Saat aku membuka mata, terlihat langit-langit kamar yang asing bagiku. Bau rumah sakit. Yah, benar saja di tanganku telah bersarang jarum dan selang infus.
"Sudah bangun?" Suara Bara mengagetkanku, dia duduk di sofa samping tempat tidurku.
"Aku kenapa?" Tanyaku bingung kenapa bisa berakhir di tempat ini.
"Kamu jatuh pingsan karena anemia." Ia membantuku untuk bangun. "Kamu berhasil membuatku terkejut dan panik Sera, hampir saja wajahku babak belur karena dia pikir aku yang menyebabkanmu pingsan seperti itu."
Aku mengernyitkan dahi, dia siapa?
Mawar putih di atas meja samping tempat tidur menarik perhatianku, setangkai mawar putih itu ku ambil.
"Darimu?" Tanyaku pada Bara.
"Mana mungkin aku sempat membeli bunga dalam perjalanan ke rumah sakit, itu dari Reno. Saat kamu pingsan dia datang dengan setangkai mawar putih dan hampir saja membuatku babak belur." Jelasnya.
"Dimana dia?"
"Sudah pergi, beberapa menit yang lalu."
Aku merasa kecewa, berharap Reno yang ada di sini. Bukan Bara.
"Berapa lama aku pingsan?"
"Sekitar 4 jam, apa kamu tidak tidur semalaman Sera?"
Aku menggeleng, lalu mengalihkan pandanganku pada bunga mawar yang wanginya mengingatkanku pada aroma tubuh Reno.
"Reno... Dia kekasihmu? Ah, tentu saja dia kekasihmu. Apa kalian saling mencintai, Sera?"
Tidak ada jawaban keluar dari mulutku, aku hanya menatapnya.
"Apa dia tau tentang......"
"Bara, berhenti mencampuri urusanku."
"Bukan begitu Sera, hanya saja beberapa saat yang lalu aku tidak sengaja mengatakannya. Aku menceritakan pertemanan kita padanya. Dan aku rasa dia tidak tau semua tentangmu." Jelasnya sembari meraih tanganku dan menggenggamnya erat.
"Sejauh apa Bara?" Tanyaku dengan jantung yang berpacu, aku takut ditinggalkan. Rasa cemas dan takut mendominasiku hingga mengabaikan betapa marahnya aku pada Bara.
"Sera, aku tidak akan meninggalkanmu lagi." Tangannya beralih mengelus pipiku.
"Apa yang kamu katakan pada Reno?" Tanyaku lagi, menepis belaian tangannya dan menatap bola mata itu.
Tidakkah Bara sadar bahwa dia telah mengacaukan hidupku untuk yang kedua kalinya, aku sudah menyusun lembaran baru dengan mengubur dalam-dalam semua cerita masa lalu. Dia seenaknya datang lagi dan mengulang kesalahannya.
Tanpa aba-aba aku meninggalkannya termenung di ruang putih itu, terasa nyeri di tanganku karena melepas selang infus dengan kasar. Aku berjalan pergi menjauh sejauh-jauhnya dari Bara, aku tidak ingin bersinggungan lagi dengannya. Akan kuputuskan untuk berhenti dari tempat kerjaku dalam waktu dekat ini.
Telpon itu tersambung tapi hanya nada tut tut panjang yang terdengar, Reno angkatlah. Aku mendesah frustasi setelah beberapa panggilanku diabaikan olehnya, kuputuskan untuk menemuinya.
Aku berdiri di depan pintu rumahnya, rumah minimalis yang terlihat kosong karena penghuninya hanya Reno seorang. Aku rasa Reno belum pulang, mobilnya tidak ada. Kuputuskan untuk menunggu, meskipun langit sudah mulai gelap.
Menunggu adalah hal yang paling membosankan karena tidak tau kapan dia akan datang, aku duduk di depan pintu seperti anak kecil yang sedang dihukum. Hingga sebuah mobil berhenti di depan rumah dan sosok yang kutunggu telah tiba.
Mata kami bertemu, aku segera bangkit dari duduk. Reno menatapku datar dengan rahang dikantup rapat tanpa senyum, dia sedang marah. Aku memberanikan diri untuk...
"Ada apa Sera?" Tanyanya menatap tajam mataku. Who are you?
"Ren, kamu marah? Telponku kenapa diabaikan?"
"Aku sedang menyetir, jadi memang seharusnya kuabaikan." Jawabnya sembari memalingkan wajah. Membuka pintu rumah dengan isyarat dagu mempersilahkan aku untuk masuk.
Mengikutinya dari belakang kemudian duduk berhadapan dengannya di sofa ruang tamu, perasaan canggung dan gugup bercampur aduk mengelilingiku.
"Jadi ada apa Sera?" Ia membuka percakapan dengan nada yang terdengar dingin.
"Tentang sebelumnya, tentang Bara. Kamu jangan salah paham Ren, aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa lagi." Jelasku dengan mengumpulkan segenap keberanianku.
"Lagi? Jadi benar kamu pernah terikat dengannya?"
Aku mengangguk pelan.
"Tadinya aku menolak untuk percaya dengan ucapan laki-laki itu, tapi sepertinya yang dia katakan tentang kalian memang benar."
Aku masih terdiam, tidak sanggup menjawab setiap kata darinya.
"Lalu aku ingin mendengar ceritanya darimu Sera. Ceritakan padaku tentang hubungan kalian di masa lalu, aku mohon dengan sangat."
Menceritakan tentang aku dan Bara tentu saja berarti menceritakan latar belakangku juga, mungkin memang sudah saatnya aku mengungkapkan semuanya dan melihat sejauh mana Reno bisa menerimaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Away
Short StorySakit yang dia tinggalkan masih tersisa hingga kini, saat aku melihatnya terasa luka itu dirobek lagi. Dia mungkin tidak mengerti apa kesalahannya, hingga masih bisa tersenyum seperti itu padaku.