Specter – Ibukota Firsvera, Tahun 252 Era Awal.
"Mulai!" Seru Sir Aethling kepada muridnya, memberi aba-aba untuk memulai pertandingan latihan. Ia berdiri di tepi sebuah taman yang cukup luas, kedua tangannya bersandar pada pedang besar yang menghadap ke tanah.
Kedua peserta latihan berhadapan di depannya, memegang pedang tumpul khusus untuk latihan yang dihadapkan ke masing-masing lawannya. Postur tubuh mereka relatif sama, dengan mengenakan baju zirah secara lengkap. Salah satu dari mereka terlihat sangat serius, memperhatikan setiap gerak-gerik lawannya sekaligus memberikan intimidasi. Sedangkan yang satunya sangat bersemangat, senyuman ceria terus terpancar dari wajah kekanakannya. Walaupun hanya latihan, ini merupakan pertandingan pertama bagi Pangeran Osmund Durginham. Selama ini ia hanya belajar mengayunkan pedang dengan pelatihnya setiap tiga kali seminggu. Wajar saja kalau mata biru pangeran itu seolah berapi-api ketika berhadapan langsung dengan lawannya. Apalagi ayahnya meninggal, kakak tirinya kabur entah ke mana, banyak hal buruk terjadi belakangan ini, tentu ia membutuhkan sarana untuk menyegarkan pikiran.
Di hadapannya adalah putra tunggal dari Duke Francois dari Elderwood – Joseph Elswine, bukanlah tangan yang handal. Ia lima tahun lebih tua dari Osmund, tetapi pengalamannya dalam berpedang hampir sama dengan Sang Pangeran. Tubuhnya yang sakit-sakitan merupakan alasan utama, sehingga ia hanya berpedang untuk menjaga kebugarannya. Ia datang jauh-jauh dari Elderwood untuk menemani Duke Francois menghadiri pemakaman Raja James III minggu lalu. Joseph merupakan sahabat karib Osmund dari kecil, karena Duke Francois sendiri adalah kakak dari Ratu Verabelle. Tidak mungkin ia menolak permintaan Osmund untuk menemaninya latihan.
Pangeran Osmund mengambil langkah awal, mendekati Joseph yang masih siaga. Kemudian mengayunkan pedangnya ke sisi kanan atas yang dapat ditangkis dengan mudah. Osmund segera menyerang kembali sebelum Joseph sempat menangkisnya kembali, pinggul kirinya pun terkena walaupun tidak terlalu keras. Joseph mundur sejenak, tetapi Osmund tidak memberinya kesempatan. Pangeran itu terus menyerangnya dari segala arah dengan lincah. Sampai akhirnya Joseph lengah dan satu atau dua pukulannya mengenai tubuhnya dengan keras, ia pun jatuh tersungkur. "Sudah, sudah. Aku menyerah, pangeran."
Sang pangeran mengusap keringat di dahinya, kemudian membangunkan sahabatnya. Senyuman tergambar dari bibir kecilnya. Ia terus tertawa riang dan membanggakan dirinya di hadapan para pengawal dan dayang yang menyaksikan. Ia sangat senang bisa memenangkan pertandingan pertamanya. Kesedihan yang ia rasakan selama seminggu terakhir seakan hilang sesaat. Joseph hanya bisa memandangi sahabatnya sambil membereskan peralatannya.
"Tampaknya bertambah satu ksatria muda di kerajaan kita." Suara itu terdengar dari pintu samping istana yang menghadap ke taman. "Kamu sudah tumbuh besar, adikku." Sahut wanita dengan rambut pirang yang panjangnya sampai punggung. Rambut di kedua sisinya dikepang dengan indah, sedangkan sisanya dibiarkan terurai bagaikan permadani emas. Wanita itu adalah kakak kandung perempuan tertua Osmund, Putri Alessia Durginham. Dengan gaun ungu yang anggun ia menuruni tangga yang menghubungkan istana menuju taman dengan tiga dayang kesayangannya. Di kiri Alessia adalah Liliana, seorang gadis yang masih kelihatan seperti anak-anak, tetapi sebenarnya umurnya setahun lebih tua dari Alessia. Di sebelah kanan adalah Marisa, gadis Mollaria yang sudah menjadi dayang semenjak tuan putri berumur tujuh tahun dan tumbuh bersamanya. Kemudian yang mengikuti dari belakang adalah Matilda, nyonya tua dengan wajah menyeramkan – salah satu dayang yang paling tidak disukai Osmund.
"Selamat pagi, tuan putri." Joseph segera membungkuk untuk memberi penghormatan pada Alessia, kemudian disusul oleh Sir Aethling dan para pengawal yang ada di taman.
Tuan putri tersenyum dan menyapa mereka satu per satu, begitulah kebiasaan Putri Alessia setiap pagi. Ia selalu mengenal siapa saja yang bertugas di istana. Berbagi senyuman dan sapaan halus dari bibir kecil merah mudanya. Mata birunya memandang hangat siapapun di hadapannya. Jika ada pengawal atau dayang baru yang belum diketahui namanya, ia tak pernah segan untuk menanyakan. Itulah yang menyebabkan kakak Osmund itu disukai tidak hanya oleh penghuni istana, tetapi hingga ke seluruh dataran Firsvera.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blood Prince - Embracing Darkness
FantasiSeorang raja sibuk mengurus kerajaan di usianya yang masih muda. Seorang pangeran mencari kakaknya yang dituduh telah membunuh ayahnya. Seorang duke menghimpun kekuatan demi merebut tahta. Seorang kaisar memiliki mimpi lebih besar. Seorang k...