Part 7

371 23 2
                                    

      Setetes butiran cair berwarna putih mengenai pagar pembatas balkon kamarku. Salju. Malam ini akan hujan salju. Ini pertama kalinya aku merasakan salju. Tanpa seorang kekasih. Aku tersenyum miris lalu mengadahkan tangan kananku. Bertujuan agar butiran halus itu mengenai telapak tanganku. Aku ingin merasakan dinginnya salju. Apakah sama dinginnya atau lebih dingin dari hatiku saat ini. Mario. Entah kenapa aku masih memikirkannya dan mempedulikannya disaat semua orang yang diperlakukan seperti itu-akan memilih tindakan;dengan melupakannya dan membencinya.

      "Rin.." panggil seseorang dibelakangku. Aku tersenyum kemudian memutar tubuhku menghadapnya.

      "Ya?" balasku.

      "Lagi ngapain disini? Masuk gih, dingin lho"

      "Kakak udah mendingan?" tanyaku.

      "Hmm.." balasnya sambil menggaruk tengkuknya.

      "Aku mau ngomong sama kakak," aku masuk mendahului Kak Daniel. Namun, aku merasa Kak Daniel tetap bergeming diposisinya.

      Kuhentikan langkahku, "BERDUA" ucapku sambil menekan kata-nya. Lalu, aku mendengar langkah mengikutiku.

      Aku duduk di salah satu sofa menghadap tv ruang keluargaku. Sedangkan Kak Daniel duduk disampingku. Dia tampak gelisah. Sepertinya dia udah tau apa yang akan aku omongin. Aku berdeham untuk memulai pembicaraanku dengannya.

      "Jadi, kenapa kakak pergi ke Club itu?" tanyaku.

      "Ya.. kamu tau kan, rin.." kak Daniel menjawab sambil mengusap wajahnya.

      "Apa papa atau mama ngajarin kakak untuk minum gitu?" tanyaku to the point.

      Kak Daniel tidak menjawab pertanyaanku. Kali ini, aku ingin menyudutkannya. Bukan jahat! Ini supaya kak Daniel gak ngulangin lagi.

      "Atau... dari dulu kakak memang udah sering clubbing?" lanjutku. Kulihat perubahan raut wajah kak Daniel. Ia semakin gelisah. Juga cemas.

      "Nggak! Ini pertama kalinya! Sumpah!" kilahnya. Aku manggut-manggut kemudian tersenyum. Kurapatkan tubuhku dengan tubuh kak Daniel. Aku memeluknya. Dengan kasih sayang seorang adik pada kakaknya. Kulingkarkan tanganku pada lehernya.

      "Aku cuma gak mau punya kakak gak bener, keluarga kita itu keluarga baik-baik, aku introgasi kakak karena aku sayang sama kakak, cerita sama aku aja kak kalo ada masalah, ya?"

      "Iya.. maafin kakak, kamu jangan bilang ke mama atau papa ya!" ujarnya sambil membalas pelukanku.

      "Jadi.. Apa masalah kakak? Tentang kak Erika?" tanyaku sambil merenggangkan pelukannya. Kak Daniel mengangguk kemudian menatapku sayu.

       "Kakak belum bisa terima sama kenyataan kalau dia udah menikah," ucap kak Daniel. Lirih.

      "Gak papa, kak. Coba terima semua ini pelan-pelan. Inget kak, disaat seseorang yang kakak cintai itu menutup hatinya untuk kakak, tanpa kakak sadari, ada hati lain yang sedang menunggu kakak untuk memasukinya," ucapku.

      "Kamu belajar darimana kata-kata itu?" tanya kak Daniel sambil tersenyum.

      "Pengalaman. Aku belajar dari pengalaman aku. Karena aku juga ngerasain apa yang kakak rasain sekarang."

*****

      Mataku mengerjap berkali-kali. Berusaha menetralkan pengelihatanku yang sedikit buram karena baru bangun tidur. Setelah pengelihatanku jelas, kuhirup udara sebanyak-banyaknya. Hmm.. dingin. Kusingkap selimut yang menutupi kaki-hingga leherku itu. Lalu bangkit menuju kamar mandi. Untuk mandi pastinya. Aku memilih mandi dengan air hangat karena kalian ingat kan? Semalam sudah mulai salju. Pastinya suhu disini dingin banget. Bbbbrrr..

Our PromisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang