"Maaf karena aku telah meninggalkan kesan buruk dalam hudupmu."
Dia menatap lurus ke dalam mataku, berkali-kali kuhindari tatapan itu. Tatapan yang hangat seperti dahulu, tatapan yang selalu kurindukan dari sosoknya.
"Aku sudah melupakannya." Ucapku lantang, membalas tatapan matanya. Binar kesedihan terlihat tampak di bola mata itu.
Aku melangkah pergi meninggalkannya dalam keterpakuan, dia masih bergeming di tempatnya. Kurasa dia sedang menatapku berjalan pergi.
Tak tak tak
Hanya suara sepatu hak tinggiku yang terdengar di penjuru parkiran gedung pencakar langit ini, tidak ada seorang pun selain aku dan dia yang kutinggalkan di tengah heningnya malam.
Perlahan air mata membanjiri pipiku, aku tidak ingin menangis. Bersusah payah mengubur rasa itu dalam- dalam.
"Sera!" Suara bariton memanggilku diiringi dengan derap kaki, hingga kurasakan sepasang tangan mendekapku dari belakang. Apa yang dia lakukan?
"Kamu mungkin membenciku, tapi aku tidak bisa melupakanmu sedetik pun dalam hidupku. Hingga hari ini aku mengumpulkan keberanianku untuk meraihmu lagi."
"Aku sudah melupakanmu, Bara. Segalanya tentang kamu sudah aku hapus dari kenanganku."
Ucapku lantang, menghempaskan tangannya dan benar-benar pergi secepat yang aku bisa. Bagaimana mungkin aku melupakannya, bahkan sakit itu masih jelas terasa.
***
Lonceng berbunyi, menandakan kelas akan segera dimulai. Ini hari pertamaku memasuki sekolah menengah pertama, aku duduk sendirian di pojok kelas. Tidak ada satu orang pun yang kukenal, hingga dia menyapaku untuk pertama kalinya.
"Namaku Bara Herlambang." Ucapnya sambil mengulurkan tangan padaku.
"Se... Meisera Ananda." Jawabku sedikit terbata. Pertama kalinya seseorang mengajakku bicara dan berkenalan.
Aku terkenal aneh di lingkungan tempat tinggalku karena aku tidak bisa berteman, atau lebih tepatnya tidak ada yang ingin berteman dengan anak seorang narapidana.
"Mei.. Aku duduk di sini ya, semua kursi sudah penuh."
"Panggil aku Sera." Gumamku lirih, dia menganguk mengerti.
Mata itu tersenyum tulus padaku, aku selalu melihat tatapan jijik dan benci setiap kali orang-orang memandangku. Tapi, Bara menatapku dengan tulus.
Banyak hari kulalui dengan senyum karena Bara selalu ada di dekatku, membawaku dalam dunianya. Mengenalkanku pada banyak teman hingga aku lupa betapa kesepiannya diriku.
***
Lagi, aku meneteskan air mata lagi begitu mengingat awal mula kami bertemu. Dalam keheningan malam yang begitu menyiksa kenangan itu muncul lagi, membuatku ingin merasakan hangatnya tatapan itu lagi. Membuatku ingin mengulang saat itu lagi.
Dering telpon membuyarkan lamunanku, aku lupa dimana terakhir kali meletakkan telpon genggamku. Ku ikuti asal suara, hingga mendapati ponsel di atas meja ruang tamu.
"Iya, halo." Jawabku sedikit menyeka kelenjar yang keluar dari hidung akibat menangis.
"Masih belum tidur?"
"Aku tidak bisa tidur." Jawabku jujur pada seseorang di balik telpon, orang yang selalu menjagaku selama ini.
"Aku juga, Sera. Perasaanku tidak enak dan rasanya aku sangat merindukanmu." Terdengar helaan nafas panjang di seberang sana. "Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya kemudian.
"Aku merindukanmu, bisakah kita bertemu?"
"Ditengah malam ini? Sera, bukannya aku tidak ingin. Hanya saja aku menghormatimu sebagai seorang wanita, alangkah baiknya kita tunda hingga besok. Kamu tau, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu karena bersama seorang laki-laki bujangan di tengah malam."
Aku tersenyum mendengar panjang kali lebar kalimat penolakannya, aku hanya butuh seorang teman untuk saat ini. Agar aku melupakan apa yang telah terjadi beberapa jam yang lalu.
"Saat besok tiba aku akan menghujanimu dengan kerinduanku."
"Aku akan sedia payung untuk besok." Candaku, disambut tawanya di seberang sana.
"I love you, Sera." Lirihnya.
"I love you too, Reno."
Percakapan singkat itu mampu membuatku sedikit tenang, mengingat ada Reno yang selalu menjagaku. Tidak pernah meninggalkanku seperti seseorang itu.
Untuk seorang wanita yang sedang merintis karir sebagai karyawan di perusahaan swasta membuatku tidak punya banyak waktu untuk bersantai. Kejadian hari ini cukup membuatku shock, melihat Bara berdiri di depanku dengan setelan kemeja dan dasi hingga sepatu pentopel dan memperkenalkan diri sebagai manager baru di tempatku bekerja. Tidak hanya berdiri di depanku, sepulang dari lembur kerja dia memelukku dan mengatakan bahwa ingin meraihku kembali.
Apa-apaan semua itu. Seenaknya saja dia datang dan pergi, dia pikir aku masih anak berumur 12 tahun yang selalu bermain dengannya. Aku bukan Sera yang dulu, akan aku tunjukkan bahwa Sera yang dia kenal sudah mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Away
Short StorySakit yang dia tinggalkan masih tersisa hingga kini, saat aku melihatnya terasa luka itu dirobek lagi. Dia mungkin tidak mengerti apa kesalahannya, hingga masih bisa tersenyum seperti itu padaku.