24. Diva

1.2K 209 39
                                    


Setibanya di pesta, Makayla semakin mengeratkan pelukannya ke lengan Damien. Makayla sangat tak percaya diri dengan penampilannya yang begitu biasa. Semua orang di pesta tanpa sengaja mengintimidasi Makayla dengan penampilan dan aura yang bersinar mengelilinginya dan menyisakan Makayla dalam setitik noda yang tak sepantasnya ada di kerumunan itu.

Keramaian sesungguhnya benar-benar membuat Makayla pusing. Ia tak biasa melihat warna-warni pakaian maupun lampu di tempat berbeda yang kerap kali membuat matanya sakit. Makayla juga merasa tak pantas berada di sisi Damien yang harus ia akui ketampanannya. Bahkan, dari semua lelaki yang ia lihat berlalu-lalang di antara mereka, Damien masih tetap yang tertampan. Padahal Damien tak memakai jas dan kemejanya dengan rapi. Tetapi entah mengapa aura yang dikeluarkannya sangat panas. Jika saja auranya nyata, mungkin semua orang di dalam ruangan ini sudah gerah kepanasan hanya menatap mata hazel Damien.

"Cih, pesta macam apa ini? Kenapa pakaiannya formal tetapi seperti pesta anak SMA?" gumam Damien membuat Makayla yang sejak tadi menunduk pusing berani mendongakkan kepalanya.

"Memang seperti apa pesta anak SMA?" tanyanya inosens.

"Ya, seperti ini. Minum minuman murahan, dengan musik yang tak punya arti dan lampu kelap-kelip yang membuat pusing. Sangat jauh dari kata berkelas." Lanjut Damien disusul dengan anggukan kepala Makayla.

Seorang pemuda yang melihat Damien, tiba-tiba saja menghilang dari hadapannya dan dengan cepat berjalan seolah sesuatu telah terjadi. Pemuda itu menemui Abraham dan membisikkannya,

"Damien ada di sini dan menggandeng target kita. Ini bisa bahaya."

Abraham membesarkan matanya sedikit kaget. Tetapi ia langsung meredam kekhawatirannya dengan tenang. Ia menyesap sampanye dengan sekali teguk hingga habis lalu berdiri dan membenarkan jasnya.

Abraham melenggang masuk ke dalam ruangan dengan anggun dan menemui seorang gadis untuk mengutusnya. Abraham menatap gadis yang masih berias itu dari cermin yang sedang ia gunakan dengan senyuman konspirasi.

"Aku tak tahu kenapa bisa begini, tapi lelakimu ada di luar sana bersama seorang gadis." Informasi dari Abraham membuat gadis cantik berambut pirang itu menolehkan kepalanya dengan tajam ke arah Abraham. Andai saja rambutnya tak terikat, lembut rambutnya sudah tergibas membawa angin di sekitar wajah Abraham. Gadis itu menatap tajam ke arah Abraham dengan amarahnya yang tak terduga tiba-tiba saja datang.

"Apa kau yakin itu Damien?" gadis itu bertanya dengan suara yang lirih. Emosi yang bercampur antara marah dan sedih kembali mengingat wajah tampan Damien.

Abraham mengangkat kedua bahunya dan mendesah menyerah dramatis.

"Siapa lagi yang berjalan dengan dagu terangkat?" Abraham mengangkat kedua alisnya untuk meminta tanggapan gadis itu. Tetapi tanpa banyak tindakan berarti, gadis itu berdiri dari kursi rias dan memutar tumitnya. Bukan, bukan untuk menemui Abraham—tetapi untuk keluar dari ruangannya dan meninggalkan Abraham di sana masih berdiri bisu.

Abraham tersenyum licik saat gadis itu keluar.

Gadis cantik berambut itu pirang keluar dari kamarnya dan matanya langsung mengelilingi ruangan yang sangat megah itu dan memperhatikan satu per satu pria berambut cokelat yang hampir semuanya memakai jas berwarna hitam.

Dan matanya melirik cantik saat lelaki yang ia cari ia temukan. Hatinya kesal karena harapannya tentang perkataan Abraham yang salah ternyata tak terjadi.

(TERBIT) Things I CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang