Dia selalu berada di sekitarku, membisikkan sebuah kata-kata yang membuatku baik-baik saja. Kami adalah sepasang yang tidak terpisahkan, hingga tanpa kusadari rasa itu tumbuh kian dalam.
Tinggal di kota yang sama dan bersekolah di tempat yang sama dengan Bara, aku menjadi Sera yang baru. Pergi jauh dari kota asalku dan memilih hidup sendirian, bersama Bara.
Aku membantu Bara menyusun barang-barang di kamarnya, dia anak orang kaya. Pergi sekolah ke luar kota saja dibelikan sebuah rumah lengkap dengan perabotan rumah tangga dan satu unit mobil.
Kadang itu semua membuatku iri, hidupnya sangat berkecukupan. Tapi kami mempunyai nasib yang sama terhadap kasih sayang kedua orang tua.
"Bagaimana kalau kamu tinggal di sini juga, Sera?"
"Hah?" Aktivitasku terhenti untuk mencerna kalimatnya.
"Tinggal di sini." Ulangnya.
"Tinggal berdua?" Tanyaku memastikan, mungkin aku hanya salah paham. Namun ia menjawab dengan anggukan, membuatku terbelalak kaget.
"Itu tidak mungkin Bar, kamu tau kan kita ini beda gender. Maksudku sesuatu bisa saja terjadi......."
"Kamu tidak percaya padaku?" Tanyanya menyela ucapanku. Aku memalingkan wajahku.
"Bukan begitu.... Aku percaya, tapi apa yang akan dikatakan orang-orang nanti jika mereka melihat kita hidup bersama."
"Bukankah selama ini kita selalu bersama." Ucapnya sembari membalikkan badanku, tepat berhadapan dengannya. "Aku tidak peduli apa yang dikatakan orang lain."
Aku tersenyum menatapnya, dan lalu tertawa pelan.
"Anak SMA seperti kita tinggal dalam rumah yang sama tanpa ada orang dewasa, itu akan menarik perhatian orang lain. Kalau suatu hari di keroyok warga bagaimana?"
"Memangnya aku maling, main keroyok. Well, aku hanya khawatir jika kamu tinggal sendirian."
Kali ini Bara memanyunkan bibirnya manja, meraih tanganku dan menggenggamnya kuat-kuat. Aku tersenyum simpul, disaat seperti ini Bara terlihat sangat kekanak-kanakan.
"Aku tidak ingin selamanya bergantung padamu, aku bukan tanggung jawabmu Bar. Aku harus berjuang untuk hidupku sendiri, aku memang memintamu untuk berada di sisiku tapi bukan berarti aku tidak melakukan apa-apa." Ucapku yakin dan menyentuh pipinya, ia memejamkan mata dan mencium lembut telapak tanganku. Membuatku bersemu merah.
"Baiklah, kuserahkan semua keputusan ditanganmu. Hari ini kita akan memulai hidup baru, jadi ayo cari teman yang banyak."
"Ayo!" Seruku dengan senyum merekah.
Jantungku berdetak kencang, menatapnya yang tersenyum penuh semangat. Aku tidak tau apa yang akan menghadang di depan sana, yang kutahu hanya aku memilikinya dan aku tidak punya ruang untuk mencemaskan hal lain.
***
"Bara!" Aku berlari ke arahnya, ketika ia melambaikan tangannya dari tengah lapangan basket. Tidak peduli tatapan mengancam dari gadis-gadis lain, aku menyapukan handuk di wajahnya dengan lembut.
Aku sering mendengar gunjingan dari teman-teman yang kebanyakan mengidolakan Bara, mereka bilang aku gadis gila yang selalu mengintil Bara kemana-mana. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya Bara yang mengikutiku seperti bayangan.
"Seka sendiri saja, Bar. Aku tidak suka tatapan mereka." Ucapku setengah berbisik.
"Ssstt..." Bara menahan tanganku untuk tetap menyeka keringatnya.
"Jangan drama deh, Bar. Kamu membuatku dimusuhi oleh banyak orang.""Aku justru menjagamu dari godaan para lelaki, mereka tidak akan berani mendekatimu karena kamu milikku."
"Tapi kamu membuatku dimusuhi oleh fans beratmu." Ucapku bergidik ngeri melihat tatapan cemburu dari para penggemar Bara.
Sudah cukup Bara membuatku salah paham dengan apa yang ia pikirkan tentangku, aku gadis remaja yang punya perasaan halus. Diperlakukan seperti itu, bagaimana bisa aku tidak memiliki perasaan yang aneh padanya.
Aku menjalani masa SMA dengan penuh kebahagiaan, banyak teman, kegiatan dan hal-hal yang menyenangkan kuhabiskan bersama Bara dan teman-temanku. Sera yang baru telah lahir kembali, hingga di tahun ke tiga...
"Dia milikku, kamu tidak boleh menyentuhnya." Seru Bara pada anak laki-laki yang menjabat tanganku, dia berkenalan dan meminta nomer telponku. Dengan sigap Bara melangkul bahuku, ia terlalu protective.
"Maaf aku hanya berkenalan." Ucap laki-laki itu lalu berlalu dengan canggung.
"Aku hanya meninggalkanmu sebentar untuk membeli tiket dan sudah ada yang mengganggumu. Aku tidak percaya ternyata harus memberikan pengamanan ektra padamu." Ia lalu bertolak pinggang, masih menatap garang ke arah perginya orang tadi.
Aku terkekeh pelan.
"Sejak kapan aku menjadi milikmu?" Tanyaku dengan jantung berdebar.
"Hanya untuk mengusir orang yang mencoba mengganggumu."
Jawaban yang membuatku tersenyum miris, apa yang ada dalam pikiran Bara tentang aku? Sebenarnya selama ini aku dianggap apa olehnya, sahabat. Iya, sahabat yang berjanji akan selalu ada di sisiku. Hanya seorang sahabat, aku bersyukur memilikinya. Lalu apa yang aku harapkan sekarang?
"Jangan biarkan lelaki manapun mendekatimu sebelum aku mengizinkannya." Ucapnya lagi, membuatku menautkan alis.
"Memangnya kamu ayahku?" Tanyaku diselingi tawa, tanpa sadar membuat Bara terdiam dan lalu aku pun terdiam. Aku melupakan sebuah fakta, bahwa aku hanya memiliki Bara.
Dengan lembut Bara mengacak rambutku di puncak kepala, ia lalu berbisik. "Panggil aku ayah."
Seringai lebar tergambar di wajahnya, membuatku melemparkan pukulan lembut namun bertubi-tubi padanya.Selesai menonton film di bioskop, Bara terlihat berseri-seri. Aku menyenggol lengannya dan menanyakan ada apa.
"Gadis yang pakai baju merah muda itu, sepertinya aku merasakan sesuatu saat melihatnya."
Ketakutan dalam diriku semakin membuncah dan tidak lama ketakutan itu menjadi kenyataan.
Bertahun-tahun bersama Bara, tidak lebih dari sahabat. Munafik jika aku tidak memiliki perasaan apapun padanya, ketika dia jatuh cinta dan memiliki orang lain. Aku hanya bisa menyiapkan diri untuk ditinggalkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/82000567-288-k235917.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Away
Short StorySakit yang dia tinggalkan masih tersisa hingga kini, saat aku melihatnya terasa luka itu dirobek lagi. Dia mungkin tidak mengerti apa kesalahannya, hingga masih bisa tersenyum seperti itu padaku.