa mager, ayolah! Sekali ini aja. Oke?"

"Sama Rala aja, dia kan lagi ga jalan sama Danu malem ini."

"Ah dia malu-maluin orangnya, berisik. Nanti yang ada gue sama dia diusir di bioskop." dia masih terus saja memohon kepadaku, "nanti gue traktir mie ayam bi kunti deh, sepuas lo deh, ya ya ya?"

"Bi Sunti, Rama. Bukan bi Kunti, kebiasaan deh."

Begini susahnya punya hobi makan, apalagi ada orang yang tau makanan kesukaanku, tamat sudah, mereka pasti akan memanfaatkan makanan kesukaanku untuk dijadikan tumbal.

Ah, mie ayam bi Sunti. Mie ayam yang tidak terlalu mahal tapi rasanya tidak perlu diragukan. Andai bi Sunti membuka cabang gerobak mie ayam-nya di dekat rumahku, pasti aku akan menjadi pelanggan yang paling setia tanpa absen tiap hari, dan pasti mendapat THR di hari lebaran.

"Gimana? Mau ga? Mie ayam bi Sunti lho, ga pernah kan Sasa nolak diajakan makan mie ayam bi Sunti, di traktir cowo ganteng lagi."

Aku lama tidak menjawab tawarannya.

Mau. Ngga. Mau. Ngga.

"Oke." dan akhirnya makanan merubah segalanya.

"Nah gitu dong, Sasa kan cantik. Yuk kita berangkat."

*****

"Sayang, maafin aku ya, aku telat hubungin kamu, aku baru pulang soalnya." saat sudah sampai rumah, aku tidak membuang waktu, langsung ku ambil laptop dan menghubungi Asta via Skype.

"Kamu dari mana aja, jam segini baru pulang." wajah asta terlihat sedikit lelah hari ini, entah apa yang sedang dia alami, biarkan dia sendiri yang menceritakannya.

"Aku tadi nonton sama Rama."

Senyumnya perlahan memudar, raut wajahnya terlihat sedikit serius, "berdua?"

"Iya, gapapa kan? dia maksa minta ditemenin soalnya Rala lagi ga bisa, ditambah dia nyogok aku mie ayam bi Sunti, kamu tau sendiri kan aku ga bisa nolak mie ayam bi Sunti."

"Kamu cuma di sogok mie ayam bi Sunti langsung luluh? Seberapa mahal sih mie ayam bi Sunti sampe kamu ga bisa beli sendiri, tunggu aku pulang. Aku bakal beliin kamu mie ayam itu sampai perut kamu buncit."

Asta marah. Ini sisi yang jarang aku lihat dari dirinya, bukan maksud Asta tidak pernah marah. Dia pernah marah, tapi tidak pernah semarah ini.

"Bukan maksud aku ga mampu beli mie ayam bi Sunti, bukan. Aku cuma ga enak aja nolak, dia sering bantuin aku, dia sering ngehibur aku kalo aku lagi sedih. Apa salah kalo aku cuma nemenin dia nonton. Kita cuma temen, Asta."

"Kita awalnya temen kan? Tapi lihat kita sekarang, pacaran kan. Terlepas dari kalian itu teman atau bukan, itu bukan urusan hati buat bisa tumbuh perasaan. Semua itu ada fase-nya. Cinta bahkan tumbuh tidak memandang status."

"Please, jangan buat ini jadi rumit. Aku minta maaf, kita berdua cuma temen, okey? Forget it."

"Yang aku takutin dari hubungan kita itu bukan jarak dan waktu, tapi orang ketiga."

Klik. Tiba tiba layar laptopku kembali ke halaman awal menandakan Asta menutup perbincangan rumit kami.

Ah, asta....
Maafkan aku.

Aku tau ini salah, membiarkan orang masuk kehidupan asmara kita. Aku tau ini salah, membiarkan orang lain mengetahui masalah asmara kita.

Aku merangkak mematikan lampu tidur, memutuskan mengakhiri hari yang lelah ini dengan tidur. Melupakan apa yang terjadi antara aku dan asta hari ini, mengubur semua ingatan akan marahnya asta malam ini, hanya dengan beristirahat lah otakku membantuku melupakan hari ini.

"Selamat malam kamu yang sedang jauh disana, selamat tidur asta sayang."

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang