Part. 8

78 9 0
                                    

"Dia bukan lagi Bara yang kukenal semenjak saat itu." Helaan nafas panjang dariku membuat Reno ikut menghela nafasnya setelah mendengarkan ceritaku.

"Bara salah bergaul, dia sering pergi ke klub malam dan pulang dalam keadaan mabuk. Parahnya lagi dia seorang pecandu, aku tidak bisa mendekatinya. Aku benar-benar frustasi, tidak tau apa yang harus aku lakukan saat itu. Teman yang paling kusayangi, seorang sahabat bahkan lebih dari keluargaku. Dia Bara, yang selalu ada di sisiku dan dia terjerumus dalam pergaulan yang salah."

"Dia cinta pertamamu? Apa yang membuatnya selalu berada di sisimu, apa yang membuat kalian begitu terikat kuat." Ada kilat kecemburuan di matanya, aku tersenyum kecil lalu melanjutkan ceritaku.

"Aku tidak pernah menceritakan pada siapapun. Reno dengarkan aku, kamu boleh memilih pergi atau tetap tinggal."

Reno menatapku kian dalam, aku berusaha keras untuk tidak menangis. Saatnya aku menguak luka lama.

"Aku anak seorang narapidana yang di penjara karena merampok dan membunuh, ibuku seorang wanita malam yang sering membawa laki-laki brengsek pulang ke rumah. Aku tidak punya teman, tidak ada yang mau berteman denganku. Hidupku benar-benar sulit dan penuh penolakan. Hingga dia datang membawa banyak kebahagiaan dan mengubah hidupku."

Aku menunduk dalam, tercekat kuat dengan kata-kataku sendiri. Reno tetap diam, menungguku menyelasaikan cerita.

"Hidupku baik-baik saja setelah ada Bara. Pergi jauh meninggalkan Sera yang malang dan menjadi Sera yang baru, yang menyembunyikan identitas dan masa lalunya. Bara yang menyimpan kuat rahasia itu bersamaku, namun suatu hari Bara menyakitiku."

***

Hari itu kelulusan SMA, aku berdiri dengan spidol di tangan kanan. Seragamku sudah penuh dengan coretan spidol dan pilok, teman-teman bersorak gembira. Aku hanya mematung, menatap lurus pada Bara yang tertawa bersama seorang gadis.

Yah, gadis yang ia lihat di bioskop satu tahun yang lalu. Gadis yang membawa Bara jauh dariku. Satu tahun telah kulalui tanpa Bara di sisiku. Meskipun aku punya banyak teman, tetap saja terasa hampa saat tidak ada Bara.

Sekilas Bara menatapku, aku kaget dibuatnya. Namun beberapa detik kemudian ia memalingkan wajahnya. Aku memberanikan diri untuk menghampirinya.

"Bara." Ucapku pelan, ia mendengar dan menoleh bersamaan dengan gadis itu.

"Siapa dia sayang?" Tanya gadis itu, bergelayut manja di lengan Bara.

"Hanya teman lama." Ucapnya sambil mengelus puncak kepala sang gadis. "Ada apa Sera?"

Aku tidak sanggup menahan air mata yang mengalir begitu saja.

"Kembalilah Bara, kumohon." Pintaku kemudian.

"Sayang, kenapa dia?"

Aku tidak peduli dengan gadis itu.

"Bara, kamu berjanji untuk selalu di sisiku. Aku sangat kehilanganmu, aku membutuhkanmu Bara!"

"Apa-apaan dia, Say. Kamu pernah berhubungan dengan gadis gila ini?"

Bara hanya diam menatapku sementara pacarnya terus saja mengoceh. Aku merasa bodoh karena harus mengemis dan memohon padanya seperti ini.

"Dia hanya seorang gadis malang, aku tidak pernah berhubungan dengannya." Jawab Bara membuatku tercekat. "Dia hanya anak seorang pembunuh dan ibunya seorang wanita bayaran. Aku tidak akan bergaul dengannya."

Hantaman keras tepat di dalam hatiku, Bara tidak pernah sekalipun mengataiku seperti itu. Ada apa dengan Bara, kenapa dia terlalu banyak berubah.

"Hah! Pembunuh! Ayahnya pembunuh? Ibunya pelacur?!" Pekiknya kaget, gadis itu sengaja meninggikan nada suaranya. Membuat berpasang-pasang mata menatap ke arahku. Mulai berbisik-bisik dan menatap hina padaku.

Aku menatap mereka satu per satu, yah. Tatapan mereka sangat menyakitkan, aku menangis tanpa suara. Lima tahun lalu Bara adalah penyelamatku, hari ini dia...

"Aku membencimu, Sera. Maaf kamu bukan lagi temanku." Serangkai kalimat yang membuatku benar-benar sakit, menatap kepergiannya hingga satu per satu semua orang berlalu tanpa bertanya apakah aku baik-baik saja.

"Harusnya aku yang membencimu Bara." Ucapku lirih dan terisak kembali.

***

Aku terisak di depan Reno, ia hanya diam. Tidak mengeluarkan sepatah kata pun, aku siap ditinggalkan olehnya. Meskipun sebenarnya aku sangat takut, takut jika sendirian lagi.

"Laki-laki kurang ajar seperti itu tidak pantas kamu tangisi." Ucapnya dengan raut keras.

"Aku bersusah payah membangun diriku yang baru, Sera yang sekarang. Tapi dia dengan mudahnya datang lagi dalam kehidupanku Ren, dia mengusikku lagi. Mengobrak abrik pertahananku."

Wajah Reno kembali mengeras, sorot matanya penuh amarah. Mungkin sekarang ia sangat membenciku.

"Kenapa baru sekarang kamu mengatakannya? Setelah tiga tahun bersamaku. Aku seperti orang bodoh yang tidak tau apa-apa tentang wanitaku."

"Aku takut, Ren. Aku sangat takut ditinggalkan. Aku benar-benar benci kehidupanku dahulu." Ucapku di tengah isakan. "Setelah Bara menghilang aku bersusah payah untuk bangkit tanpa seorang pun di sisiku, rasanya aku ingin mengakhiri hidupku. Saat kembali ke rumah ibuku sudah berada di rumahnya yang baru, dia sudah tiada. Sedangkan ayahku entah dimana. Aku benar-benar hancur Ren. Salah satu alasanku tidak ingin mengungkit masa laluku adalah aku tidak ingin mengingat semua luka itu." Aku menyeka air mata yang terus saja berjatuhan. "Maafkan aku Reno."

"Sera." Reno meraih tanganku. "Menikahlah denganku." Aku kaget dan tercengang mendengar ucapannya.

"Tapi aku anak seorang pembunuh." Ucapku tertunduk.

"Menikahlah denganku." Matanya menatap tajam, aku pun menatap tepat di manik matanya.

"Tapi aku....."

Reno mengecup keningku, membuatku membisu seketika.

"Berhentilah merendakan dirimu, aku mencintaimu apa adanya. Tidak peduli siapa kedua orang tuamu, kamu tetaplah Sera. Maafkan aku karena sempat meragukanmu, aku merasa cemburu karena dia lebih tau dirimu lebih dari yang kutahu."

Tuhan telah hadirkan seorang pria hangat dalam hidupku, setiap kata yang ia ucapkan selalu menenangkan. Berada di sampingnya membuatku merasa aman.

"Sekali lagi, aku bertanya padamu. Maukah kau menikah denganku?"

Aku mengangguk, Reno segera memelukku dan kubalas pelukannya. Aku tersenyum dengan mata yang terus mengeluarkan bulir bulir air, kali ini aku menangis bahagia. Begitu mudah laki-laki ini membalikkan kesedihanku menjadi sebuah kebahagiaan.

"Sepertinya cara ini lebih romantis dari pada tempo hari." Ucapnya terkekeh pelan.

"Maaf soal itu...."

"Bukan masalah Sera, yang penting kamu sudah mengatakan iya."

"Ren, aku hidup sebatang kara. Bagaimana aku bisa diterima dalam keluargamu?" Tanyaku cemas, ini yang selalu mengganggu pikiranku.

"Jangan cemaskan hal itu, aku yakin mereka suka padamu."

Kami saling melempar senyum dan menatap dalam-dalam. Sudah kuputuskan, membuang jauh-jauh semua kenangan masa lalu. Kali ini benar-benar membuangnya.

"Sera, ayo pergi denganku. Tinggalkan semuanya di sini dan memulai hidup baru denganku."

AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang