"Senyum-senyum mulu, bu. Itu gigi udah kering juga." Rala tidak tahu apa yang kualami seminggu kemarin, karna dia sendiri sedang sibuk dengan kuliahnya.
"Ah, masa." jawabku masih sambil tersenyum.
"Dih tuhkan senyum-senyum lagi." Rala bergidik ngeri melihat tingkahku saat ini. Ah andai saja dia jadi aku, dia juga pasti akan melakukan hal yang sama. Mungkin.
"Lo tau ga, ra?"
"Ngga."
"Kan gue belum ngasih tau."
"Kan lo nanyanya cuma 'lo tau ga, ra' kan gue belum tau apa yang mau lo omongin."
"Harus ya dibikin ribet?" sifat alami Rala kini sedang muncul dan menguji kesabaranku
"Ah, ga jadi deh." moodku berubah drastis tiapkali sifat alami Rala kumat."Yeuuu, dasar kutil kuda. Baperan ah, buru cerita, serius nih sekarang." barulah dia sendiri yang akan mengembalikan situasi ke awal lagi.
"Jangan serius-serius, ra. Gue masih kuliah, belum siap buat serius."
"Jadi ga ceritanya, buuuuuuu??!"
****
"Lah serius, lu?"
respon pertama Rala saat kuceritakan apa yang terjadi seminggu kemarin.
"Lagi ya bego banget si Rama, ngapain juga ngajak lu nonton berdua doang, begonya lagi si asta kenapa kudu cemburu padahal lo sama Rama kan temen.""Jadi siapa sebenernya yang bego? Ko lu nyebut dua-duanya bego sih."
"Lo yang bego."
"Lah ko jadi gue sih?!" protesku tidak terima.
"Iya lu bego, kenapa mau aja cuma di sogok mie ayam bi surti, gue beliin se-truk dah buat lu."
Astaga....
Rama dan Rala memang sering menyebut nama orang seenak jidat mereka."Serius, lu?"
"Yaaaaa... Ngga lah, dapet duit dari mana gue? Nyopet? Sory titisan selena gomes ga kenal namanya nyopet."
Setelah Rala dengan bangganya menyebutkan bahwa dirinya titisan selena gomes, dari arah pintu kantin datang seorang lelaki yang memakai kemeja berwarna biru gelap dengan celana jeans abu-abu yang sebenarnya sudah tidak layak pakai.
"Ya ampun, ini preman tanah abang baru datang, pa kabar mas? Itu celana berapa hari ga dicuci?" Rala berbicara sedikit keras bahkan sebenarnya kelewat keras sehingga yang ada dikantin langsung memperhatikan objek yang dibicarakan.
"Alhamdulilah, kabar baik, ceu sari. Ini celana belum di cuci kira-kira satu bulan, lima hari, lima jam, sepuluh detik. Anda berniat mencucikan?."
Mulailah pembicaraan konyol diantara mereka. Btw, ceu sari adalah salah satu penjual dodol langganan kami.
"Ah terima kasih, saya tidak mau merepotkan diri saya sendiri karna saya sendiri juga sudah sibuk berjualan dodol. Mangkanya muka saya sampai saat ini masih manis."
"Dasar gila." dan aku yang akan menjadi akhir bagi pembicaraan konyol mereka.
"Eh sayangku...."
"Sayang pala lu peyang, pacar orang itu inget."
"Sasa yang ada kutilnya, maksudnya la. Kalo orang lagi ngomong jangan dulu di potong napa sih." lanjut Rama sambil meminum Soft drink milik Rala.
"Potong potong, mulut lu gue potong. Minum gue itu woy!!"
"Buat gue gapapa kali, la. Anggep aja sedekah."
"Yeuuu susah sih ya kalo fakir mah minta disedekahin mulu."
Rama kiranya salah menggunakan kata sedekah saat ini, karna dia langsung diam tidak bisa menjawab omongan Rala.
"Udah lah, la. Lu menang. Cewe emang selalu bener."
"Permisi, mba mas. Disini masih ada satu manusia berjenis kelamin wanita yang cantiknya tiada tara."
Rala berdiri kepalanya berputar ke kanan ke kiri seakan mencari keberadaan seseorang.
"Lah perasaan dari tadi kita cuma berdua ya, ma."
"Iya sasaku emang paling cantik."
Beginilah keseharianku bersama Rala dan Rama. Ah, andai saja mereka bukan temanku, mungkin aku tidak bisa melewati fase fase sulitku dalam menjalani hubungan dengan Asta.***
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" jawab ibuku sesudah aku melepas sepatu.
"Sa, tadi ada kiriman. Ga tau dari siapa, katanya orang yang ngirimnya fans setia kamu." ibuku berjalan mendekatiku yang sedang duduk di kursi ruang tengah.
"Lah, iya gitu dari fansku? Berasa artis deh."
"Kalo ibu sih jadi parno, gimana kalo itu teror kaya di film-film? duh sa, Mangkanya kalo ketemu cowo, terus kamu di godain tuh jangan terlalu cuek, tar dia jadi nyimpen dendam ke kamu. Inget pepatah cinta ditolak dukun bertindak."
"Ibuuuuuu kenapa dukun jadi dibawa-bawa? Kan dia ga tau apa-apa. Emang yang ngirim paketnya dukun?"
"Ya, bukan sih."
Ibuku melipat tangannya di dada sambil berfikir siapa yang mengirim dan motif apa yang digunakan si pengirim paket ini.
Mungkin dia sedang mengingat salah satu adegan di beberapa sinetron yang pernah dia tonton.Setelah menunggu ibuku berpikir selama satu menit, betapa bodohnya aku, kenapa tidak langsung dibuka saja.....
"Ibu, ini mawar, bukan dari dukun kan? Soalnya kalo dari dukun pasti dia ngirimnya kemenyan." ucapku setelah aku membuka kotak berukuran sedang itu.
"So tau kamu, emang kamu anaknya dukun? Sodaranya?" ibuku masih kekeh membahas dukun.
"Mungkin dulu ibu punya mantan pacar dukun."
Ibuku kembali berpikir lagi, seakan-akan dia memang mempunyai mantan pacar dukun.
"Ah ngga ko. Pacar ibu mah ganteng-ganteng semua. Ga ada yang produk gagal. Si Asta aja kalah sama mantan pacar ibu dulu." ujanya setelah mengingat masa dulunya."Emang ibu punya ? Mantan pacar berapa?"
"Tiga."
"Terserah ibu deh terserah."
Kesal dengan tingkah ibuku, aku pun meninggalkannya menuju kamar.
***
Sebuah kertas berwarna biru jatuh saat aku mengambil mawar yang ada di dalam kotak itu.
Aku tersenyum membaca surat singkat itu, pipiku memanas. Tiba-tiba saja terasa minim oksigen di kamarku.
Ibu tolong....
Anakmu kehabisan nafas karna tidak kuat menahan rasa bahagia.Isi surat itu seperti ini:
Dari lelaki yang sedang merindukanmu.
A.
P.s sengaja bunganya aku masukin kotak biar ga layu.
P.s.s aku sayang kamu, aku kangen kamu. Selalu. Itu pasti. Jangan lupa itu.
Asta.....
I'm so lucky to have you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
Romance"Aku tau ini salah, membiarkan orang lain masuk kedalam hubungan kita. Aku tau ini salah, membiarkan orang lain mengetahui masalah hubungan kita" Sasa. "Aku tahu ini salah membiarkan hatiku masuk terlalu dalam, aku tahu ini salah membiarkan diriku s...